Terungkap Sebelum Dipecat dari SPN, Valyano Boni Raphael Ternyata Pernah DIkeluarkan dari TNI AL
Valyano Boni Raphael, seorang siswa Sekolah Pendidikan Polisi (SPN) Polda Jabar, mengalami pemecatan menjelang pelantikannya sebagai anggota Polri
Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
BANGKAPOS.COM--Valyano Boni Raphael, seorang siswa Sekolah Pendidikan Polisi (SPN) Polda Jabar, mengalami pemecatan menjelang pelantikannya sebagai anggota Polri.
Pemecatan ini didasarkan pada dua alasan utama, yakni ketidakhadiran dalam jam pelajaran melebihi batas ketentuan dan adanya riwayat pendidikan sebelumnya di Kodiklat TNI AL pada tahun 2023.
Pemecatan Valyano terjadi hanya enam hari sebelum pelantikan.
Mengutip Tribunnewsbogor.com, Kepala SPN Polda Jabar Kombes Dede Yudi Ferdiansyah menjelaskan Valyano Boni Raphael dikeluarkan karena dua alasan.
Pertama karena tidak mengikuti jam pelajaran lebih dari ketentuan SPN Polda Jabar.
Kedua, Valyano Boni Raphael juga ternyata pernah mengikuti pendidikan Kodiklat TNI AL tahun 2023 lalu.
Tapi Valyano Boni Raphael dikeluarkan karena terindikasi sakit.
Ia dinilai telah berbohong karena tidak mengaku pernah mengikuti pendidikan militer ketika penelusuran mental kepribadian (PMK).
"Saat pengisian Litpers atau PMK, penelusuran mental kepribadian, yang bersangkutan ini tidak pernah mengikuti pendidikan militer ataupun latihan militer. Jadi di sini disebutkan tidak pernah ada. Ini kami sampaikan ada surat dari Kodiklat Angkatan Laut bahwa adanya dikeluarkan kehilangan sebagai siswa, status sebagai siswa kembali ke masyarakat dan dikembalikan ke orang tua dengan alasan menderita sakit dan tidak mengikuti pelajaran selama 69 hari. Ketidakhadiran melebihi 10?ri jumlah seluruh jam pelajaran," jelasnya.
Orang Tua Valyano Ungkap Alasan Depresi
Valyano diketahui merupakan anak dari AKBP Bonifansius dan Veronica Putri Amalia.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, Veronica mengakui bahwa anaknya pernah dikeluarkan dari TNI AL akibat depresi.
"Status anak kami dikeluarkan dari TNI betul depresi karena saya yang memaksa anak kami waktu masuk TNI, jadi tidak sesuai hati nurani karena dia ingin masuk polisi," katanya.
Menurutnya Valyano Boni Raphael gagal lolos polisi karena buta warna.
"Anak kami tidak bisa masuk polisi karena anak kami buta warna parsial dan bisa masuk TNI dengan jalur menembak."
"Depresinya anak kami karena memamg tidak sesuai dengan keinginan hati nuraninya dia," katanya.
Ia menyangsikan bila Valyano Boni Raphael mengalami depresi selama menjalani pendidikan di SPN Polda Jabar.
"Kalau saya, dikatakan anak saya depresi di SPN, saya rasa tidak mungkin karena itu cita-citanya di polisi atas kehendak dia," katanya.
Dalam rapat tersebut, Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni langsung meminta pengakuan pada Valyano Boni Raphael.
"kamu gak gila kan ?" tanya Ahmad Sahroni.
"Siap tidak," jawab Valyano Boni Raphael.
Polwan Sebut Valyano Idap NPD, DPR RI Beri Tanggapan
Dalam RDP tersebut, seorang polisi wanita (Polwan) bernama Ipda Ferren Azzahra Putri mengklaim bahwa Valyano menderita Narcissistic Personality Disorder (NPD).
Pernyataan ini menjadi sorotan setelah anggota DPR RI, Ahmad Sahroni, menilai bahwa analisis yang diberikan oleh Ferren dipenuhi dengan unsur kebencian.
Ferren menjelaskan bahwa hasil wawancara dan tes psikologi yang dilakukan terhadap Valyano menunjukkan indikasi NPD.
Ahmad Sahroni berpandapat bahwa penilaian tersebut hanyalah sebuah asumsi.
"Ini asumsi bukan hasil dari yang tadi disampaikan Kabidokkes kan ? ini baru asumsi dari apa yang ibu Ferren beri laporan," kata Sahroni.
"Ini bukan asumsi ini hasil analisa kami," timpal Farren.
"Itulah itu yang dinamain asumsi tapi bahasa kerennya analisa. Tapi yang dianalisas bu Farren hanya sebatas analisa, tapi Kabidokkes tadi sudah menyampaikan hasilnya bahwa a, b, c, d berarti analisa ibu Farren dipatahkan Kabidokkes," kata Ahmad Sahroni.
Namun begitu Ferren membantah menyebut Valyano psikopat.
"Kami tidak menyatakan yang bersangkutan psikopat dan halusinasi," katanya.
"Saat paparan saya mendengarkan dan bahkan untuk yang bilang contoh daripada sikap anak tersebut saat berlari yang teriak Sabhara anak tersebut berteriak Brimob, disampaikan sendiri," kata ibu Valyano, Veronica Putri Amalia.
"Betul kami sampaikan," kata Ferren.
"Tadi mengelak, sekarang menyampaikan," kata Veronica.
"Kami tidak menyampaikan psikopat," kata Ipda Ferren Azzahra Putri.
Ferren menerangkan Valyano siswa SPN Polda Jabar memenuhi 3 dari 9 kriteria NPD.
Pertama kata Ferren, Valyano Boni Raphael meminta fasilitas yang tak sesuai dengan aturan SPN Polda Jabar.
"Merasa memiliki hak lebih. Kami dapat data dari SPN yang bersangkutan tidak ingin dirawat di rumah sakit Polri saat infaksi gigi ingin dirawat di Siloam ingin mendapat fasilitas terbaik," kata Ferren.
Menurut Ferren, Valyano juga sengaja menyuruh teman memukul punggungnya agar supaya seolah telah dipukul pengasuh di SPN Polda Jabar.
"Melakukan eksploitasi interpersonal atau memanfaatkan orang lain. Kami mendapat informasi bahwa yang bersangkutan pernah menyuruh siswa lain memukul di area punggung menggunakan sapu lidi dengan maksud seolah dipukuli pengasuh. Karena dilakukan pemeriksaan tidak terbukti adanya pemukulan dan penculikan tersebut, Propam kami sudah melaksanakan pemeriksaan," kata Ferren.
Ia juga menyebut Valyano memiliki sikap arogan dan angkuh.
"Memiliki perilaku atau sikap arogan dan angkuh. Yang bersangkutan saat diwawancara saya tanya," kata Ipda Ferren Azzahra Putri.
Ahmad Sahroni kembali memotong pembicaraan Ferren.
Ia menganggap paparan Ferren merupakan bentuk kebencian.
"Bu Ferren stop, karena ini sudah meluapkan kebencian ini gak baik, gak boleh, ini gak bisa. Ini bukan faktual dari cerita yang terjadi ini hanya kebencian. Masa menuduh si ini gak bener si itu gak bener, apa ibu bener ? belum tentu lho."
"Jangan melakukan laporan ini atas kebencian, analisa ini analaisa itu. Ibu melaporkan ini sama saja melaporkan ini anak gak benar, hanya kebencian yang ibu laporkan itu," kata Ahmad Sahroni sambil menunjuk-nujuk Polwan Ferren.
Kabid Dokkes Polda Jabar: Valyano Tidak Idap Gangguan Jiwa
Sementara itu, Kabid Dokkes Polda Jabar, Kombes Dr. Nariyana, menegaskan bahwa hasil pemeriksaan tim medis menunjukkan bahwa Valyano tidak mengalami gangguan jiwa yang dapat mengganggu aktivitasnya sehari-hari.
"Kesimpulannya, tidak ditemukan tanda atau gejala gangguan jiwa yang cukup bermakna pada Valyano. Ia masih memiliki potensi untuk menjalankan tugas dan pendidikannya dengan baik," kata Nariyana.
Hasil pemeriksaan juga menunjukkan bahwa Valyano memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata dengan IQ 109.
Namun, ia dinilai memiliki cara berpikir yang kurang matang dan cenderung mencari solusi instan ketika menghadapi tekanan.
Selain Valyano Boni Raphael memiliki kebutuhan besar dalam menonjolkan diri serta validasi dari orang lain.
"Terperiksa memiliki kebutuhan yang cukup besar dalam menonjolkan diri dan mendapatkan pengakuan orang lain sehingga menjadikan terperiksa rentan untuk mengalami masalah karena sikap dan perilaku yang disalahartikan oleh lingkungan yang belum mengenalnya," jelasnya.
Kasus ini masih terus menjadi perbincangan publik, terutama terkait dengan dugaan kesalahan dalam proses seleksi dan pemecatan siswa SPN.
Sejumlah pihak meminta transparansi lebih lanjut dari institusi terkait guna menghindari polemik serupa di masa depan.
(Bangkapos.com/TribunnewsBogor.com)
Siapa Popo Dalang Penjualan Bayi ke Singapura? |
![]() |
---|
Dalang Penjual 25 Bayi di Jabar Terungkap, Peran “Popo” Lansia 69 Tahun Jual Bayi ke Singapura |
![]() |
---|
Awal Mula Terbongkarnya Perdagangan 24 Bayi di Bandung dari Komunikasi di Facebok |
![]() |
---|
6 Bayi Ditemukan di Tangerang dan Pontianak Sebelum Dijual Rp 16 Juta Ke Singapura |
![]() |
---|
Modus Penjualan 24 Bayi dan Janin di Jabar, Terbongkar dari Orangtua yang Anaknya Diculik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.