Profil dan Harta Kekayaan Riza Chalid, 'Raja Minyak' yang Disorot Usai Sang Anak Jadi Tersangka

Inilah profil dan harta kekayaan Riza Chalid yang rumahnya digeledah usai anaknya Muhammad Kerry Adrianto Riza yang ditetapkan bersama enam tersangka

Penulis: Agis Priyani | Editor: Evan Saputra
Tribun Bogor/Facebook Kerry
PROFIL RIZA CHALID - Rumah Riza Chalid di Jalan Jenggala II Nomor 1, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan digeledah oleh penyidik Kejaksaan Agung pada Selasa, (25/2/2025). 

BANGKAPOS.COM - Inilah profil dan harta kekayaan Riza Chalid yang rumahnya digeledah usai anaknya Muhammad Kerry Adrianto Riza yang ditetapkan bersama enam tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk Kilang di Pertamina Persero, Subholding, dan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS), tahun 2018-2023.

Riza Chalid disebut 'mengendalikan' Pertamina Energy Trading Ltd (PETRAL), anak usaha PT Pertamina selama puluhan tahun. 

Terbaru, rumah Riza Chalid di Kebayoran Baru digeledah penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).

Lokasi penggeledahan di sebuah kantor di Lantai 20 Plaza Asia Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, dan satu rumah di Jl Jenggala 2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2025). 

Alasan penggeledahan karena Kerry anaknya jadi tersangka korupsi yang merugikan negara Rp193 triliun.

“Kita harapkan dengan upaya tindakan penggeledahan ini akan makin membuat terang, membuka tabir tindak pidana ini, dan membuat makin terang dan jelas,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, Selasa (25/2/2025).

Profil dan Harta Kekayaan Riza Chalid

Dikutip Tribun-Timur.com dari Wikipedia, Riza Chalid adalah anak pasangan Chalid bin Abdat dan Siti Hindun binti Ali Alkatiri.

Riza menikah dengan Roestriana Adrianti yang akrab disapa Uchu pada tahun 1985. 

Proses pendekatan Riza dan Uchu pun terbilang singkat. 

Hanya dalam waktu tiga bulan, Riza mantap meminang Uchu sebagai istrinya.

Dari pernikahan mereka, Riza dan Uchu dikaruniai dua orang anak, yakni Muhammad Kerry Adrianto dan Kenesa Ilona Rina.

Latar belakang Riza Chalid adalah pengusaha.

Ia dijuluki saudagar minyak karena dianggap menguasai bisnis minyak Indonesia dan mengendalikan bisnis impor minyak.

Selama puluhan tahun Riza Chalid disebut 'mengendalikan' Pertamina Energy Trading Ltd (PETRAL), anak usaha PT Pertamina.

Dia sangat disegani di Singapura, karena kehebatannya memenangkan tender-tender besar bisnis minyak lewat perusahaannya, Global Energy Resources.

Global Energy Resources merupakan pemasok terbesar minyak mentah ke Pertamina Energy Services Ltd.

Setelah ada aturan yang lebih ketat, Global Energy memang menghilang dari Pertamina, digantikan perusahaan lain, Gold Manor, yang juga dikuasai Riza Chalid.

Nilai bisnisnya diperkirakan mencapai 30 miliar USD per tahun.

Dengan total kekayaan yang diperkirakan mencapai 415 juta dolar, Chalid merupakan orang terkaya ke-88 dalam daftar 150 orang terkaya versi Globe Asia.

Selama puluhan tahun Riza disebut 'mengendalikan' Pertamina Energy Trading Ltd (PETRAL), anak usaha PT Pertamina.

Karena dia menjadi besar dan mendominasi bisnis itu, diapun disebut-sebut sebagai "penguasa abadi bisnis minyak" di Indonesia.

Nama Riza Chalid diulas  Goerge Junus Aditjondro dalam "Gurita Bisnis Cikeas".

Anak Jadi Tersangka Kasus Korupsi Pertamina

Putranya, Muhammad Kerry Adrianto Riza jadi  salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Imbasnya, Selasa (25/2/2025), rumah Riza Chalid di Jalan Jenggala 2 Nomor 1, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, digeledah tim penyidik dari Kejaksaan Agung.

Dikutip Kompas.com dari keterangan Kejaksaan Agung (Kejagung), PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” menjadi Pertamax. 

Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.

"Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92," demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025). 

“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.

Dalam perkara ini, Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa diduga mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

”Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” tulis keterangan tersebut.

Ia ditetapkan tersangka oleh Kejagung bersama enam orang lainnya, di antaranya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

Lalu, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. 

Dalam kasus ini, negara mengalami kerugian yang ditaksir mencapai Rp 193,7 triliun.

”Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun,” imbuh keterangan Kejagung.

Adapun kasus ini bermula ketika dalam periode 2019-2023, pemerintah tengah mencanangkan pemenuhan minyak mentah harus dari dalam negeri.

Lantas, PT Pertamina mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.

Hanya saja, Riva bersama dua tersangka lainnya yaitu Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin dan Vice President (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono diduga melakukan pengkondisian saat rapat organisasi hilir (ROH).

Dalam rapat tersebut diputuskan agar produksi kilang diturunkan untuk membuat hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap.

"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," ujar Qohar.

Tak sampai di situ, Qohar mengatakan produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS dengan sengaja ditolak karena keputusan ROH sebelumnya.

Adapun penolakan dilakukan dengan dalih produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis meski kenyataannya masih sesuai harga perkiraan sendiri (HPS).

"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," ujar Qohar.

Tak sampai di situ, Qohar mengatakan produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS dengan sengaja ditolak karena keputusan ROH sebelumnya.

Adapun penolakan dilakukan dengan dalih produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis meski kenyataannya masih sesuai harga perkiraan sendiri (HPS).

Dalam kegiatan ekspor minyak diduga ada main mata antar para tersangka di mana Rivan, Sani, Agus, dan Dirut PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, telah mengatur kesepakatan harga dengan broker.

Broker yang juga ditetapkan menjadi tersangka tersebut adalah beneficiary owner atau penerima manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Keery Andrianto Riza; Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadan Joede.

Qohar mengatakan para tersangka tersebut kongkalikong dengan memainkan harga untuk kepentingan prbiadinya sehingga merugikan negara.

Rivan bersama dengan Sani dan Agus pun lantas memenangkan broker minyak mentah tersebut.

Tak cuma itu, rangkaian perbuatan tersangka yang juga dilakukan yaitu dugaan mark up kontrak pengiriman minyak impor

"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan," jelasnya.

Perbuatan para tersangka ini pun membuat negara harus merugi lantaran pemerintah perlu memberikan subsidi lebih tinggi dari APBN imbas permainan harga yang dilakukan sehingga harga bahan bakar minyak (BBM) yang dijual ke masyarakat mengalami kenaikan.

(Bangkapos.com/Tribun-Bogor/Tribun-Sumsel)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved