Sosok Hakim Djuyamto Disebut Mahfud MD Orang Jujur tapi Dibuang, Kini jadi Tersangka Suap
Menurut Mahfud MD, Djuyamto merupakan hakim ‘bersih' yang disingkirkan karena integritasnya.
Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: fitriadi
BANGKAPOS.COM -- Djuyamto disebut sebagai hakim jujur di Indonesia, namun dirinya kini terjerat kasus suap.
Djuyamto disebut sebagai hakim yang terbuang lantaran sistem peradilan yang rusak.
Begitulah penilaian mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Menurut Mahfud MD, Djuyamto merupakan hakim ‘bersih' yang disingkirkan karena integritasnya.
Diberitakan sebelumnya, Djuyamto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap atau gratifikasi terkait pengurusan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Djuyamto bersama Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL) selaku hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, diduga menerima suap sebesar Rp 22,5 miliar.
Pada saat itu, ketiganya merupakan majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO.
Sosok Djuyamto
Djuyamto merupakan Hakim Tingkat Pertama yang kini bertugas di PN Jakarta Selatan.
Pria yang lahir di Sukoharjo pada 18 Desember 1967 ini meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Solo (FH UNS).
Sebelum menjadi hakim di PN Jakarta Selatan, Djuyamto sempat bertugas di sejumlah pengadilan lainnya.
Hakim dengan golongan Pembina Utama Muda (IV/c) itu sempat bertugas di PN Tanjungpandan, PN Temanggung, PN Karawang, PN Dompu, PN Bekasi dan PN Jakarta Utara.
Dia juga menjabat sebagai Sekretaris Bidang Advokasi Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi).
Djuyamto juga sempat menangi sejumlah kasus besar lainnya.
Di antaranya, dia menjadi hakim ketua dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan di PN Jakarta Utara pada Juli 2020.
Dalam kasus itu, Djuyamto memvonis dua pelaku dengan dua tahun dan satu tahun enam bulan penjara.
Beberapa waktu lalu, Djuyamto juga menjadi hakim tunggal yang memutus praperadilan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Hasto Kristiyanto di PN Jakarta Selatan.
Dalam putusan praperadilan itu Djuyamto menolak permohonan praperadilan Hasto.
Akibatnya status tersangka Hasto saat itu tetap dinyatakan sah dan persidangan mengenai perkara suap serta perintangan penyidikan politikus PDIP itu diteruskan.
Jadi Tersangka Kasus Suap
Hakim Djuyamto ditetapkan sebagai tersangka kasus suap vonis lepas kasus ekspor crude palm oil (CPO) di tiga perusahaan yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Djuyamto bersama Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL) selaku hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, diduga menerima suap sebesar Rp 22,5 miliar. Pada saat itu, ketiganya merupakan majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO.
Uang tersebut diserahkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), sebanyak dua kali.
Tujuannya, agar ketiga hakim memutuskan perkara CPO onslag atau putusan lepas.
Muhammad Arif Nuryanta awalnya menyerahkan uang Rp 4,5 kepada ketiga hakim.
Lalu pada September-Oktober 2024, Muhammad Arif Nuryanta menyerahkan uang senilai Rp 18 miliar kepada Djuyamto (DJU).
Djuyamto membagi uang tersebut dengan Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL) yang diserahkan di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Pusat.
"Untuk ASB menerima uang dollar AS dan bila disetarakan rupiah sebesar Rp 4,5 miliar, DJU menerima uang dollar AS jika dirupiahkan sebesar atau setara Rp 6 miliar, dan AM menerima uang berupa dollar AS jika disetarakan rupiah sebesar Rp 5 miliar," ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar saat konferensi pers di Lobi Kartika, Kejaksaan Agung, Sabtu (12/4/2025) malam.
Disebut Mahfud MD Hakim Jujur yang Terbuang
Mahfud mengungkap keprihatinannya atas nasib hakim jujur di Indonesia yang justru tersingkirkan.
Ia kemudian menyinggung nama Djuyamto yang pernah berniat memperbaiki sistem peradilan, namun malah mendapatkan perlakuan yang tidak adil.
“Sekarang kalau (hakim) jujur hilang, menjadi jujur menjadi terbuang. Saya kasih contoh Djuyamto ya,” kata Mahfud dalam program Gaspol! Kompas.com, dikutip Selasa (13/5/2025).
Pada 2011, Djuyamto pernah mendatangi Komisi Yudisial (KY) untuk mengeluhkan kondisi pengadilan.
"Dia katakan, ‘Pak, kami akan memutus mata rantai kolusi di pengadilan, ini harus diakhiri, pengadilan harus bersih,’ gitu,” kata Mahfud.
Saat itu, KY menyambut baik usulannya untuk memperbaiki kondisi peradilan, termasuk soal gaji hakim. Djuyamto pun dibina.
“Dibinalah ini oleh KY, usul-usulnya untuk kenaikan gaji digarap oleh Mahkamah Agung dan KY,” ucapnya.
Namun, perjuangan Doktor di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, tersebut justru mendapat tentangan dari pimpinan Mahkamah Agung, alih-alih mendapat dukungan.
“Djuyamto ini dimarahi karena dia usul naik gaji. Kan dimarahi oleh pimpinan Mahkamah Agung, ‘malu-maluin kamu minta gaji naik,’” ucapnya.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu lantas mengungkapkan argumentasi Djuyamto untuk mendorong kesejahteraan bagi hakim.
Salah satunya, supaya tetap bisa hidup saat menjaga integritasnya.
"Dia bilang, ‘saya ingin memperbaiki pengadilan dan saya tidak ingin mati kelaparan, pokoknya cukup sajalah gaji, naikkan dikit.’ Ini Djuyamto,” ucap Mahfud.
Usai dimarahi, Mahfud mengungkapkan bahwa Djuyamto kemudian justru dipindahkan ke daerah terpencil di luar Jawa.
Diketahui, Djuyamto pernah bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpandan, Kepulauan Bangka Belitung dan PN Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Tahun 2012 hakim jujur betul Djuyamto ini dibuang, dibuang ke tempat kuntilanak luar Jawa gitu,” kata Mahfud.
Djuyamto, lanjut Mahfud, sempat mengadu kembali ke Komisi Yudisial terkait pemindahannya tersebut.
“Datang dia ke KY lagi, ke rumah teman-teman saya, ngadu, ‘Pak, mau berbuat baik kok susah, saya dibuang ke sana sekarang,’” ucapnya.
Namun, beberapa tahun kemudian, Djuyamto kembali bertugas di Jakarta dan tertangkap dalam kasus dugaan korupsi.
Pada April 2025, Djuyamto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas untuk terdakwa korporasi dalam perkara ekspor crude palm oil (CPO).
Djuyamto yang menjabat sebagai hakim ketua yang memutus perkara itu diduga menikmati uang Rp 60 miliar yang diberikan tiga korporasi sawit, bersama dua rekannya, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom.
Uang itu diduga diberikan sebagai imbalan atas putusan lepas dan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan pidana, yang perkaranya ditangani Kejaksaan Agung.
Menurut Mahfud, Djuyamto adalah gambaran kondisi memprihatinkan hakim jujur yang tidak diberi ruang untuk mempertahankan integritasnya.
“Nah tiba-tiba dia masuk ke Jakarta lagi ketangkap. Apa gambarannya? Ya itu, yang masuk ke Jakarta itu kira-kira ya hakim yang mau ‘bermain’, kalau tidak dibuang,” kata Mahfud.
(Bangkapos.com/Tribun-Medan.com/Kompas.com)
Gaji Anggota DPR Capai Miliaran Rupiah Perbulan, Mahfud MD Sebut Wajar Dikritik Rakyat: Agak Hedonis |
![]() |
---|
JPU Belum Siap Bacakan Tuntutan, Sidang Korupsi Mantan Camat Sungailiat Ditunda |
![]() |
---|
Mahfud MD Bongkar Data Terbaru Anggota DPR Bisa Kantongi Gaji Bersih Rp 230 Juta Per Bulan |
![]() |
---|
Sosok Siswandi Pelaku yang Paksa Dokter Syahpri Lepas Masker jadi Tersangka, Dijerat Pasal Berlapis |
![]() |
---|
Sosok Miki Mahfud Tersangka Kasus K3 Kemnaker Bareng Noel, Istrinya Auditor di KPK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.