Berita Pangkalpinang

TPA Parit Enam Mengancam Kesehatan Warga! Akademisi Soroti Urgensi Transformasi Pengelolaan Sampah

Tumpukan sampah yang terus meninggi juga dinilai mengancam kesehatan dan keseimbangan lingkungan secara nyata

Bangkapos.com/Andini Dwi Hasanah
TPA PARIT ENAM - Tumpukan sampah di TPA Parit Enam, Bacang, Kota Pangkalpinang, Rabu (4/6/2025). TPA ini mengalami overkapasitas dengan timbunan sampah mencapai puluhan meter. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Kondisi memprihatinkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Parit  Enam di Bacang, Kota Pangkalpinang, menjelang Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 menuai sorotan tajam dari kalangan akademisi. 

Tak hanya menjadi potret buram pengelolaan sampah di ibu kota provinsi, tumpukan sampah yang terus meninggi juga dinilai mengancam kesehatan dan keseimbangan lingkungan secara nyata.

Koordinator Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Bangka Belitung (UBB), Occa Roanisca, S.P., M.Si, menegaskan kondisi over kapasitas di TPA Parit Enam adalah persoalan krusial yang menuntut langkah strategis dan sistematis, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

"Langkah awal yang harus dilakukan adalah edukasi intensif kepada masyarakat mengenai pemilahan sampah organik dan anorganik dari sumbernya. Ini adalah kunci utama untuk menekan volume sampah yang masuk ke TPA," jelas Occa, kepada Bangkapos.com, Rabu (4/6/2025).

20250604 Koordinator Program Studi Kimia
Koordinator Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Bangka Belitung (UBB), Occa Roanisca, S.P., M.Si


Tak hanya itu, menurutnya, pengelolaan sampah organik juga dapat didorong melalui teknologi tepat guna seperti pembuatan kompos, pupuk cair, dan ecoenzim yang bisa diterapkan di tingkat rumah tangga, komunitas, hingga kelurahan. 

Sementara untuk limbah plastik, solusi yang disarankannya mencakup penggunaan teknologi pirolisis, yakni proses kimia yang dapat mengubah plastik menjadi bahan bakar minyak seperti solar dan bensin.

"Dengan pendekatan teknologi seperti ini, kita tidak hanya mengurangi volume sampah. Tapi juga menciptakan nilai ekonomis dari limbah yang selama ini dianggap tak berguna," tambahnya.

Kondisi darurat TPA Parit Enam sangat kontras dengan semangat peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang tahun ini mengusung tema "Ending Plastic Pollution" atau Hentikan Polusi Plastik. 

Dampak pencemaran akibat sampah yang tidak tertangani dengan baik sangat nyata, mulai dari risiko lindi yang mencemari tanah dan air tanah, hingga gas-gas berbahaya seperti metana, amonia, dan hidrogen sulfida yang meracuni udara.

"Gas-gas ini tidak hanya mencemari udara, tetapi juga membahayakan kesehatan masyarakat. Gejala seperti sesak napas, mual, pusing, bahkan gangguan psikologis akibat stres lingkungan bisa terjadi. Ini jelas menurunkan kualitas hidup warga, terutama yang tinggal di sekitar TPA," tegasnya.

TPA Parit Enam yang telah lama overload, menurut Occa merupakan bukti lemahnya sistem pengelolaan sampah secara berkelanjutan. 

Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam pendekatan pentahelix, melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas dan media untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang inovatif dan berbasis riset.

"Kita harus mendorong riset bersama, baik untuk mengembangkan teknologi seperti pirolisis maupun untuk pendampingan masyarakat dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas. Jangan sampai solusi hanya sebatas program seremonial tahunan," ujarnya.

Occa juga mendesak pemerintah daerah untuk mempertimbangkan pemindahan atau pengembangan TPA baru yang mengusung konsep modern seperti sanitary landfill, zero waste system atau waste to energy. 

Namun, ia menegaskan langkah ini tidak akan efektif tanpa dibarengi dengan edukasi dan penguatan sistem daur ulang di tingkat masyarakat.

Sebagai akademisi di bidang kimia organik, Occa melihat peluang besar dalam pengelolaan sampah menjadi sumber daya baru yang bermanfaat.

"Ecoenzim, pupuk cair, kompos hingga bahan bakar dari plastik bukan sekadar ide. Ini adalah solusi konkret yang bisa diterapkan dengan sinergi antara ilmu pengetahuan, teknologi dan partisipasi publik," pungkasnya.

(Bangkapos.com/Andini Dwi Hasanah)

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved