Tribunners
Bijak Mengelola Sampah dalam Keluarga
Kesadaran akan sampah melalui peran keluarga sangat diperlukan demi menjaga bumi agar tetap asri sebagai penunjang kehidupan.
Oleh: Ridwan Mahendra, S.Pd. - Guru SMK Kesehatan Mandala Bhakti, Surakarta
PERMASALAHAN sampah menjadi problematika yang dapat dikatakan tak ada hentinya di Indonesia. Menilik laman Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, hasil dari penginputan data yang diperoleh dari 311 kabupaten/kota se-Indonesia pada 2024, sampah terkelola sebanyak 20.253.033,02 ton per tahun atau sekitar 59,94 persen. Sementara itu, sampah tidak terkelola sebanyak 13.538.120,98 ton per tahun atau sekitar 40,06 persen.
Dari data tersebut, perlunya bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan dan memiliki kesadaran lingkungan sebagai salah satu agen perubahan demi terciptanya kehidupan di masa mendatang. Kesadaran tersebut dapat diimplementasikan melalui langkah-langkah kecil. Dengan memulai langkah kecil, setidaknya dapat meminimalisasi dampak sampah yang tidak terkelola dan makin menumpuknya sampah di Indonesia.
Langkah kecil dapat dimulai dari lingkup keluarga. Lingkup keluarga atau rumah tangga sendiri menjadi produsen sampah terbesar hingga 50,8 persen dari total timbulan sampah nasional pada 2024.
Kesadaran
Kesadaran akan sampah melalui peran keluarga sangat diperlukan demi menjaga bumi agar tetap asri sebagai penunjang kehidupan. Kesadaran pengelolaan sampah melalui langkah kecil di lingkup keluarga dapat dimulai dari edukasi, pemilahan, serta daur ulang.
Pertama, edukasi. Edukasi melalui peran keluarga tentu berdampak bagi lingkungan. Perlu diketahui bersama, sampah rumah tangga dengan sistem yang kurang baik dalam pengelolaannya dapat menimbulkan pencemaran, baik pencemaran tanah, pencemaran air, serta pencemaran udara.
Pencemaran lingkungan dapat diminimalisasi dengan cara memberikan pemahaman terhadap anggota keluarga mengenai dampak buruk yang ditimbulkan oleh sampah. Dengan edukasi tersebut, ranah keluarga berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan berkelanjutan.
Kedua, pemilahan. Pemilahan sampah menjadi hal yang krusial di lingkup keluarga. Memilah sampah dalam keluarga menjadi langkah yang patut diapresiasi. Memilah sampah organik, anorganik, dan B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang dimulai di lingkup keluarga merupakan aksi positif yang sudah semestinya dilakukan.
Praktik baik melalui peran serta anggota keluarga dalam pengelolaan sampah tersebut dapat diimplementasikan melalui jenis pemilahannya. Misalnya, setelah makan bersama keluarga dan ada sisa makanan yang tidak habis, maka sisa makanan tersebut dimasukkan dalam wadah yang semestinya.
Sisa makanan tersebut dapat dituangkan ke dalam wadah sampah organik yang dapat dijadikan kompos ke depannya. Selain itu, sisa belanjaan dengan kemasan kardus ataupun plastik dapat dipilah dan dimasukkan khusus ke dalam sampah anorganik. Sementara itu, sampah dengan bahan berbahaya dan beracun yang dapat ditemukan dan tidak dapat dipergunakan kembali (baterai bekas, obat-obatan kedaluwarsa, dan sisa bahan pembersih berbahan kimia) tentunya dapat ditempatkan ke wadah sampah B3 dan dibawa ke tempat pembuangan khusus.
Dengan pembiasaan memilah sampah dalam ranah keluarga tersebut, maka peran keluarga telah turut andil dalam menjaga kelestarian lingkungan. Habit melalui hal-hal kecil dan sederhana tersebut tentu menjadi fondasi penting dalam menciptakan budaya sadar lingkungan. Selain itu, pemilahan sampah yang benar di lingkup keluarga mempermudah pihak-pihak terkait dalam sistem pengolahan sampah, seperti petugas kebersihan, bank sampah, hingga industri daur ulang.
Ketiga, daur ulang. Mendaur ulang sampah tentu merupakan salah satu implementasi positif yang diterapkan di ranah keluarga. Hal tersebut merupakan langkah awal dalam membentuk kepedulian terhadap lingkungan. Langkah positif tersebut dapat diterapkan dengan membuang sampah pada tempat yang telah disediakan sesuai dengan jenisnya.
Selain itu, mendaur ulang sampah di ranah keluarga dapat dilakukan dengan memperbaiki atau menggunakan kembali barang yang masih layak pakai, seperti pakaian, perabot rumah tangga, atau peralatan elektronik yang rusak ringan. Langkah tersebut bukan hanya mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir, tetapi nilai positif lain yakni dapat mengurangi pengeluaran keluarga dan menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan.
Dengan penerapan secara konsisten habit positif tersebut, selain berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan, sudah barang jadi telah menanamkan nilai disiplin, tanggung jawab, dan kesadaran ekologis, serta menciptakan lingkungan yang sehat dan ramah bagi generasi melalui peran keluarga.
Tantangan
Penulis meyakini bahwa untuk mewujudkan kesadaran dan kontribusi nyata bagi keasrian planet biru perlu pembiasaan yang konsisten. Kesadaran tidak datang secara instan, melainkan dari upaya-upaya kecil yang dilakukan oleh anggota keluarga. Upaya tersebut merupakan bentuk konkret dari implementasi ramah lingkungan yang ditanamkan melalui peran keluarga. Tanpa komitmen dan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian bumi, segala bentuk uraian tersebut hanyalah wacana belaka.
Oleh karena itu, peran strategis keluarga dalam unit terkecil masyarakat dengan bijak mengelola sampah menjadi tantangan tersendiri. Dengan langkah optimal mengenai edukasi, pemilahan, serta mendaur ulang tentang bijak mengelola sampah di ranah keluarga, setidaknya dapat mengurangi jumlah penumpukan sampah yang tidak terkelola, khususnya sampah rumah tangga dengan persentase "penyumbang" sampah terbesar pada timbulan sampah nasional.
Selain itu, perlunya implementasi nyata dalam pola konsumtif di lingkup keluarga dalam mengurangi jumlah sampah. Mengurangi jumlah sampah bukan sebuah tantangan yang sulit apabila anggota keluarga dapat menerapkan beberapa hal, di antaranya membawa tas belanja secara mandiri ketika berbelanja di pasar dan semaksimal mungkin dapat mengurangi kantong plastik sekali pakai.
Selanjutnya, membeli makanan sesuai dengan porsi kebutuhan dengan tujuan tidak ada makanan yang terbuang sia-sia, serta menggunakan wadah makanan atau minuman yang dapat digunakan berulang kali. Seperti contoh menggunakan botol minuman dengan wadah kaca atau kedap udara yang dapat menggantikan plastik dan gabus sintetis yang merupakan "sampah abadi".
Dengan demikian, kontribusi kecil melalui kesadaran dan konsistensi akan pentingnya pengelolaan sampah melalui peran keluarga, secara tidak langsung telah merawat dan menjadi garda terdepan dalam menciptakan budaya peduli lingkungan. Upaya tersebut bukan hanya mengurangi pencemaran lingkungan, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem dan kualitas hidup manusia meskipun terlihat sederhana, secara kolektif memberikan dampak kompleks bagi planet biru yang berkelanjutan bagi generasi sekarang maupun di masa yang akan datang. Semoga. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.