Biodata Riza Chalid Raja Minyak Tersangka Korupsi Pertamina, Orang Terkaya Versi Globe Asia

Riza Chalid dikenal sebagai Raja Minyak, ia merupakan beneficial owner PT Orbit Terminal Merak.

Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: Evan Saputra
Kolase Tribunnews.com | Kompas.com/Shela Octavia
RIZA CHALID -- (kiri) Riza Chalid / (kanan) Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Kamis (10/7/2025 

BANGKAPOS.COM -- Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan raja minyak Riza Chalid sebagai tersangka kasus korupsi Pertamina 2025.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Riza sudah pernah dipanggil sebanyak tiga kali oleh penyidik untuk diperiksa, namun ia tidak pernah memenuhi panggilan penyidik.

Saat ini Riza Chalid dikabarkan tengah berada di Singapura.

Jauh sebelum Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka, anaknya yakni Muhammad Kerry Adrianto sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Pertamina pada Februari 2025.

Biodata Riza Chalid

Riza Chalid dikenal sebagai Raja Minyak, ia merupakan beneficial owner PT Orbit Terminal Merak.

Riza lahir pada 1960 dan memailiki seorang istri bernama Roestriana Adrianti alias Uchu Riza. Keduanya menikah pada 1985.

Setelah menikah, Riza dan istrinya dikaruniai dua anak, yakni Muhammad Kerry Adrianto dan Kenesa Ilona Rina.

Riza sempat mendirikan sebuah sekolah di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan pada 2004 dan membangun tempat bermain anak pada 2007.

Namun ia bersama sang istri lebih sering tinggal di Singapura. 

Riza Chalid adalah seorang pengusaha yang bergerak di sektor ritel mode dan perkebunan sawit.

Ia juga menjalankan bisnis di sektor lain, seperti industri minuman dan perdagangan minyak Bumi.

Selain itu, Riza memiliki sejumlah perusahaan yang menjalankan bisnisnya di Singapura, di antaranya Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum.

Dominasi Riza di sektor impor minyak membuat sosoknya dijuluki sebagai saudagar minyak atau the gasoline godfather.

Berdasarkan laporan Antara, Rabu (26/2/2025), Riza aktif dalam bisnis impor minyak melalui Pertamina Energy Trading Limited (Petral) yang merupakan anak perusahaan PT Pertamina.

Sosok Riza juga sering dihubungkan dengan beberapa skandal bisnis minyak, salah satunya Petral yang berbasis di Singapura.

Dilansir dari berbagai sumber, bisnis Riza mampu menghasilkan 30 miliar dollar AS atau sekitar Rp 486 triliun (asumsi kurs: Rp 16.216) per tahun.

Kekayaan Riza diperkirakan mencapai 415 juta dollar AS atau sekitar Rp 6,7 triliun.

Jumlah kekayaan tersebut menempatkan Riza sebagai orang terkaya ke-88 dalam peringkat Globe Asia pada 2015.

Kontroversi Riza Chalid

Selain korupsi Pertamina, nama Riza juga terseret dalam beberapa kasus besar.

Riza pernah mewakili PT Dwipangga Sakti Prima untuk membeli pesawat Sukhoi di Rusia.

PT Dwipangga Sakti Prima adalah perusahaan milik Mamiek Soeharto dan Bambang Trihatmodjo.

Perusahaan tersebut pernah terjerat skandal mark-up pengadaan pesawat Hercules pada 1996.

Selain itu, Riza juga terseret kasus eks Ketua DPR Setya Novanto terkait polemik perpanjangan izin operasi PT Freeport Indonesia.

Di dunia politik, Riza diduga menjadi pendukung dan penyokong dana untuk Prabowo Subianto saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.

Dugaan lainnya adalah Riza terlibat dalam pendanaan tabloid kontroversial Obor Rakyat dan membeli Rumah Polonia yang dijadikan markas tim pemenangan Prabowo-Hatta Rajasa ketika Pilpres.

Riza Chalid jadi Tersangka Korupsi

Kejaksaan Agung menetapkan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Tata Kelola Minya Mentah dan Produk Kilang pada PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Tahun 2018-2023.

Riza Chalid yang merupakan Beneficial Owner PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak, ditetapkan sebagai tersangka bersama delapan orang lainnya. D

irektur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar menjelaskan, Riza Chalid bersepakat dengan dua tersangka lain, yaitu Vice President Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina tahun 2011-2015 Alfian Nasution (AN), Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Tahun 2014 Hanung Budya (HB), dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak dan juga Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara, Gading Ramadhan Joedo (GRJ) menyewakan terminal BBM tangki Merak.

"Melakukan perbuatan secara bersama-sama dengan tersangka HB, AN dan GRJ secara melawan hukum untuk menyepakati penyewaan Terminal BBM Tangki Merak," kata Abdul Qohar saat konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (10/7/2025).

"Dengan melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina berupa memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak yang pada saat itu PT Pertamina belum memerlukan tambahan penyimpanan stok BBM," imbuhnya.

Selain itu, ketiganya juga diduga menghilangkan skema kepemilikan aset Terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama, serta menetapkan harga kontrak yang tinggi.

Selain Riza Chalid dan Hanung Budya, tujuh tersangka baru dalam kasus ini adalah Alfian Nasution (AN) selaku Vice President Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina (2011-2015); Toto Nugroho (TN) selaku SVP Integrated Supply Chain (2017-2018); dan Dwi Sudarsono (DS) selaku VP Crude & Product Trading ISC Kantor Pusat PT Pertamina (Persero) (2019-2020).

Kemudian, Arif Sukmara (AS) selaku Direktur Gas, Petrochemical & New Business PT Pertamina International Shipping (PIS); Hasto Wibowo (HS) selaku mantan SVP Integrated Supply Chain (2018-2020); Martin Hendra Nata (MH) selaku Business Development Manager PT Trafigura Pte. Ltd (2019-2021); dan Indra Putra (IP) selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi.

Atas perbuatannya, para tersangka diduga melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam perkara ini, Kejagung sebelumnya juga telah menetapkan sembilan orang tersangka. Salah satunya Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara, Gading Ramadhan Joedo (GRJ).

Selain itu ada pula Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

Kemudian Yoki Firnandi (YF) selaku pejabat di PT Pertamina International Shipping; Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga; dan Edward Corne (EC) selaku VP trading operation PT Pertamina Patra Niaga.

Dengan demikian, saat ini sudah ada 18 orang tersangka yang ditetapkan Kejagung terkait perkara ini.

Riza Chalid Belum Ditahan

Kejagung belum menahan Riza Chalid karena tersangka diduga masih berada di Singapura.

Saat ini, Kejagung tengah memburu Riza dengan menggandeng perwakilan kejaksaan Indonesia, khususnya di Singapura.

“Kami sudah ambil langkah-langkah karena informasinya ada di sana,” jelas Qohar di Gedung Kejagung, Jakarta dikutip dari Antara, Kamis (10/7/2025).

Qohar menambahkan, Kejagung sudah melayangkan panggilan pemeriksaan kepada Riza terkait kasus korupsi Pertamina, namun yang bersangkutan tidak pernah hadir.

“Langkah-langkah ini sudah kami tempuh untuk bagaimana kita bisa menemukan dan mendatangkan yang bersangkutan,” kata Qohar.

(Bangkapos.com/Kompas.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved