Berita Viral
Rekam Jejak Setya Novanto, Eks Ketua DPR yang Kini Bebas Bersyarat: Dari Sopir hingga Kasus Korupsi
Momen pembebasan bersyarat Setya Novanto itu terjadi jelang perayaan HUT ke-80 RI
Penulis: Vigestha Repit Dwi Yarda | Editor: M Zulkodri
BANGKAPOS.COM -- Rekam jejak Setya Novanto yang baru saja bebas usai terjerat kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) tahun 2011–2013.
Setya Novanto adalah mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).
Kini ia bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Baca juga: Nasib Ismet Syahputra Buntut Paksa Buka Masker Dokter Syahpri, Terancam Hukuman Penjara
Momen pembebasan bersyarat terhadap mantan Ketua Umum Partai Golkar itu terjadi jelang perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 RI.
Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), Rika Aprianti, menjelaskan keputusan pembebasan bersyarat didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan tertanggal 15 Agustus 2025, dengan nomor PAS-1423 PK.05.03 Tahun 2025.
"Pada tanggal 16 Agustus 2025 dikeluarkan dari Lapas Sukamiskin dengan Program Bersyarat," kata Rika dalam keterangan resminya, Minggu (17/8/2025).
Sebelumnya, Setya Novanto dihukum selama 15 tahun penjara.
Namun, pada awal Juli 2025, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya.
Sehingga vonis terhadap Setya Novanto berkurang hingga menjadi 12 tahun 6 bulan penjara.
Dan kini, Setya Novanto sudah menjalani hukuman penjara selama hampir 8 tahun sejak ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada November 2017.
Dengan begitu, status hukum Setya Novanto berubah dari narapidana menjadi klien pemasyarakatan di bawah pengawasan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung.
Ia tetap diwajibkan menjalani bimbingan dan melapor secara berkala sesuai ketentuan yang berlaku.
"(Setya Novanto) mendapatkan bimbingan dari Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Bandung sampai tanggal 1 April 2029," lanjut Rika.
Rekam Jejak Setya Novanto
Setya Novanto merupakan pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, pada 12 November 1955. Tahun ini, memasuki usia 70 tahun.
Ia lahir pasangan R Soewondo Mangunratsongko dan Julia Maria Sulastri.
Mengenai akademisnya, Setya Novanto menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar (SD) di Bandung, Jawa Barat.
Ketika Sekolah Menengah Pertama (SMP), ia pindah ke Jakarta. Ia sekolah di SMP Negeri 73 Tebet.
Pada tahun 1970, ia masuk ke SMA Negeri 9 Jakarta.
Dikutip dari TribunnewsWiki.com, Setya Novanto melanjutkan pendidikan di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, jurusan akuntansi.
Di kampus tersebut, ia lulus pada tahun 1979.
Kemudian, Setya Novanto melanjutkan pendidikan di Universitas Trisakti Jakarta jurusan akuntansi manajemen dan selesai pada tahun 1983.
Karier Setya Novanto
Setya Novanto pernah bekerja sebagai sopir dan pembantu rumah tangga.
Pekerjaan itu, dilakukannya ketika sedang menempuh pendidikan di Universitas Trisakti.
Bahkan, Setya Novanto menumpang di rumah keluarga Hayono Isman, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga.
Ia bertugas mengantar anak-anak Hayono Isman ke sekolah, mencuci baju, dan membersihkan lantai rumah.
Sementara itu, untuk membiayai hidup ketika kuliah di Universitas Widya Mandala Surabaya, Setya Novanto berjualan beras.
Kehidupan mulai berubah setelah ia lulus kuliah.
Pada tahun 1987, Setya Novanto menjadi Komisaris Utama PT Nagoya Plaza Hotel, yang diemban hingga tahun 2004.
Pada tahun 1999, Setya Novanto terpilih sebagai anggota DPR RI dari Partai Golkar.
Ia lantas terpilih sebagai anggota dewan, hingga tahun 2009 menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar.
Politisi Partai Golkar itu, juga pernah menjadi Ketua DPR RI periode 2014-2019.
Terjerat Kasus Korupsi E-KTP
Namun, di tengah masa jabatannya, ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.
Kasus korupsi e-KTP yang menyeret Setya Novanto ini, berawal dari kicauan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Saat itu, Nazaruddin mengungkap adanya aliran uang korupsi proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR, termasuk Setya Novanto yang diduga kecipratan uang senilai 2,6 juta dollar AS.
Keterlibatan Setya Novanto dalam kasus ini, menguat setelah namanya disebut dalam sidang.
Setya Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.
Dari total anggaran tersebut, sebanyak 51 persen atau Rp 2,662 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja riil proyek.
Sementara sisanya, sebanyak 49 persen atau Rp 2,5 triliun dibagi-bagi ke sejumlah pihak.
Berdasarkan fakta persidangan tersebut, KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka pada 17 Juli 2017.
Dalam perkembangannya, Setya Novanto lantas melakukan upaya perlawanan hukum dengan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pada 29 September 2017 hakim mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto dan menyatakan penetapan tersangka Novanto tidak sah karena tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku.
KPK terus mengusut kasus Setya Novanto serta kembali menetapkannya sebagai tersangka.
Tak tinggal diam, Setya Novanto kembali mengajukan praperadilan pada 10 November 2017.
Namun, proses hukum Setya Novanto ini diwarnai berbagai drama.
Pasalnya, sejak ditetapkan sebagai tersangka, Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI tak pernah memenuhi panggilan KPK dengan berbagai alasan.
Mulai dari sakit hingga meminta KPK menunggu proses praperadilan selesai.
Hingga akhirnya KPK mendatangi kediaman Setya Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada 15 November 2017.
Namun, upaya paksa KPK saat itu tidak berhasil membawa Setya Novanto.
Drama Kecelakaan hingga Aksi di Sidang Perdana
Pada 17 November 2017, Setya Novanto dikabarkan mengalami kecelakaan. Mobil yang ditumpanginya menabrak menabrak tiang lampu.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu, dilarikan ke RS Medika Permata Hijau, Jakarta Barat.
Saat itu, pengacara membuat pernyataan bila kepala Setya Novanto mengalami benjolan sebesar bakpao.
Akibat drama tersebut, pengacara Fredrich Yunadi dijatuhi hukum terkait kasus perintangan penyidikan.
Selanjutnya, KPK menjemput Setya Novanto dari Rumah Sakit, kemudian mengantarnya ke RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, untuk menjalani perawatan karena mengalami luka-luka saat kecelakaan.
Selanjutnya, Setya Novanto ditahan KPK pada 19 November 2017.
Saat menjalani sidang perdana pada 13 Desember 2017, Setya Novanto kembali berulah.
Ia tak mau berbicara sama sekali dan memperlihatkan raut orang yang sedang dalam kondisi tidak sehat.
Padahal, hasil pemeriksaan dokter, Setya Novanto dinyatakan sehat dan bisa menjalani persidangan.
Upaya tersebut, diduga dalam rangka mengulur waktu karena pada waktu bersamaan PN Jakarta Selatan membacakan putusan praperadilan yang diajukan Setya Novanto.
Setelah menjalani beberapa kali persidangan, Setya Novanto dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Ia divonis 15 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Setya Novanto diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
Majelis hakim juga mencabut hak politik Setya Novanto selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidana.
Selanjutnya, Setya Novanto melakukan perlawanan hukum.
Melalui kuasa hukumnya, Novanto mengajukan Peninjauan Kembali pada Rabu (28/8/2019).
Perkara tersebut diregistrasi Mahkamah Agung pada 6 Januari 2020 selanjutnya Permohonan PK didistribusikan ke majelis hakim pada 27 Januari 2020.
Permohonan PK diputus dalam waktu yang lama kurang lebih 1.956 hari.
Mahkamah Agung mengabulkan PK Setya Novanto.
Perkara nomor: 32 PK/Pid.Sus/2020 yang diajukan Setya Novanto diperiksa dan diadili oleh ketua majelis Surya Jaya dengan hakim anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono. Panitera Pengganti Wendy Pratama Putra. Putusan dibacakan pada Rabu, 4 Juni 2025.
Dengan putusan PK tersebut Setya Novanto dihukum lebih ringan dari vonis, yakni menjadi 12 tahun dan 6 bulan dari yang semula 15 tahun penjara.
Setya Novanto menjadi warga binaan Lapas Sukamiskin atas kasus tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999.
(Bangkapos.com/Tribunnews/Tribun Wiki)
Nasib Ismet Syahputra Buntut Paksa Buka Masker Dokter Syahpri, Terancam Hukuman Penjara |
![]() |
---|
Profil Ismet Syaputra, Paksa Buka Masker dan Caci Maki Dokter Syahpri, Emosi Ibunya Lama Ditangani |
![]() |
---|
Alasan Bripda Farhan Kabur Jelang Akad Nikah Terbongkar, Ternyata Masalah Mental |
![]() |
---|
Kisah Haru Kevin Silaban, Tinggalkan Jenazah Ayah Demi Pimpin Paskibraka HUT RI, Dapat Simpati Warga |
![]() |
---|
Profil dan Sosok Kevin Silaban, Tetap Kibarkan Merah Putih Meski Ayah Baru Wafat, Ingin Jadi Akpol |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.