Bangka Pos Hari Ini
Modal Triliunan Tapi Masih Tekor, Pengusaha Udang Vaname Sebut Biaya Produksi Tak Sebanding Hasil
Usaha budidaya udang Vaname terkesan menggiurkan. Apalagi melihat data penjualan dari Bangka Belitung ke luar daerah yang mencapai triliunan rupiah.
BANGKAPOS.COM, BANGKA - Usaha budidaya udang Vaname terkesan menggiurkan. Apalagi melihat data penjualan dari Bangka Belitung ke luar daerah yang mencapai angka triliunan rupiah. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Babel mencatat penjualan udang Vaname di triwulan II tahun 2025 ini tembus sekitar Rp9,1 triliun.
Kendati begitu, pengusaha udang Vaname di Babel menyebut hasil itu tidak sebanding dengan biaya operasional dan modal yang dikeluarkan. Walaupun bisa memanen hasil udang Vaname sebanyak 200 ton per satu siklus atau sekitar empat bulan budidaya, pemasukan bersih pengusaha masih jauh di bawah hitungan kertas.
“Usaha tambak udang ini kelihatannya menjanjikan, tapi kalau dihitung detail justru sangat berat. Modal sudah triliunan, biaya bulanan miliaran, tapi hasil yang masuk tidak menutup semua kebutuhan,” kata Ali Muhti, pimpinan PT Semeru Teknik, perusahaan budidaya udang Vaname di Bangka Selatan.
Ditemui Bangka Pos di kantornya di Sungailiat, Kabupaten Bangka, Senin (18/8/2025), Ali Muhti menyebut biaya produksi yang luar biasa besar tak sebanding dengan pemasukan yang diperoleh. Belum lagi soal harga jual hasil budidaya yang terkadang stagnan.
Ali menjelaskan untuk membuka satu unit kolam tambak dengan ukuran 2.000 meter persegi, pihaknya harus mengeluarkan biaya sedikitnya Rp500 juta hanya untuk pembebasan lahan. Jumlah itu belum termasuk pembangunan infrastruktur dasar, instalasi listrik, kincir air, hingga sistem pemeliharaan.
“Kalau punya 40 kolam, hitung saja. Itu sudah lebih dari Rp20 miliar hanya untuk lahan. Belum lagi peralatan, pompa, genset cadangan, dan biaya lain-lain,” ujarnya.
Tak berhenti di modal awal, biaya operasional pun membengkak. Menurutnya, pengeluaran bulanan bisa lebih dari Rp1 miliar. Dari angka itu, Rp300 juta hanya untuk listrik, terutama karena tambak membutuhkan suplai energi besar untuk menggerakkan kincir air yang vital bagi kelangsungan hidup udang.
“Kalau kincir mati, udang bisa stres dan mati massal. Makanya listrik tidak boleh putus. Itu sebabnya biaya listrik membengkak. Belum lagi pakan, perawatan alat, pembelian mesin, sampai gaji tenaga kerja dan tim peneliti keluar lagi duit Miliaran,” kata Ali Muhti.
Baca juga: Rp9 Triliun Tak Terserap Jadi PAD, Babel Belum Mampu Ekspor Udang Vaname
Dengan pengeluaran sebesar itu, hasil panen ternyata tidak menutup kebutuhan. Satu kolam tambak rata-rata menghasilkan sekitar 5 ton udang per siklus. Jika 40 kolam panen, maka total produksi sekitar 200 ton.
Jika harga jual udang Rp60 ribu per kilogram, penghasilan kotor bisa mencapai Rp12 miliar sekali panen. Namun, itu masih sebatas perhitungan kasar.
“Realitanya lebih kecil. Udang itu tidak semuanya survive, banyak yang mati sebelum panen. Jadi hasil bersih bisa jauh di bawah hitungan kertas dan harga cenderung akan kembali turun mengingat pasar tidak baik baik saja,” tegas Ali.
Ia mengakui, tambak udang dulu digadang-gadang sebagai pengganti industri tambang di Bangka Belitung. Namun, menurutnya kenyataan di lapangan berbanding terbalik. “Kami sudah habis-habisan, tapi ujungnya banyak tekor,” ucapnya.
Lebih jauh, Ali menyebut kini para petambak berada di persimpangan sulit. Jika usaha tambak ditutup, maka semua peralatan yang dibeli dengan harga fantastis akan terbengkalai dan rusak. Namun jika tetap dijalankan, Ali Muhti menyinggung pepatah hidup segan mati tak mau.
“Kalau ditutup, alat hancur percuma. Kalau tetap dijalankan, risiko juga tinggi, apalagi kalau ada penyakit. Itu bisa habis dalam sekejap,” ujarnya.
Komoditas teratas
Diberitakan sebelumnya, berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, penjualan udang Vaname menempati posisi teratas jika diurutkan berdasarkan nilai rupiahnya. Tercatat di kuartal II tahun 2025 ini, sebanyak 5.361.949 kilogram (Kg) udang Vaname terjual ke luar daerah. Angka penjualannya mencapai Rp9.154.535.260.361 atau sekitar Rp9,1 triliun.
Sayangnya, jumlah penjualan itu tidak secara maksimal terserap menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Babel. Pasalnya, setelah dijual ke luar daerah, udang Vaname dari Babel justru diekspor ke mancanegara. Negara di Eropa dan Amerika menjadi tujuan ekspor hasil budidaya Indonesia tersebut.
Kepala Bidang Pengembangan Usaha Perikanan Budidaya dan Pengolahan Hasil Perikanan DKP Babel, Arief Febrianto mengatakan hasil panen udang vaname dari tambak-tambak lokal di Babel tidak bisa langsung diekspor ke pasar internasional.
Para pelaku usaha terpaksa mengirim hasil panen ke Jakarta atau Lampung terlebih dahulu untuk diolah sesuai standar global, baru kemudian diekspor. Menurutnya, praktik ini membuat daerah kehilangan potensi PAD nonpajak yang semestinya bisa diperoleh jika ekspor dilakukan langsung dari Babel.
“Manfaat langsung bagi Babel menjadi berkurang. Kita hanya menikmati dampak tidak langsung seperti perputaran ekonomi lokal di tingkat tambak, tapi bukan penerimaan ekspor resmi. Potensi tersebut akan terus mengalir keluar daerah. Kurang maksimal bagi PAD Babel,” kata Arief saat dihubungi Bangka Pos pada Rabu (13/8).
Arief menambahkan saat ini ada beberapa komoditas perikanan yang bisa langsung diekspor dari Babel. Di antaranya adalah udang kipas, ikan tenggiri, kerapu, dan beberapa jenis ikan lainnya.
“Tapi udang vaname berbeda. Unit pengolahan ikan kita di Babel masih berada di tahap menengah, sementara pasar udang ini lebih banyak ke Eropa dan Amerika yang menuntut standar pengolahan yang lebih tinggi. Karena itu, udang vaname dikirim segar dulu ke daerah lain untuk diproses sesuai standar, lalu baru diekspor,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala UPT Badan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BPPMHKP) DKP Babel, Dedy, menambahkan bahwa produksi udang vaname di Babel rata-rata mencapai 15.000–22.000 ton per tahun. Dengan harga rata-rata Rp48 ribu per kilogram, nilai penjualan bisa mencapai sekitar Rp1,056 triliun.
Meski produksinya besar, tren pertumbuhan budidaya udang vaname di Babel tidak menunjukkan kenaikan signifikan dalam tahun terakhir. Bahkan, sejumlah petambak mengeluhkan harga jual yang fluktuatif dan cenderung menekan margin keuntungan.
“Banyak pelaku tambak yang bilang harga kurang bersahabat, sehingga mereka tidak bersemangat meningkatkan produksi. Ini juga menjadi tantangan, karena ketika harga rendah, produksi cenderung turun,” kata Dedy.
Punya potensi
Badan Mutu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Bangka Belitung menilai Babel punya potensi besar untuk menjadi daerah pengekspor udang Vaname. Bukan hanya dari sisi produksi udang Vaname, tapi juga kesiapan BMKKP sebagai garda terdepan dalam menjamin kualitas udang Vaname dalam kegiatan ekspor.
Kepala BMKKP Babel, Dedy Arief Hendriyanto mengatakan produksi udang Vaname di Babel rata-rata mencapai 15.000–22.000 ton per tahun. Jumlah ini setara dengan 1 persen dari total target produksi udang nasional yang berada di kisaran 2 juta ton per tahun.
Meski kontribusi produksi cukup besar, Babel belum bisa melakukan ekspor langsung udang Vaname ke luar negeri, termasuk ke Amerika Serikat yang merupakan pasar terbesar udang. Pengiriman harus melalui Jakarta atau Lampung terlebih dahulu, sehingga harga yang diterima tetap mengacu pada harga domestik, bukan harga ekspor.
“Sekarang Babel untuk udang Vanamie kita kirim ke Jakarta atau Lampung dulu baru di ekspor, harga yang berlaku tetap harga domestik. Misalnya udang ukuran 60 di Jawa harganya Rp68.000 per kilogram, ketika jual dari Babel jauh lebih rendah karena biaya logistik,” kata Dedy saat ditemui Bangka Pos di kantornya, Senin (12/8).
Dedy menjelaskan sebetulnya ekspor langsung sangat memungkinkan jika fasilitas penyimpanan dan pembekuan di Babel sudah memenuhi standar internasional, terutama standar pasar Amerika yang merupakan pasar terbesar Indonesia untuk udang vaname.
“Babel belum memiliki fasilitas pembekuan (cold storage) udang bisa disimpan beku hingga setahun dan dikirim langsung sesuai jadwal pasar,logistik kita juga belum terpenuhi. Sebenarnya bisa saja udang dikemas dan dibekukan di sini, sehingga PAD Babel bertambah. Tambak udang banyak, tetapi proses hilirisasi belum ada, sarana kurang memadai, dan belum ada investor yang mau berinvestasi di sini,” ungkapnya.
Ia mencontohkan, Babel sudah mampu melakukan ekspor langsung untuk komoditas lain, seperti cumi-cumi ke Malaysia dan Singapura, serta ikan dan udang kipas ke Australia. “Untuk komoditas itu semua pengemasan dan pembuatan dokumen ekspor dilakukan di Babel, sehingga pendapatan daerah meningkat signifikan,” tegasnya.
“Kalau udang tambak seperti vaname bisa diekspor dengan pola yang sama, kontribusinya terhadap PAD Babel pasti besar,” tambahnya.
Peluang pasar internasional untuk udang Indonesia disebut Dedy sangat terbuka. India, yang menjadi eksportir udang terbesar dunia, kini dikenai tarif perdagangan 50 persen oleh Amerika Serikat, sedangkan Indonesia hanya 19 persen. “Ini peluang besar bagi udang vaname kita tentu pembeli lebih memilih Indonesia yang memiliki tarif lebih murah sebelum tarif ini berubah tentu harus dimanfaatkan sebaik mungkin,” ujarnya.
Namun, pasar Amerika mensyaratkan standar mutu yang ketat, termasuk pemeriksaan Food and Drug Administration (FDA) yang melarang kandungan antibiotik tertentu. “Kalau tidak ada jaminan mutu, bisa langsung ditolak. Badan Mutu KKP adalah kompetent authority yang berwenang menjamin hal itu,” tegasnya.
Dedy juga menjelaskan bahwa udang yang dikirim ke Amerika umumnya tanpa kepala karena kepala dianggap limbah di sana. Padahal, jika diolah di Babel, kepala udang bisa dijual untuk pasar lokal atau industri lain, menambah nilai ekonomi.
Selain pengolahan, ia menekankan pentingnya pembinaan kepada pelaku usaha perikanan, yang menjadi tugas dinas terkait di daerah. Badan Mutu KKP sebagai inspektorat siap mendampingi agar pelaku usaha memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan, termasuk sertifikasi HACCP.
“Kalau kita punya fasilitas, SDM terlatih, dan koordinasi yang baik, Babel tidak hanya jadi penghasil udang, tapi juga eksportir langsung,potensi sangat besar,” pungkasnya. (x1)
Bangka Pos Hari Ini
Udang Vaname di Babel
Tambak Udang Vaname
udang vaname
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP)
Hamzah 4 Hari Hanyut di Laut, Kapal Nelayan Tenggelam Dihantam Gelombang Besar, 8 ABK Masih Hilang |
![]() |
---|
Prabowo Ultimatum Jenderal TNI-Polri, Jika Bekingi Tambang Ilegal akan Ditindak Tegas |
![]() |
---|
Mohamed Salah Buru Rekor, Liverpool Hadapi Bournemouth di Laga Pembuka Liga Primer |
![]() |
---|
Bawaslu Pangkalpinang Teruskan Dugaan Pelanggaran Netralitas ASN ke BKN |
![]() |
---|
Megawati Tunjuk Hasto Kristiyanto Jadi Sekjen PDIP Lagi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.