Pilkada Bangka 2025

Lima Menit untuk Lima Tahun, Pilkada Ulang sebagai Representasi Kekuatan Suara Rakyat

Representasi politik tersebut diwujudkan melalui kehadiran masyarakat yang signifikan dalam kontestasi politik, dalam hal ini Pilkada

IST/Ariandi.
Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung, Ariandi A Zulkarnain. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA — Hari pencoblosan Pilkada Ulang 2025 Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang, besok Rabu (27/8/2025) menjadi momen untuk menunjukan kekuatan suara rakyat.

Kebebasan rakyat dalam menentukan pilihan terhadap calon pemimpinnya, dalam politik elektoral menggambarkan kualitas demokrasi berkenaan dengan sebanyak apa masyarakat yang memberikan hak pilihnya.

Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung (UBB), Ariandi A Zulkarnain menilai representasi politik tersebut diwujudkan melalui kehadiran masyarakat yang signifikan dalam kontestasi politik, dalam hal ini Pilkada.

“Tentu dengan tingginya angka golput akan memberikan dampak terkait dengan sistem pemerintahan kita. Ketika golput cukup tinggi, maka itu bisa menurunkan legitimasi pemerintahan yang nantinya dipilih oleh rakyat,” kata Ariandi kepada Bangkapos.com, Selasa (26/8/2025). 

Menurut dia, tingginya angka golput juga berkontribusi terhadap melemahnya representasi politik lantaran demokrasi ideal seharusnya menuntut bagaimana rakyat mendistribusikan hak pilihnya secara langsung.

Kemudian, ada resiko yang terjadi apabila terdapat banyak kasus money politic. Perlunya antisipasi terhadap manipulasi politik dalam ruang Pemilu. 

“Masyarakat yang tidak datang (ke TPS-red), bisa saja berpotensi suaranya digunakan untuk kepentingan politik tertentu,” ucapnya.

Oleh karena itu, penting untuk ditekankan perihal partisipasi pemilih supaya hak suara masyarakat dapat disalurkan ke dalam bilik suara sebagaimana hak yang diberikan oleh negara kepada pemilih.

Lebih lanjut, Ariandi menjelaskan apabila terjadi banyaknya golput, hal tersebut akan menghambat konsolidasi demokrasi. Oleh karena itu, dengan banyaknya pilihan pada Pilkada Ulang 2025 ini, diharapkan dapat dipahami oleh masyarakat ketika berada di bilik suara.

“Kemudian yang tidak kalah penting adalah pembiayaan. Ketika pelaksanaan Pemilu, pembiayaan itu sudah diberikan oleh negara secara signifikan sehingga jangan sampai nantinya kita tidak hadir ke TPS, justru kita mengabaikan pembiayaan yang sudah ada,” tuturnya.

Ariandi menegaskan, hal-hal yang tidak kalah penting lainnya yakni bahwa Pemilu sangat bergantung dengan kesadaran pemilih untuk mendistribuskan hak suaranya.

Kata dia, pada akhirnya representasi rakyat dilakukan dengan sarana Pemilu. Dengan begitu, maka menjadi akses bagi publik untuk menentukan pilihan politiknya.

Tahun 2024 meskipun golput tinggi, tapi rakyat membuktikan bahwa representasi politik menentukan kontestasi.

“Jadi bagaimana pun rakyat memegang peran penting untuk menentukan siapa yang akan memimpin daerah mereka selama lima tahun kedepan dan sangat menentukan bagaimana kualitas pembangunan kedepan,” ujarnya.

Oleh karena itu, ketika masyarakat tidak peduli dengan hak suaranya, Ariandi menilai bahwa itu akan sangat beresiko bagi pembangunan kedepannya. 

Menurutnya, Pemilu adalah agenda yang menjadi jembatan untuk representasi politik masyarakat sehingga harus digunakan dengan sebaik-baik mungkin.

“Lima menit di bilik suara, itu menentukan lima tahun kedepan. Dan pemilu bukan sekedar mengganti elit, melainkan agenda untuk rakyat supaya bisa hadir dalam pengambilan keputusan melalui pilihan politik yang diberikan,” ucapnya.

Lebih lanjut, dirinya juga berharap agar pemilih datang ke bilik suara bukan karena adanya money politik ataupun dimobilisasi, melainkan datang dengan rasa kesadaran.

“Karena perhelatan pemilu ini untuk membangun daerah yang lebih baik. Mudah-mudahan ini menjadi bagian penting dalam tumbuh kembangnya demokrasi lokal kita,” sambungnya.

Terlebih lagi, banyaknya atensi dari badan dan lembaga pemerintahan di tingkat pusat terhadap Pilkada Ulang 2025 Bangka dan Pangkalpinang ini seolah menjadi ‘Laboratorium Politik’ untuk diamati.

Sebab, yang terjadi dalam pelaksanaan Pilkada Ulang ini dinilai cukup berdinamika, baik dari penyelenggara maupun peserta pemilu itu sendiri. 

Oleh karena itu, ketika nantinya Pilkada Ulang ini dapat menjadi contoh atau wujud dari demokrasi yang tumbuh akibat sumbatan politik di tahun 2024, Ariandi menyebut bahwa bukan tidak mungkin Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka menjadi ‘Laboratorium Politik’ di masa yang akan datang untuk melihat bagaimana perbaikan-perbaikan demokrasi dapat dilakukan.

“Salah satunya mungkin menjadi rekomendasi terhadap penyempurnaan undang-undang Pemilu dan sebagainya, saya kira itu menjadi masukan. Dan seluruh pihak akan mengambil atensi dan peran masing-masing untuk menunjukan eksistensi,” imbuhnya.

(Bangkapos.com/Arya Bima Mahendra)

Sumber: bangkapos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved