Opini

Negeri Serumpun Sebalai, Menuju Penambangan Timah yang Berkeadilan dan Berkemakmuran

Dalam Undang-undang MINERBA ini terhias Berkeadilan dan Berkemakmuran Rakyat, yang mengisaratkan bahwa “Negara ...

|
Istimewa/ dok H. Abdul Fatah, M.Si
Drs. H. Abdul Fatah, M.Si, 

Oleh: Drs. H. Abdul Fatah, M.Si, Pemerhati Suara Rakyat

BANGKA Belitung merupakan penghasil Timah terbesar di tanah air, mencapai 90 persen dari total produksi Timah di Indonesia. Penambangan Timah di Bangka Belitung  mulai di lakukan secara masif ketika orang Eropa datang di Bumi Nusantara. Hal ini di tandai dengan berdirinya 3 Perusahaan penambangan Timah pada abad ke-18/sekitar tahun 1724 dan dalam perjalanannya antara tahun 1953-1958 ke Tiga Perusahaan Timah asing tersebut di Nasionalisasi menjadi Perusahaan Negara. 

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki cadangan Timah mencapai 800.000 Ton atau 17 ?ri cadangan Timah Dunia sebesar 4,74 Juta Ton. 

Dalam analisis Pertambangan Perusahaan Mineral dan Batu Bara/ 2010 menyebutkan; kandungan logam Timah di dominasi oleh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang menguasai 90 persen potensi Timah Indonesia. 
PT. Timah.Tbk dalam operasional penambangannya, menguasai lahan garapan seluas 284.288,82 Ha/ atau 17,3?ri wilayah Kepulauan Bangka Belitung.

Bangka Belitung dengan kepemilikan Sumber Daya Alam yang sedemikian rupa, tentu masyarakatnya berpengharapan akan dapat menyentuh sendi kehidupan seluruh lapisan Masyarakat Negeri Serumpun Sebalai, sebagaimana di muat dalam bingkai Konstitusi Negara RI “Bumi dan Air dan Kekayaan Alam yang Terkandung di Dalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.  

Menafsir pelaksanaan perekonomian dan kesejahteraan rakyat; pasal 33 ayat (3) Konstitusi Negara RI UUD 1945, Pemerintah dalam konteks Pertambangan, sebagaimana beberapa kali telah di ubah, dan terakhir melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-undang MINERBA Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 

Dalam Undang-undang MINERBA ini terhias Berkeadilan dan Berkemakmuran Rakyat, yang mengisaratkan bahwa “Negara Memberikan Kesempatan yang sama Bagi seluruh Masyarakat di Alam Bumi Pertiwi, yang bermaksud menyandarkan Ekonomi Kehidupan pada sektor Pertambangan” yang secara tersirat terformulasi pada bagian ke tiga wilayah Pertambangan Rakyat pada pasal 20, 21 dst pasal 26. 

Anak Negeri Histeris 
Regulasi WPR/IPR dari tahun 2019 hingga saat ini tahun 2025, telah menghiasi laman Undang-Undang Mineral dan Batu Bara, dan manakala dikonversi dengan masa jabatan Penyelenggara Negara, ini memberi makna menyamai tiga kali masa pergantian Penyelenggara Negara.

Lebih jauh lagi, hal ini menggambarkan bahwa dalam masa 25 tahun tersebut, Indonesia dengan penduduk 286.693.693 jiwa/data Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil ( DUKCAPIL/ Kementerian Dalam Negeri/per-Juni 2024), yang menebar di 38 Provinsi, 514 Kabupaten dan 98 Kota; belum mampu mengejawantahkan Regulasi turunan dari Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Bukankah fantastis, manakala Masyarakat berlari, berteriak  dan meringis karena di kejar-kejar oleh APH. Sedangkan mereka adalah bagian masyarakat yang Ihkitiar kehidupan ekonominya bersandar pada sektor penambangan Timah. 
Masyarakat tahu dan mampu membedakan di mana mereka berdiri  baik tataran legal maupun ilegal dalam konteks penambangan Timah. Berdiri di dua sisi ini kesemuanya dilatar belakangi motivasi penuh warna, yaitu; a). masyarakat berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidup primer dengan mengambil kiasan “Bila tidak dilakukan Ibu mati, dan Bila dilakukan dirinya yang mati/ di proses dan dipenjara”. 
b). Masyarakat menyampaikan protes atas haknya dan menyuarakanya dalam bentuk multi kreatif kepada Pemerintah; atas kekurangdaya’an dalam menjabarkan turunan Peraturan Perundang-undangan di atasnya. 
c). Serakah. Masyarakat penambang menengah dan ke atas sengaja setiap detik mencari-cari peluang untuk mendapatkan kekayaan melalui penambangan ilegal yang merugikan Negara: (1). Jaksa Agung, menjelaskan asal usul kerugian Negara Rp300 T, dalam dugaan korupsi di wilayah usaha Pertambangan PT. Timah. Tbk/ periode 2015 – 2022; (2). Kepala Pusat Penerangan dan Kejaksaan Agung, Harli Seregar tanggal 31 Des 2024, menyebut nilai spesifik jumlah kerugian korupsi pengelolahan Tata Niaga Timah adalah sebesar Rp.300.003.263.938,14; (3). Pemerintah dalam bersih-bersih tambang elegal telah membentuk satgas yaitu satgas Nanggala dan satgas Halilintar.

Satgas Nanggala (internal) PT. Timah Merupakan inisiatif dari pihak PT.Timah.Tbk. Satgas Halilintar merupakan inisiatif Pemerintah dengan melibatkan APH; untuk menekan praktek penambangan ilegal dan memperbaiki tata kelola PerTimahan Nasional.

Masyarakat Penambang Berteriak 
Bergerak dan merengsek masuk kedalam Gedung kantor PT.Timah. Tbk melakukan aksi Demo Akbar pada tanggal 6 Oktober tahun 2025 di Jalan Sudirman Kota Pangkalpinang tidak dapat diterjemahkan lain, selain merupakan titik kulminasi dari rasa lelah berlarian, berteriak dan meringis di kejar-kejar APH, serta berbagai keresahan mengharu biru yang muncul di antaranya karena:

1). Harga Timah murah;
2). Tidak ada pihak yang membeli Timah Masyarakat karena takut dengan aktifitas Satgas yang di bentuk Pemerintah/Satgas Halilintar dan Satgas Nanggala yang di bentuk PT. Timah Tbk; dan
3). PT. Timah Tbk mempercepat pembayaran pembelian Timah dari Masyarakat. 

Menyikapi teriakan masyarakat penambang Timah, para stakeholder menyampaikan maklumat yaitu: a. Direktur Utama PT. Timah Tbk/Restu Widiyantoro setelah berunding dengan tataran staf PT. Timah dan kelompok masyarakat penambang “setuju memenuhi tuntutan para penambang untuk menaikan harga beli pasir Timah stannum (SN) 70 atau kadar 70 persen dari Rp.260.000 menjadi Rp300.000/kg”. 
b.  Kemudian Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Hidayat Arsani didampingi oleh Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Didit Srigusjaya, Dirut PT. Timah Tbk Restu Widiyantoro dan Anggota DPR RI Bambang Pati Jaya, menemui para Penambang (demonstran) yang menyampaikan aspirasi atas ketidakstabilan harga Timah dan keberadaan Satgas menegaskan kembali bahwa:

1). Satgas dihentikan sementara waktu, sebenarnya Satgas tidak melakukan penangkapan, Satgas  hanya melindungi dan menjaga IUP nya, supaya orang yang bekerja di IUP PT.Timah Tbk di berikan Izin, inilah gunanya Satgas;
2). Di sisi lain juga memastikan tuntutan masyarakat terkait kenaikan harga Timah SN 70 persen menjadi Rp. 300.000” juga sudah sepakat”,
3). Tuntutan pembayaran terkait pembelian Timah dari masyarakat akan segera di penuhi oleh jajaran PT. Timah Tbk.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved