Opini

Ekonomi Babel Lesu, Penjualan Properti Lelang di KPKNL Minimalis

Fenomena ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan refleksi dari perlambatan ekonomi yang terjadi akibat dampak ...

Istimewa/ dok Arif Eko Prasetyo
Arif Eko Prasetyo, S.E., Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Bangka Belitung 

Oleh :  Arif Eko Prasetyo, S.E., Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Bangka Belitung

KANTOR Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pangkalpinang merupakan institusi strategis dalam pengelolaan aset negara dan pelaksanaan lelang di wilayah Bangka Belitung. KPKNL Pangkalpinang memiliki peran strategis dalam pengelolaan aset negara dan pelaksanaan lelang. Namun, dalam kurun waktu Januari–Agustus 2025, capaian pokok lelang hanya mencapai Rp35,68 miliar atau 35,19 persen dari target tahunan. Angka ini jauh menurun dibandingkan capaian tahun 2024 sebesar Rp168,91 miliar dan tahun 2023 sebesar Rp89,02 miliar.

Penurunan ini menjadi indikator penting perlambatan ekonomi yang terjadi di Bangka Belitung. Minimnya pembelian melalui lelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pangkalpinang menjadi sorotan penting dalam dinamika ekonomi Bangka Belitung tahun 2025. Fenomena ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan refleksi dari perlambatan ekonomi yang terjadi akibat dampak sistemik dari kasus korupsi tata niaga timah.

Kasus ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga mengguncang sendi-sendi sosial dan ekonomi masyarakat Bangka Belitung yang selama ini bergantung pada sektor pertambangan timah. Kasus korupsi ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang luas bagi masyarakat Bangka Belitung. Kasus korupsi tata niaga timah yang menyeret puluhan pengusaha dan pejabat telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun. Sebanyak 5 smelter disita oleh Kejaksaan Agung, menyebabkan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan. PT Timah Tbk mengungkapkan bahwa 2.000 dari 4.000 karyawannya terancam PHK jika target produksi tidak tercapai. Selain itu, smelter seperti PT Tinindo mengalami lonjakan PHK, dengan 42 dari 47 kasus PHK terjadi pada Juli 2025.

Perekonomian Bangka Belitung pada triwulan I 2025 tumbuh sebesar 4,60 % (y-on-y), meningkat dari 1,01 % pada triwulan I 2024. Pertumbuhan ini didorong oleh sektor industri pengolahan dan pertambangan, terutama setelah ekspor logam timah kembali dilakukan sejak Januari 2025. Pada triwulan II 2025, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4,09 % (y-on-y), dengan kontribusi utama dari industri smelter timah dan pertambangan yang tumbuh masing-masing sebesar 7,83?n 9,22 % . Daya beli masyarakat Bangka Belitung mengalami penurunan signifikan pada tahun 2025. Inflasi tahunan tercatat sebesar 1,13 % pada triwulan I dan 1,34 % pada triwulan II, menunjukkan tekanan harga yang relatif terkendali namun tidak diimbangi oleh peningkatan pendapatan masyarakat. Pasar tradisional sepi pembeli, dan banyak pedagang mengeluhkan modal usaha yang tidak berputar. 

Ketergantungan masyarakat terhadap industri timah telah menciptakan kerentanan ekonomi yang tinggi. Penutupan smelter dan PHK massal menyebabkan peningkatan pengangguran dan ketimpangan sosial. Perubahan perilaku belanja masyarakat mencerminkan krisis kepercayaan terhadap institusi dan ketidakpastian hukum. Masyarakat cenderung menahan belanja besar dan enggan berinvestasi, termasuk melalui mekanisme lelang. Ketergantungan ekonomi terhadap sektor pertambangan membuat masyarakat rentan terhadap guncangan eksternal. Kasus korupsi timah tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga menimbulkan krisis kepercayaan terhadap institusi negara. Pengangguran meningkat, kemiskinan bertambah, dan ketimpangan sosial semakin nyata.

Perubahan pola konsumsi masyarakat mencerminkan upaya bertahan di tengah ketidakpastian Masyarakat Bangka Belitung kini menghadapi ketidakpastian ekonomi yang tinggi. Daya beli menurun, konsumsi rumah tangga melemah, dan masyarakat cenderung menahan belanja besar, termasuk melalui mekanisme lelang. Objek lelang seperti tanah, kendaraan, dan aset sitaan tidak lagi menarik minat karena keterbatasan likuiditas dan kekhawatiran terhadap status hukum aset. Berbagai elemen masyarakat menyuarakan keprihatinan atas lambannya penanganan kasus korupsi timah. Koalisi masyarakat sipil menuntut transparansi dan akuntabilitas. Sementara itu, pemerintah daerah berupaya mendorong diversifikasi ekonomi melalui sektor pariwisata, UMKM, dan perikanan. Namun, pemulihan kepercayaan dan ekonomi membutuhkan waktu dan komitmen jangka panjang.

Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap mekanisme lelang, perlu dilakukan reformasi tata kelola aset dan lelang. KPKNL harus lebih proaktif dalam menyosialisasikan manfaat lelang dan menjamin kepastian hukum objek lelang. Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi dalam memulihkan ekonomi Bangka Belitung melalui pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan. Minimnya pembelian lelang bukan sekadar masalah teknis, tetapi cerminan krisis multidimensi yang harus ditangani secara komprehensif. Untuk mengatasi krisis ini, diperlukan reformasi tata kelola pertimahan dan diversifikasi ekonomi. Sektor pariwisata, UMKM, dan perikanan dapat menjadi alternatif yang berkelanjutan. KPKNL Pangkalpinang perlu mengoptimalkan lelang barang rampasan dan aset negara dengan pendekatan yang lebih transparan dan inklusif. Sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat sangat penting untuk memulihkan kepercayaan dan stabilitas ekonomi.

KPKNL Pangkalpinang perlu mengoptimalkan lelang barang rampasan dan aset negara dengan meningkatkan transparansi dan kepercayaan publik. Sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat. Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang manfaat dan mekanisme lelang dapat meningkatkan partisipasi dan memperkuat peran KPKNL dalam pemulihan ekonomi daerah. Minimnya pembelian melalui lelang di KPKNL Pangkalpinang bukan sekadar angka statistik, melainkan cerminan dari krisis ekonomi dan sosial yang lebih dalam. Kasus korupsi timah telah mengguncang fondasi ekonomi Bangka Belitung, dan pemulihan membutuhkan pendekatan holistik yang mencakup reformasi hukum, sosial, dan ekonomi. Lelang sebagai instrumen penegakan hukum dan distribusi aset harus dikembalikan fungsinya sebagai sarana yang adil dan transparan untuk mendukung pembangunan daerah. (*/E1)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved