Anggota Dewan Pers Sebut Salah Besar Jika Prabowo Anggap Media Tak Independen Beritakan Reuni 212

Editor: fitriadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Calon Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto memberikan sambutan usai menyaksikan pengukuhan Relawan Gerakan Nasional Cinta Prabowo (GNCP) Kaltim di Balikpapan Sport and Convention Center (DOME), Minggu (25/11/2018). Prabowo Subianto beserta rombongan menyapa dan memberikan arahan kepada ribuan pendukungnya di Kaltim terkait Pilpres 2019.

Selain itu, pemberitaan tentang reuni 212 di beberapa media, diklaim sangat minim dan tidak proporsional.

Sehingga menurutnya, wajar jika Prabowo mengkritik hal tersebut.

Umat muslim mengikuti aksi reuni 212 di Kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (2/12/2018). Aksi tersebut sebagai reuni akbar setahun aksi 212. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Gerindra mempertimbangkan untuk melaporkan persoalan ini ke Dewan Pers.

"Jika dibilang 50 ribu ya kelewatan."

"Sebab faktanya ada kejadian begitu besar, melibatkan demikan besarnya orang, kemudian diberitakan hanya sekian."

"Bahkan ada yang tidak memberitakan. Wajar dong dikritik?" ucap Habiburokhman.

Habiburokhman mengatakan pihaknya juga sedang mendata sejumlah media online yang "sengaja menyudutkan dan mencitrakan Prabowo negatif dalam pemberitaan".

Baca: Beruntungnya Maia Estianty Miliki Suami yang Tak Cuma Kaya tapi Juga Mau Masak Untuk Manjakan Istri

Ia mencontohkan berita mengenai Prabowo kesulitan ajukan kredit ke Bank Indonesia.

"Itu kan bahasa spontan saja."

"Tapi yang kami curigai, media menggorengnya seolah-olah menunjukkan Prabowo bodoh dan tidak paham BI tidak bisa mengucurkan kredit," imbuhnya.

"Kalau orang normal, pasti tidak ada kecenderungan keinginan mem-framing."

"Seharusnya dipahami yang dimaksud Prabowo adalah bank-bank di Indonesia."

Habiburokhman mengklaim kritik mantan panglima Kostrad itu adalah bagian dari menegakkan demokrasi.

Ia menampik anggapan yang menyebut capres ini meniru gaya Presiden AS Donald Trump yang berupaya mendelegitimasi media dengan begitu, publik akan lebih memercayai media sosial yang penuh hoaks.

"Kita tidak tahu Donald Trump. AS dan Indonesia jauh berbeda. Tidak mungkin meniru ke sana," tukasnya.

Halaman
1234

Berita Terkini