"Artinya Indonesia sangat bisa menjual BBM berkualitas dengan harga terjangkau jika Pemerintah transparan," ungkapnya.
Puput kembali mencontohkan, misal harga ekspor Pertamina ke Malaysia Rp 4.300 per liter dikalikan 12,5 persen.
"Hasilnya Baru BBM RON 98 ini harganya Rp 5.700 per liter, kalau ditambah cukai untuk mengantisipasi kondisi ketidakmenentuan harganya jadi Rp 6.500 per liter" imbuhnya.
"Kalau mau setinggi-tingginya jadi Rp 7.000 per liter, itu juga masih terjangkau oleh masyarakat," sambung Puput.
Sebab harga BBM RON 98 ini hanya naik Rp 500 rupiah jika dibandingkan Premium (RON 88) dan lebih rendah dari harga Pertalite (RON 90).
"Selain itu dengan penggunaan BBM berkualitas, jarak tempuh kendaraan bisa makin jauh dibanding Premium dan Pertalite karena lebih irit," tegas Puput.
Jadi yang digaris bawahi KPBB, Presiden Joko Widodo mengatasi masalah ini bersama Kementerian ESDM, Pertamina, BPH Migas, dan Menteri Keuangan dalam transparansi kebijakan harga BBM.
"Dan dengan restrukturisasi harga BBM, penghapusan Premium dan Pertalite, Solar dengan CN (Cetane Number) 48 hingga Dexlite CN 51 tidak akan berindikasi pada peningkatan harga BBM," kata Puput.
Puput menambahkan, transparansi harga BBM ini harus mengikuti kaidahnya yaitu accountable dan auditable atau bisa dipertanggung jawabkan serta dapat diaudit.
"Kalau BBM mau impor juga silakan asal mengikuti kaidah transparansi, kalau saat ini kan tidak transparan akhirnya negara kita disetir oleh oil trader atau istilahnya mafia migas," sarannya.
"Jadi agar negara lebih merdeka dari mafia migas, kuncinya restrukturisasi harga BBM yang transparan," tutup Puput