BANGKAPOS.COM, JAKARTA -
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Reformasi dan Birokrasi (Kemenpan RB) menyatakan sejumlah tenaga honorer tidak bisa ikut seleksi CPNS maupun PPPK.
Para honorer tersebut akan dijadikan tenaga alih daya atau outsourcing sesuai kebutuhan instansi dan keuangan daerah.
Setidaknya ada 12 jenis tenaga honorer di pemerintahan akan dijadikan outsourcing.
Sedangkan sbagian tenaga honorer lain akan diangkat menjadi PNS melalui proses seleksi dengan syarat memenuhi kriteria yang sudah ditentukan.
Kebijakan ini seiring rencana pemerintah menghapus seluruh tenaga honorer yang bekerja di berbagai instansi pemerintah pusat maupun daerah.
Baru-baru ini, Kemenpan RB menerbitkan surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Surat Menpan RB ini ditujukan kepada para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi pemerintah.
Satu di antara isinya menegaskan seluruh instansi pemerintah pusat maupun daerah diminta menuntaskan status kepegawaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan eks-Tenaga Honorer Kategori II) paling lambat 28 November 2023.
PPK juga diminta untuk menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat atau tidak lulus seleksi Calon PNS dan PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu tanggal 28 November 2023.
Dengan demikian, pegawai pemerintah mulai 2023 nanti hanya ada dua jenis, yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Honorer yang akan diangkat jadi PNS diprioritaskan untuk tenaga guru, tenaga kesehatan, tenaga penyuluh pertanian/perikanan/peternakan, dan tenaga teknis.
Plt Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kemenpan RB Mohammad Averrouce menyebut, tenaga honorer yang saat ini sudah bekerja di instansi pemerintahan akan diangkat menjadi CPNS, tetapi dengan proses seleksi.
"Dengan proses seleksi CASN pengangkatannya," kata Averrouce, dilansir dari Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Mengacu pada PP 48/2005, ada sejumlah hal yang perlu dipahami terkait pengangkatan tersebut.
Sedangkan tenaga honorer lainnya akan dijadikan tenaga kerja melalui sistem outsourcing alias alih daya.
Saat ini setidaknya 12 jenis tenaga honorer yang tidak masuk kategori untuk diangkat jadi PNS.
Di antara 12 jenis honorer tersebut yakni, cleaning service, petugas keamanan atau security, pramutamu, sopir, pekerja lapangan penagih pajak, penjaga terminal, pengamanan dalam, penjaga pintu air. Satu lagi operator komputer.
Dengan penghapusan tenaga honorer di instansi pemerintahan, maka kebutuhan akan tenaga kebersihan dan tenaga keamanan dipenuhi melalui tenaga alih daya (outsourcing) dengan biaya umum bukan gaji.
Tenaga outsourcing sebagai alih daya tersebut dipekerjakan di instansi pemerintahan untuk melakukan tugas penunjang.
Menpan RB Tjahjo Kumolo mengatakan untuk memenuhi kebutuhan terkait pekerjaan mendasar seperti tenaga kebersihan (cleaning service) dan tenaga keamanan (sekuriti) disarankan untuk dipenuhi melalui tenaga alih daya (outsourcing) dengan biaya umum dan bukan biaya gaji.
Nasib honorer jika tak lulus tes PNS dan PPPK
Para honorer harus mengikuti seleksi jika ingin diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) menegaskan
pengangkatan honorer menjadi PNS atau PPPK tidak dilakukan secara serta merta. Honorer harus mengikuti seleksi dan sesuai persyaratan yang berlaku.
Selain itu, tidak semua tenaga honorer diberikan kesempatan mengikuti seleksi PNS maupun PPPK.
Bagaimana nasib honorer jika tidak lulus seleksi CPNS atau PPPK?
Kemenpan-RB baru-baru ini mengeluarkan Surat Edaran bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan surat edaran tersebut, jika honorer tidak lolos atau tidak memenuhi persyaratan tes PNS dan PPPK, akan dilakukan pengangkatan pegawai melalui pola outsourcing (tenaga alih daya) sesuai kebutuhan Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D).
Namun, pengangkatan pegawai outsourcing dilakukan sesuai kebutuhan dan diharapkan dilakukan dengan mempertimbangkan keuangan dan sesuai karakteristik Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D).
“Jadi PPK pada K/L/D tetap bisa mempekerjakan outsourcing sesuai kebutuhannya, bukan dihapus serta merta,” kata Menpan-RB Tjahjo Kumolo dikutip dari laman resmi Kemenpan.go.id pada Jumat (3/6/2022).
Tjahjo menjelaskan instansi pemerintah yang membutuhkan tenaga lain seperti pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan juga dapat dilakukan melalui tenaga alih daya (outsourcing) oleh pihak ketiga.
Poin lain dalam surat edaran tersebut berisi larangan kepada seluruh instansi pemerintah pusat maupun daerah mengangkat pegawai di luar status PNS dan PPPK.
Seluruh instansi pemerintah pusat maupun daerah diminta menuntaskan status kepegawaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan eks-Tenaga Honorer Kategori II) paling lambat 28 November 2023.
Permintaan ini ditujukan kepada para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi pemerintah.
PPK juga diminta untuk menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat atau tidak lulus seleksi Calon PNS dan PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu tanggal 28 November 2023.
Namun, Tjahjo Kumolo menegaskan pengangkatan pegawai melalui pola outsourcing sesuai kebutuhan diharapkan dilakukan dengan mempertimbangkan keuangan dan sesuai dengan karakteristik masing-masing Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D).
“Jadi PPK pada K/L/D tetap bisa mempekerjakan outsourcing sesuai kebutuhannya, bukan dihapus serta merta,” kata Tjahjo.
Menteri Tjahjo mengungkapkan, pemerintah menaruh perhatian khusus terhadap penyelesaian dan penanganan tenaga honorer yang telah mengabdi di lingkungan instansi pemerintah.
Langkah ini dilakukan seiring dengan pelaksanaan reformasi birokrasi, khususnya penataan SDM aparatur dan penguatan organisasi instansi pemerintah.
Langkah strategis dan signifikan telah dilakukan pemerintah untuk penanganan tenaga honorer sesuai kesepakatan dengan DPR-RI (7 Komisi Gabungan DPR RI yaitu Komisi I, II, III, VIII, IX, X, dan XI ).
Menteri Tjahjo menerangkan, penyelesaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan THK-II) ini merupakan amanat dari UU No. 5/2014 tentang ASN.
Pasal 96 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK pun menyebutkan bahwa Pegawai non-ASN yang bertugas di instansi pemerintah dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan, dalam jangka waktu paling lama 5 tahun sejak PP tersebut diundangkan.
“PP No. 49/2018 diundangkan pada 28 November 2018, maka pemberlakuan 5 tahun tersebut jatuh pada tanggal 28 November 2023 yang mengamanatkan status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah terdiri dari dua jenis, yaitu PNS dan PPPK,” imbuh Menteri Tjahjo.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut, dalam rangka penataan ASN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, PPK diminta untuk melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing.
“Dan bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan atau diberikan kesempatan mengikuti seleksi calon PNS maupun PPPK,” imbau Menteri Tjahjo.
PP Manajemen PPPK mengamanatkan, PPK dan pejabat lain di instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN.
Dengan demikian, PPK diamanatkan menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN.
Tjahjo menegaskan bahwa amanat PP ini justru akan memberikan kepastian status kepada pegawai non-ASN untuk menjadi ASN karena ASN sudah memiliki standar penghasilan/kompensasi.
Sedangkan dengan menjadi tenaga alih daya (outsourcing) di perusahaan, sistem pengupahan tunduk kepada UU Ketenagakerjaan, dimana ada upah minimum regional/upah minimum provinsi (UMR/UMP).
“Kalau statusnya honorer, tidak jelas standar pengupahan yang mereka peroleh,” jelas mantan Menteri Dalam Negeri ini. (Bangkapos.com/Fitriadi)