BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Sejumlah saksi mahkota dalam persidangan perkara korupsi BTS Kominfo, mengaku mendapatkan ancaman.
Bahkan, ada saksi mahkota bernama Irwan Hermawan diancam akan dibuldoser.
Menurut saksi, ancaman itu terjadi saat perkara korupsi BTS Kominfo mulai diusut Kejaksaan Agung.
Terungkapnya ancaman ini disampaikan oleh saksi mahkota bernama Galumbang Menak Simanjuntak, kawan eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif, saat sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Baca juga: Nama Menpora Dito Ariotedjo Terseret Dalam Kasus Korupsi BTS Kominfo, Dibongkar Saksi Mahkota
Di hadapan Majelis Hakim, Galumbang menceritakan bahwa temannya, Irwan Hermawan yang juga duduk di kursi saksi mahkota mendapat ancaman sampai hendak dibuldoser.
"Ancamannya akan dibuldoser. Begitu, Yang Mulia," ujar Galumbang dalam persidangan lanjutan kasus korupsi BTS Kominfo.
Menurut pengakuan Galumbang, saat itu Irwan dan beberapa orang lain mendatanginya.
Kepada Galumbang, mereka mengadu kerap mendapat ancaman dari orang tak dikenal.
Bahkan mereka mengadu sembari menangis.
"Waktu itu Pak Irwan sering main ke tempat saya, ada beberapa yang datang, mengadu. Saya lihat ada yang nangis-nangis dan sebagainya, diancam dan sebagainya," katanya.
Karena itulah Galumbang menemui sosok pengacara bernama Edward Hutahaean dalam rangka meminta bantuan.
"Akhirnya saya bersedia ketemu dengan Pak Edward," ujarnya.
Sebelum Galumbang, Anang Latif sudah terlebih dulu menemui pengacara tersebut.
Begitu posisi Anang Latif ada di luar negeri, Galumbang pun diminta untuk mewakilinya bertemu Edward Hutahaean.
Menurut penuturan Galumbang di persidangan, sosok Edward Hutahaean itu menawarkan bantuan untuk menyelesaikan alias mengamankan perkara.
"Waktu itu Pak Anang ada di luar negeri. Tapi sebelum di luar negeri beliau juga sudah bercerita ke saya, 'Pak ini ada kasus. Ada orang namanya Edward Hutahaean menawarkan untuk menyelesaikan,'" kata Galumbang.
Pengakuan Galumbang Menak ini kemudian menjadi fakta persidangan atas tiga terdakwa: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; dan Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto.
Selain mereka bertiga, terkait korupsi BTS ini juga sudah ada tiga terdakwa lain pada perkara split, yakni: Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Para terdakwa telah dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Teruntuk Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Nama Menpora Dito Ariotedjo Terseret
Nama Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Dito Ariotedjo terseret dalam kasus korupsi BTS Kominfo.
Kemarin, Selasa (26/9) pengadilan menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pengadaan tower BTS BAKTI Kominfo.
Dalam sidang lanjutan tersebut, ada nama Menpora Dito Ariotedjo.
Saksi mahkota bernama Irwan Hermawan merupakan sosok yang membongkar peran Dito Ariotedjo dalam pusaran rasuah menara BTS ini.
Menurut Irwan sebagai saksi yang disumpah di persidangan, dirinya pernah bertemu dengan Dito Ariotedjo di rumah yang beralamat di Jalan Denpasar.
Pertemuan itu diinisiasi oleh anak buah Galumbang Menak Simanjuntak.
Galumbang juga duduk di kursi saksi mahkota pada persidangan kemarin.
"Pada saat itu saya diajak teman saya yang namanya Resi. Beliau bekerja dengan Pak Galumbang, anak buah Pak Galumbang," ujar Irwan di dalam persidangan.
Irwan mengungkapkan bahwa pertemuan itu berkaitan dengan penyelesaian perkara korupsi BTS Kominfo saat masih awal-awal diusut Kejaksaan Agung.
Sebenarnya, Dito bukanlah pihak yang pertama kali ditemui terkait penyelesaian atau pengamanan perkara.
Sebelumnya upaya pengamanan perkara sudah dilakukan melalui dua pihak atas perintah eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif.
Pihak pertama ialah seorang pengacara bernama Edward Hutahaean.
Kemudian yang kedua ialah pengusaha nikel, Windu Aji Susanto.
"Siapa yang suruh?" tanya Hakim Ketua Fahzal Hendri.
"Di saat mendapat tekanan, Pak Anang datang ke Pak Galumbang untuk menyelesaikan," ujar Irwan.
Namun upaya pengamanan perkara melalui keduanya gagal.
Alhasil, Windu merekomendasikan agar Irwan dan Galumbang menghubungi seseorang bernama Haji Oni.
Dari Haji Oni inilah Dito Ariotedjo dan Resi menjadi penghubung dengan Galumbang dan Irwan.
"Pada saat Pak Windu merasa gak berhasil (mengamankan perkara), bawa ke Haji Oni. Besoknya ada pesan dari Haji Oni ke Dito."
"Lalu beliau besokknya menitip pesan ke Dito melalui resi, untuk berikutnya langsung berhubungan dengan Haji Oni tapi tidak dengan orang yang kemarin, artinya tidak melalui Saya dan Windu," kata Irwan, menjelaskan.
Untuk mengamankan perkara ini melalui Dito Ariotedjo, Irwan Hermawan menggelontorkan dana Rp 27 miliar.
Uang tersebut merupakan bagian dari ratusan miliar rupiah yang dia kutip dari para rekanan proyek BTS Kominfo atas perintah Anang Achmad Latif.
"27 miliar," kata Irwan.
"Siapa itu?" tanya Hakim Fahzal Hendri.
"Pada saat itu saya tidak serahkan langsung, titip ke teman namanya Resi dan Windi. Terakhir namanya Dito."
"Pada saat itu namanya Dito saja. Belakangan saya ketahui Dito Ariotedjo," ujar Irwan.
Eks Menkominfo Johnny G Plate Bersaksi
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate bakal menjadi saksi mahkota dalam persidangan lanjutan kasus korupsi tower BTS 4G hari ini, Rabu (27/9/2023).
Dirinya akan disumpah sebagai saksi mahkota dalam persidangan tiga terdakwa, yakni: Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, dan Mukti Ali.
Selain Johnny G Plate, ada pula eks Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif yang menjadi saksi mahkota hari ini.
"Saksi-saksi untuk sidang perkara Galumbang Menak, Irwan Hermawan, dan Mukti Ali pada hari Rabu tanggal 27 September 2023, sebagai berikut: Anang Achmad Latief, Johnny Gerard Plate," kata penasihat hukum Irwan dan Galumbang, Maqdir Ismail saat dihubungi pada Selasa (26/9/2023) malam.
Kemudian ada pula Yohan Suryanto, Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) akan bersaksi dalam persidangan kali ini.
Baik Johnny Plate, Anang Latif, maupun Yohan Suryanto telah menjadi terdakwa dalam perkara korupsi BTS ini juga. Namun persidangan mereka berbeda Majelis Hakim dengan Irwan, Galumbang, dan Mukti Ali.
Tak hanya itu, dua tersangka juga akan menjadi saksi mahkota dalam persidangan hari ini.
Mereka ialah kurir saweran, Windi Purnama dan pemegang pekerjaan power system, Muhammad Yusrizki Muliawan.
"Yohan Suryanto, Windi Purnama, Muhammad Yusrizki Muliawan," kata Maqdir.
Sebagai informasi, terkait perkara BTS ini, totalnya sudah ada enam orang yang duduk di kursi pesakitan: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Tiga di antaranya, yakni Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan tak hanya dijerat korupsi, tapi juga tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kemudian ada dua orang yang perkaranya tak lama lagi dilimpahkan ke pengadilan, ialah Direktur Utama Basis Investments, Muhammad Yusrizki Muliawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama.
Yusrizki dijerat pasal korupsi, sedangkan Windi Purnama TPPU.
Lalu seiring perkembangan proses persidangan, ada empat tersangka yang telah ditetapkan, yakni: Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BAKTI Kominfo, Elvano Hatohorangan; Kepala Divisi Backhaul/ Lastmile BAKTI Kominfo, Muhammad Feriandi Mirza; Direktur Utama PT Sansaine Exindo, Jemmy Sutjiawan; dan Tenaga Ahli Kominfo, Walbertus Natalius Wisang.
Keempatnya dijerat dugaan korupsi dalam kasus BTS ini.
Terkhusus Walbertus, selain dijerat korupsi juga dijerat dugaan perintangan proses hukum.
Mereka yang dijerat korupsi, dikenakan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian yang dijerat TPPU dikenakan Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara yang dijerat perintangan proses hukum dikenakan Pasal 21 atau Pasal 22 Jo. Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(Tribunnews.com/Ashri Fadilla)