BANGKAPOS.COM, - Kemeriahan perayaan natal tahun ini terasa sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya di Palestina.
Saat ini serangan Israel ke wilayah Palestina, seperti Gaza dan Tepi Barat makin menggila dan membabi buta.
Korban sipil pun berjatuhan, tak hanya umat muslim, umat agama lain pun seperti Kristiani ikut menjadi korban kekejaman Israel.
Anak-anak dan wanita, gedung-gedung fasilitas umum hingga tempat ibadah tak luput dari serangan zionis Israel.
Miris, disaat umat Kristiani di negara lain merayakan natal dengan meriah, sebaliknya dengan yang ada di Palestina.
Sebuah gereja di Kota Betlehem, Tepi Barat, Palestina tak bisa merayakan natal seperti tahun-tahun sebelumnya.
Mereka harus hidup prihatin di tengah invasi zionis Israel ke Tepi Barat dan wilayah Palestina Israel.
Seorang pendeta di Betlehem, bernama Munzir Ishak dari Gereja Natal Evangelis Lutheran di Betlehem bahwa tahun ini mereka tidak akan merayakan natal seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Kami tidak ingin merayakannya,” kata pendeta Munzir Ishak, Rabu (6/12/2023).
Bagaimana mereka mau merayakan natal sementara Israel terus menggempur wilayah mereka.
Akhirnya mereka hanya membuat gundukan yang melambangkan pohon natal dengan menumpuk puing-puing gedung yang runtuh.
Aksi tersebut juga sebagai tanggapan atas serangan Israel di Gaza.
“Sementara genosida sedang dilakukan terhadap rakyat kami di Gaza, kami tidak bisa merayakan kelahiran Yesus Kristus tahun ini dengan cara apa pun."ujarnya.
Dilaporkan gereja-gereja di wilayah pendudukan Palestina menahan diri dari kegiatan perayaan yang berlebihan.
Dan juga membatasi perayaan Natal hanya pada doa dan ritual keagamaan.
Oleh karena itu, alih-alih mendekorasi pohon Natal tahun ini, gereja memilih dekorasi yang terbuat dari puing-puing yang melambangkan kehancuran di Gaza.
Dekorasinya berupa gundukan yang terbuat dari potongan beton di sekitar pohon zaitun, dan di tengah gundukan itu ditempatkan mainan boneka bayi untuk mengingatkan bayi yang terperangkap di bawah puing-puing, mengutip Anadolu Agency.
Di sekitar reruntuhan ini disusun ranting-ranting pohon yang patah, berbagai ikon, dan lilin.
Ishak mengatakan, menampilkan hiasan reruntuhan sebagai pengganti dekorasi Natal di gereja dilakukan untuk dunia.
“Pesan kami kepada diri kami sendiri adalah ini: Tuhan beserta kita dalam penderitaan ini. Kristus lahir dalam solidaritas dengan mereka yang menderita dan menderita. Tuhan menyertai mereka yang tertindas,” katanya.
Kedua, pendeta tersebut juga ingin memberi tahu gereja-gereja di seluruh dunia:
"Sayangnya, Natal di Palestina seperti ini. Baik Kristen atau Muslim, ini adalah situasi yang kita alami di Palestina. Kita dihadapkan pada perang genosida yang menargetkan seluruh warga Palestina. Sayangnya, ketika kita memikirkan kelahiran Bayi Kristus, kita memikirkan bayi-bayi yang dibunuh secara brutal di Gaza," dia menambahkan.
Para pemuka agama Kristen menyoroti bahwa serangan Israel terhadap Gaza telah mematikan semangat Natal.
Amerika Berikan Senjata ke Israel
Berdasarkan investigasi yang dilakukan Amnesty International, diduga sistem panduan senjata buatan Amerika Serikat (AS), digunakan dalam dua serangan udara Israel di Gaza pada bulan Oktober 2023.
Akibat serangan udara Israel itu 43 warga sipil di Gaza tewas.
Fragmen sistem panduan Joint Direct Attack Munitions (JDAM) buatan AS ditemukan di reruntuhan rumah yang hancur di lingkungan Deir al-Balah di Gaza tengah, menurut sebuah laporan yang dirilis pada Selasa (5/12/2023) oleh Amnesty International.
"JDAM adalah perangkat pemandu yang mengubah bom jatuh bebas yang tidak terarah menjadi amunisi 'pintar' yang akurat dan mampu melawan cuaca buruk," menurut Angkatan Udara AS.
Israel memang dilaporkan menggunakan berbagai macam senjata dan amunisi Amerika.
Namun laporan Amnesty International adalah salah satu upaya pertama untuk menghubungkan senjata buatan Amerika dengan serangan tertentu yang menyebabkan sejumlah besar warga sipil tewas.
CNN tidak dapat memverifikasi temuan Amnesty International secara independen.
Laporan tersebut menjelaskan lebih lanjut bahwa Amnesty International mengatakan para ahli senjata dan "analis penginderaan jarak jauh" memeriksa citra satelit dan foto rumah-rumah.
Dan tampak pecahan persenjataan yang ditemukan dari puing-puing yang hancur.
Akibat dua serangan ini, 19 anak-anak, 14 perempuan, dan 10 laki-laki tewas, klaim laporan tersebut.
Amnesty International menguraikan tidak menemukan indikasi apa pun soal sasaran militer yang berada di lokasi serangan udara tersebut.
Dalam laporan yang dibagikan organisasi hak asasi manusia menekankan bahwa penggunaan senjata AS untuk serangan semacam itu harus menjadi peringatan mendesak bagi pemerintahan Presiden Joe Biden.
Pada Rabu (6/12/2023), Juru bicara Amnesty International, Matt Miller mengatakan Departemen Luar Negeri AS sedang meninjau laporan tersebut.
"Kami telah menjelaskan dalam diskusi kami dengan para pemimpin Israel bahwa kami sangat prihatin terhadap perlindungan warga sipil dalam konflik ini," kata Miller.
"Kami berharap Israel hanya menargetkan sasaran yang sah dan mematuhi hukum konflik bersenjata," lanjutnya.
IDF: Laporan Bias
Dalam sebuah pernyataan kepada CNN, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyebut laporan tersebut "cacat, bias dan prematur, berdasarkan asumsi tidak berdasar mengenai operasi IDF".
IDF mengaku menyesalkan segala kerugian yang ditimbulkan terhadap warga sipil atau properti sipil sebagai akibat dari operasinya.
Tentara Israel juga akan mengkaji seluruh operasinya agar menjadi lebih baik.
Dilansir dari Al Monitor, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan lebih dari 80 persen warga Palestina di Gaza menjadi pengungsi akibat pemboman Isreal.
Israel pun mendesak orang-orang untuk meninggalkan sisi utara Gaza ke selatan agar tidak terkena serangan.
Di tengah serangan yang sedang berlangsung oleh faksi-faksi yang didukung Iran di wilayah tersebut, sistem pertahanan Arrow Israel mencegat rudal yang ditembakkan oleh pemberontak Houthi di Yaman, IDF melaporkan, dikutip dari Reuters.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Garudea prabawati)