Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah

Asui Raup Rp1,5 Miliar per Minggu dari Hasil Jual Bijih Timah Ilegal ke Perusahaan Smelter

Penulis: Hendra CC
Editor: Hendra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang lanjutan kasus korupsi timah dengan terdakwa tiga petinggi perusahaan smelter swasta di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/10/2024). Suyatno Alias Asui, pengepul atau kolektor bijih timah mengaku menjual bijih timah yang ia dapatkan dari penambang ilegal ke perusahaan smelter swasta menggunakan jasa dari broker.

BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Suyatno Alias Asui, pengepul atau kolektor bijih timah mengaku menjual bijih timah yang ia dapatkan dari penambang ilegal ke perusahaan smelter swasta menggunakan jasa dari broker.

Pengakuan itu diungkapkan Asui saat hadir sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi timah dengan terdakwa Rosalina selaku General Manager Operasional PT Tinindo Internusa, Robert Indarto selaku Direktir Utama PT Sariwiguna Binasentosa dan Suwito Gunawan selaku Beneficial Owner PT Stanindo Inti Perkasa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/10).

Mulanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya ke Asui soal sumber bijih timah yang ia kumpulkan
selama ini.

Asui pun menyebut bijih-bijih timah yang ia dapatkan berasal dari penambang rakyat atau penambang ilegal yang kerap beroperasi di wilayah Izin Usaha Penambangan (IUP) PT Timah Tbk.

“Timah-timah yang saudara saksi dapatkan itu dari mana?” tanya Jaksa.

“Dari penambangan masyarakat pak,” kata Asui.

Setelah itu Jaksa mendalami kemana bijih-bijih timah tersebut Asui jual usai dikumpulkan dari penambang masyarakat.

Awalnya Asui mengaku bijih timah tersebut ia jual ke PT Timah pada tahun 2018 silam.

Namun setelah Jaksa mendalami kemana lagi penjualan bijih timah itu, ia pun mengaku juga menjualnya ke smelter swasta.

“Pernah ke SBS pak waktu 2017,” kata Asui.

“Selain ke SBS, langsung aja saksi biar gak putusputus?,” cecar Jaksa.

“Ke Asin Pak (Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa Hassan Tjie),” ujar Asui.

Kemudian tak berhenti disitu, Jaksa pun mengorek tata cara Asui ketika menjual bijih-bijih timah
tersebut.

Hingga pada akhirnya terungkap bahwa kolektor tersebut menjual bijih timah menggunakan jasa
broker lantaran tidak bisa menjual bijih itu secara langsung.

“Kemudian cara saksi menjual ke SBS dan ke VIP caranya gimana? Apakah saksi langsung menjual?,”
tanya Jaksa.

“Saya lewat broker pak,” kata Asui.

“Maksudnya gimana tuh?,” tanya Jaksa.

“Ada kolektor lagi,” ucap Asui.

“Bisa tidak saksi menjual secara langsung ke smelter?,” tanya Jaksa.

“Engga bisa pak harus pakai broker,” jelasnya.

Asui menuturkan, bahwa broker-broker tersebut merupakan kolektor perorangan yang ditunjuk oleh
smelter-smelter swasta yang akan membeli bijih-bijih timah tersebut.

Nantinya dia menjual bijih-bijih itu menggunakan dua cara yakni mengirimkan ke broker atau broker tersebut yang menjemput bijih timah ke Asui.

“Kalau dari Hassan Tjie dia yang jemput pak. Kalau SBS saya yang antar,” kata Asui.

Asui pun mengatakan dalam sepekan dirinya bisa menjual bijih timah ke dua smelter swasta itu sebanyak 7 hingga 15 ton.

Sementara uang yang dihasilkan dari penjualan tersebut Asui mampu meraup uang senilai Rp1 miliar
hingga Rp1,5 miliar.

“Untuk per minggu itu ada 7 ton sampai 15 ton,” ucap Asui.

“Uangnya?,” tanya Jaksa.

“Uangnya kadang-kadang 1 M, ada yang di bawah 1 M juga,” tutur Asui.

“1 M sampai 1,5 M ya?,” tanya Jaksa memastikan.

“Iya kurang lebih segitu,” pungkas Asui.

Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara
akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.

Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara
di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat
hingga pembayaran bijih timah. (tribunnews.com)

Berita Terkini