Pernah pada suatu waktu, keluarga Abah Guru Sekumpul hanya menyantap sebungkus nasi yang dibagi menjadi empat porsi dan sayur gedebok pisang.
Keluarga Abah Guru Sekumpul juga hanya tinggal di rumah tua tanpa kamar dan atap yang berlubang. Kehidupan masa kecil Abah Guru Sekumpul yang demikian membuat beliau memiliki jiwa yang tegar.
Masa muda beliau diisi dengan perjalanan mencari ilmunya dengan berguru kepada sejumlah ulama terkemuka. Hingga pada usia 33 tahun, Abah Guru Sekumpul menikah dengan Juwairiyah binti H. Sulaiman. Pernikahan beliau dengan Juwairiyah tidak dikaruniai keturunan.
Kemudian beliau menikah lagi dengan Noor Laila binti KH. Abdul Muin Kandangan dan dianugerahi 2 anak laki-laki. Saat wafat pada 10 Agustus 2005, Abah Guru Sekumpul meninggalkan 3 orang istri dan 2 orang anak.
Riwayat Pendidikan Abah Guru Sekumpul
Sejak kecil, Abah Guru Sekumpul telah mendapat pendidikan agama dari kedua orang tua dan neneknya. Kecerdasan beliau sudah terlihat sejak usianya masih belia.
Di usia 7 tahun, beliau sudah hafal Al-Qur'an serta berhasil menghafal kitab Tafsir Jalalain karya ulama Jalaluddin as-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli di usia 9 tahun.
Masa kecil Abah Guru Sekumpul juga diisi dengan belajar di Madrasah Kampung Keraton yang dipimpin oleh paman beliau sendiri, yakni Tuan Guru Muhammad Semman.
Kemudian beliau menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam Martapura di usia 9 tahun. Di pesantren ini, beliau berguru kepada ulama-ulama terkemuka pada masa itu.
Abah Guru Sekumpul pun menyelesaikan pendidikannya di pesantren selama 12 tahun dengan sangat baik.
Pendidikannya tak berhenti di sana, Abah Guru Sekumpul kembali mencari ilmu dari para ulama di sekitar Kalimantan dan merantau ke Pulau Jawa untuk mendalami agama Islam.
Perjalanan Dakwah Abah Guru Sekumpul
Perjalanan dakwah Abah Guru Sekumpul dimulai saat dirinya menjadi pengajar di Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Setelah 5 tahun mengajar, beliau mengajukan pengunduran diri.
Kemudian, Abah Guru Sekumpul mulai mensyiarkan Islam lebih luas kepada khalayak umum dengan membuka pengajian di rumah beliau.
Pada awalnya, pengajian kitab-kitab digelar hanya sebagai pelajaran penunjang bagi para santri Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Pengajian beliau pun semakin berkembang dan jemaah yang hadir bukan hanya para santri tapi juga masyarakat umum.