Selain Tom Lembong, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, juga bebas karena mendapat amnesti. Amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.
Terkait pemberian abolisi terhadap Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, mengungkapkan alasannya. Andi mengatakan hal tersebut dilakukan demi kepentingan bangsa dan menjaga kondusivitas nasional. Ia menuturkan, pertimbangan utama pihaknya mengusulkan abolisi dan amnesti, bukan semata-mata karena hukum, melainkan juga menyangkut keutuhan bangsa.
"Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum. Jadi surat permohonan dari hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang tanda tangan," ungkap Andi, Kamis (31/7/2025). "Pertimbangan sekali lagi dalam pemberian abolisi ataupun amnesti itu pasti pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI," lanjut dia.
Andi menambahkan, persetujuan Presiden Prabowo Subianto juga didasarkan faktor persatuan nasional dan perayaan kemerdekaan HUT ke-80 RI. "Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa. Dan sekaligus mempertimbangkan untuk membangun bangsa ini secara bersama-sama dengan seluruh elemen politik yang ada di Indonesia," jelas dia.
Rangkaian Kasus Tom Lembong
Kasus: Dugaan korupsi dalam impor gula saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan (2015–2016).
Vonis: 4,5 tahun penjara dan denda Rp750 juta. Pasal yang dikenakan: Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Status terkini: Bebas setelah menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto pada 1 Agustus 20251.
Laporan ke Ombudsman dan BPKP
Pelapor: Tim hukum Tom Lembong, dipimpin Zaid Mushafi.
Terlapor: Auditor BPKP, Chusnul Khotimah.
Alasan: Audit BPKP dinilai tidak profesional dan menjadi dasar utama dalam vonis terhadap Tom Lembong.
Isi audit: Menyebut kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar akibat impor gula di era Tom Lembong dan Enggartiasto Lukita.
Tujuan laporan: Koreksi sistem audit agar tidak terjadi kesalahan serupa di masa depan.
Siapa Chusnul Khotimah?
Posisi: Auditor Ahli Pertama di BPKP, lulus seleksi administrasi pada 2024.
Peran dalam kasus: Menjadi saksi ahli dalam sidang Tom Lembong, menyatakan ada kerugian negara dari kebijakan impor gula.
Kontroversi: Audit yang ia lakukan menjadi dasar vonis, meski menurut tim hukum Tom tidak ada bukti niat jahat atau penerimaan dana oleh klien mereka.
Laporan ke MA dan Komisi Yudisial
Terlapor: Tiga hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat: Dennie Arsan Fatrika (Ketua Majelis), Purwanto S Abdullah (Hakim Anggota), dan Alfis Setyawan (Hakim Ad Hoc)
Alasan: Tidak ditemukan bukti langsung keterlibatan Tom Lembong dalam merugikan negara, namun tetap divonis.
Tujuan: Evaluasi kinerja hakim dan perbaikan sistem hukum agar tidak ada lagi kriminalisasi serupa.
Pemberian Abolisi untuk Tom Lembong:
Menghapus segala tuntutan Pelaporan Chusnul Khotimah
Sebagai auditor BPKP, ia menyusun laporan yang menjadi landasan utama dalam vonis pidana terhadap mantan menteri tersebut. Namun, laporan itu kemudian dipersoalkan karena dinilai tidak mencerminkan fakta secara menyeluruh dan berpotensi menyebabkan kriminalisasi terhadap pejabat negara yang menjalankan tugasnya.
Pelaporan terhadap Chusnul bukan semata-mata bentuk perlawanan, melainkan bagian dari upaya Tom Lembong untuk memperbaiki sistem hukum dan audit di Indonesia. Ia ingin memastikan bahwa proses hukum di masa depan lebih adil, transparan, dan tidak merugikan warga negara tanpa bukti kuat.
(Tribunnews/Tribunmedan/bangkapos.com)