Berita Pangkalpinang

Potensi Non-Tambang Babel Lebih Besar, DJPB Ajak Pengusaha Kurangi Ketergantungan dengan Timah

Penulis: Sela Agustika
Editor: Hendra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

EKSPORTIR DAN SUPPLIER - DJPb Babel saat menggelar kegiatan strategis bertajuk “Kolaborasi Eksportir dan Supplier Komoditas Unggulan Babel: Penguatan UMKM dan Pengembangan Desa Devisa Menuju Pasar Ekspor.” Beberapa waktu lalu

BANGKAPOS.COM,BANGKA - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) mengajak seluruh elemen untuk memperkuat ketahanan ekonomi daerah.

Yakni dengan mengurangi ketergantungan terhadap sektor pertambangan, khususnya komoditas timah, melalui pengembangan ekspor komoditas unggulan non-tambang.

Kepala Kanwil DJPb Babel sekaligus Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan di wilayah Babel, Syukriah HG, menegaskan pentingnya diversifikasi ekonomi, sebagai upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

“Ketergantungan terhadap tambang, terutama timah, harus mulai dikurangi. Babel memiliki potensi besar di sektor non-tambang, dan ini harus kita optimalkan bersama,” ujar Syukriah, Selasa (19/8/2025).

Dalam catatan DJPb, terdapat tiga komoditas unggulan ekspor asal Babel hasil kurasi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), diantaranya lada, ikan segar dan produk olahannya serta lidi nipah.

Kata Syukriah, ketiga komoditas ini dinilai memiliki potensi ekspor yang tinggi namun belum tergarap secara maksimal.

Dia menyebut, kendala utama dalam pengembangan ekspor lada adalah minimnya pasokan bahan baku dari petani serta kualitas lada yang belum memenuhi standar internasional.

Metode pengeringan yang masih tradisional dan penyakit kuning lada menjadi hambatan signifikan.

Berbeda dengan lada, ekspor ikan segar relatif berjalan lancar. Ikan jenis kerapu, kakap, dan ikan karang lainnya rutin diekspor 3–4 kali dalam seminggu dengan volume mencapai 30 ton ke Malaysia dan Singapura.

Namun, kendala utama saat ini adalah sertifikasi ekspor yang masih berada di grade C, membatasi ekspor ke negara lain.

Untuk lidi nipah, tantangan terletak pada ketersediaan bahan baku. Petani harus mengambil lidi dari pohon nipah yang tumbuh di daerah bakau dan pesisir, dengan risiko tinggi seperti bertemu ular atau buaya.

Hal ini membuat harga jual dari petani menjadi cukup tinggi, menyulitkan pengrajin dan eksportir dalam menjual ke pasar luar negeri dengan harga kompetitif.

Syukriah mengungkapkan, DJPb Babel telah menggelar kegiatan strategis bertajuk “Kolaborasi Eksportir dan Supplier Komoditas Unggulan Babel: Penguatan UMKM dan Pengembangan Desa Devisa Menuju Pasar Ekspor.” Acara ini melibatkan eksportir, petani, nelayan, pelaku UMKM, serta seluruh unit Eselon I Kementerian Keuangan di Babel.

Kegiatan ini menjadi wujud sinergi Kemenkeu Satu dalam mendukung perluasan ekspor komoditas non-tambang, termasuk melalui peningkatan layanan kepada eksportir, pelatihan pembukuan, pengembangan akses pemasaran, hingga bantuan teknis lainnya.

“Kami akan terus hadir dan mendampingi pelaku usaha. Tujuannya agar komoditas unggulan Babel mampu bersaing di pasar global, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memperkuat ketahanan ekonomi daerah,” pungkas Syukriah.

Melalui upaya ini, DJPb Babel optimistis bahwa sektor non-tambang di Kepulauan Bangka Belitung akan tumbuh menjadi kekuatan ekonomi baru yang menyumbang devisa negara serta mendorong kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

(Bangkapos.com/Sela Agustika)

Berita Terkini