Menurutnya, Pemilu adalah agenda yang menjadi jembatan untuk representasi politik masyarakat sehingga harus digunakan dengan sebaik-baik mungkin.
“Lima menit di bilik suara, itu menentukan lima tahun kedepan. Dan pemilu bukan sekedar mengganti elit, melainkan agenda untuk rakyat supaya bisa hadir dalam pengambilan keputusan melalui pilihan politik yang diberikan,” ucapnya.
Lebih lanjut, dirinya juga berharap agar pemilih datang ke bilik suara bukan karena adanya money politik ataupun dimobilisasi, melainkan datang dengan rasa kesadaran.
“Karena perhelatan pemilu ini untuk membangun daerah yang lebih baik. Mudah-mudahan ini menjadi bagian penting dalam tumbuh kembangnya demokrasi lokal kita,” sambungnya.
Terlebih lagi, banyaknya atensi dari badan dan lembaga pemerintahan di tingkat pusat terhadap Pilkada Ulang 2025 Bangka dan Pangkalpinang ini seolah menjadi ‘Laboratorium Politik’ untuk diamati.
Sebab, yang terjadi dalam pelaksanaan Pilkada Ulang ini dinilai cukup berdinamika, baik dari penyelenggara maupun peserta pemilu itu sendiri.
Oleh karena itu, ketika nantinya Pilkada Ulang ini dapat menjadi contoh atau wujud dari demokrasi yang tumbuh akibat sumbatan politik di tahun 2024, Ariandi menyebut bahwa bukan tidak mungkin Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka menjadi ‘Laboratorium Politik’ di masa yang akan datang untuk melihat bagaimana perbaikan-perbaikan demokrasi dapat dilakukan.
“Salah satunya mungkin menjadi rekomendasi terhadap penyempurnaan undang-undang Pemilu dan sebagainya, saya kira itu menjadi masukan. Dan seluruh pihak akan mengambil atensi dan peran masing-masing untuk menunjukan eksistensi,” imbuhnya.
(Bangkapos.com/Arya Bima Mahendra)