Berita Viral

Alasan Sidang Gugatan Perdata Rp125 Triliun terhadap Gibran Ditunda, Wapres Utus 3 Pengacara

Dalam gugatan ini, Gibran dan KPU dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara.

Kolase Trbun-Timur.com
SUBHAN PALAL --Terkuak alasan sidang gugatan perdata Rp125 triliun terhadap Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka ditunda.  

BANGKAPOS.COM -- Terkuak alasan sidang gugatan perdata Rp125 triliun terhadap Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka ditunda. 

Alasan tersebut disampaikan Ketua majelis hakim Budi Prayitno.

Budi Prayitno mengatakan penundaan sidang dikarenakan dokumen-dokumen terkait legal standing pihak tergugat I yaitu Gibran dan tergugat II KPU RI belum lengkap.

Baca juga: Sosok Adwin Haryo Indrawan Anak Eks Menkeu Sri Mulyani, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Lulusan UI

"Sidang berikutnya Senin, 22 September 2025 untuk melengkapi legal standing dari T1 dan T2," kata Budi Prayitno dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025).

Di ruang sidang Soebekti 2, Subhan, selaku penggugat tampak duduk sendiri tanpa didampingi kuasa hukum.

Sedangkan di meja para termohon, terdapat tiga orang pengacara yang mewakili Gibran Rakabuming Raka

Kemudian, ada dua orang kuasa hukum dari KPU RI.

Dalam menghadapi perkara ini, Gibran Rakabuming Raka mengutus tiga orang pengacara dari kantor AK Law Firm yang berkantor di Jakarta.

Para pengacara menerima kuasa langsung dari Gibran pada tanggal 9 September lalu.

"Kami tiga orang," ucap Pengacara Dadang Herli Saputra usai persidangan.

Dalam gugatan ini, Gibran dan KPU dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara.

"Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara," demikian bunyi petitum. 

Gibran dan KPU dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.

Untuk itu, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. 

Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.

Subhan Palal, mengajukan gugatan perdata kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Gugatan itu dilayangkan lantaran Subhan Palal menduga adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Gibran dan KPU RI pada Pilpres 2024, lalu.

Subhan Palal menduga, berkas persyaratan yang diajukan Gibran sebagai calon Wakil Presiden diduga cacat. 

Pasalnya, Gibran mendaftar menggunakan ijazah SMA dan Strata Satu (S1) luar negeri.

Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur syarat pendidikan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 169 huruf r menyatakan, 

"Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: (r) “berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah Aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat”.

Subhan Palal berpandangan, hal ini jelas bertentangan dengan ijazah Gibran yang berasal dari luar negeri. 

Diketahui, Gibran mengemban Sekolah Menengah Atas (SMA) di Orchid Park Singapura dan melanjutkan University Technology Sydney Australia.

Subhan dalam gugatannya juga mengajukan kerugian material dan imaterial. Dalam gugatan materil, ia mengajukan uang sebesar Rp 10 juta. 

Sedangkan, dalam kerugian imateril, ia mengajukan Rp 125 triliun.

Dia beralasan, permintaan uang Rp 125 T itu diajukan lantaran perbuatan melawan hukum yang merugikan negara. 

Sehingga, dia berencana membagikan uang itu kepada seluruh rakyat Indonesia dengan besaran masing-masing Rp 450 ribu.

"Sistem negara hukum itu tadi yang rusak, kan? Maka kerusakan ini saya, kerugian itu nanti saya bayarkan kepada negara untuk semua warga negara Indonesia kalau nggak salah jumlanya 285 juta. Uang Rp125 triliun itu dibagi ke seluruh warga negara Indonesia.

"Itu, kalau dilihat dari sisi itu kecil. Kerugian yang saya minta dari orang per orang. Sekitar Rp 450 ribuan," jelasnya.

Sosok Subhan Palal

Subhan Palal adalah seorang advokat (pengacara) yang memiliki firma hukum Subhan Palal dan Rakan.

Subhan Palal memiliki nama dan gelar lengkap yaitu Haji Muhammad Subhan Palal, S.H., M.H.

Nama Subhan Palal tercatat di Kantor Hukum Pan Putra & Rekan.

Disebutkan bahwa Kantor Hukum Pan Putra & Rekan yang berdiri di Jakarta sejak tahun 2008 memiliki advokat HM. Subhan Palal, S.H., M.H., dalam Hukum Perdata dan Pidana.

Firma hukum Subhan Palal & Rekan ini berada di Kelurahan Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Subhan Palal diketahui merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tahun 2018.

Ia memajang foto wisudanya melalui akun Instagram @subhanpalal yang diikuti oleh lebih dari 1.400 follower.

Bahkan beberapa waktu yang lalu, Subhan Palal mem-posting foto bersamanya dengan mahasiswa UI lainnya yang kompak memakai jaket almamater kuning.

Dalam caption-nya, ia seolah menyindir sosok yang ijazahnya palsu. 

"Berani nggak yang punya ijazah palsu," tulis Subhan Palal.

Dalam sebuah video, Subhan Palal pernah meminta KPU untuk tidak terburu-buru menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskannya.

Pada Februari 2025 lalu, Subhan Palal juga mengajukan permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Pasal 2.

Dikutip dari akun Facebook MK, Subhan menguji frasa "orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang".

Menurutnya, dalam pengisian jabatan, baik di tingkat eksekutif seperti Presiden/Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, maupun di legislatif seperti MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta di lembaga negara seperti BPK dan ASN, persyaratan utama adalah kewarganegaraan Indonesia. 

Namun, kenyataannya, banyak orang dari bangsa lain yang tidak memiliki pengesahan sebagai WNI justru mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

(Bangkapos.com/Tribunnews)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved