Berita Viral

6 Fakta Penangkapan Hacker Bjorka alias WTF Ditangkap di Rumah Kekasihnya, Aktif di Dark Web

Ia ditangkap di rumah kekasihnya, MGM, di Desa Totolan, Kecamatan Kakas Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara

Penulis: Vigestha Repit Dwi Yarda | Editor: Rusaidah
(WartaKota/Ramadhan LQ)
KEJAHATAN SIBER--Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya menangkap seorang pelaku kejahatan siber berinisial WFT (22), yang menggunakan nama samaran “Bjorka” di media sosial. Ia diduga melakukan akses ilegal dan manipulasi data nasabah dari sebuah bank swasta di Indonesia. (WartaKota/Ramadhan LQ) 

BANGKAPOS.COM - Pemilik akun X Bjorka, pria berinisial WFT (22) ditangkap Polda Metro Jaya.

WFT merupakan pemilik akun X bernama @bjorkanesiaa versi 2020. 

Ia ditangkap di rumah kekasihnya, MGM, di Desa Totolan, Kecamatan Kakas Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Selasa (23/9/2025).

Dikutip dari Tribun Toraja, nama Bjorka sendiri pertama kali mencuat pada 2022 ketika jutaan data pemerintah dan swasta bocor dan diunggah ke publik.

Polisi membutuhkan enam bulan bagi penyidik untuk bisa menangkap pemilik akun Bjorka.

6 fakta mengenai penangkapan pemilik akun Bjorka dikutip dari Tribunnews

1. Sosok Bjorka

Pemilik akun X, Bjorka dengan username @bjorkanesiaaa, WFT (22), tidak tamat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) karena dia tidak senang mengemban pendidikan. 

Dia lebih memilih mencari uang dari dark web.

Kendati demikian, alasan lain pelaku putus sekolah adalah karena tidak memiliki biaya, mengingat ia merupakan anak tunggal dan kedua orangtuanya sudah meninggal dunia. 

“Memang dia tidak suka sekolah, jadi dia enggak melanjutkan sekolah. Dan kedua dia yatim piatu. Jadi memang enggak ada biaya, dia lebih senang mencari uang,” kata Kasubdit IV Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya AKBP Herman Edco kepada wartawan, Jumat (3/10/2025). 

Keseharian WFT dihabiskan di depan laptop. Melalui perangkat itu, ia belajar tentang dark web dari komunitas hingga media sosial, sebelum akhirnya aktif berselancar di dark web sejak 

“Otodidak. Kan kalau begitu melalui forum-forum, media sosial, banyak komunitas-komunitas hacker. Jadi dia belajar dari situ,” ungkap Herman. 

Wakil Direktur Reserse Siber AKBP Fian Yunus menegaskan, WFT bukan merupakan seorang ahli Information Technology (IT). 

“Hanya orang yang tidak lulus SMK. Namun, sehari-hari secara otodidak dia selalu mempelajari IT,” ucap Fian. 

Saat melancarkan aksinya, Herman memastikan bahwa WFT beraksi seorang diri di rumahnya tanpa bantuan orang lain. 

“Ya, sehari-hari dia tidak ada pekerjaan, jadi memang setiap hari hanya di depan komputer. Dia sudah lama sekali dari 2020, dia sudah mulai mengenal dan mempelajari komunitas dark web, dark forum,” ungkap Herman. 

“Dari situlah pelan-pelan dia mulai mempelajari bagaimana mencari uang di dunia dark web, di dunia komputer. Ya, itu saja,” tambah dia. 

2. Bjorka yang Hebohkan Indonesia?

Wakil Direktur Reserse Siber AKBP Fian Yunus tidak bisa memastikan, apakah WFT merupakan Bjorka yang memang sempat menghebohkan Indonesia atau tidak. 

“Mungkin, jawabannya saya bisa jawab, mungkin. Apakah Bjorka 2020? Mungkin. Apakah dia Opposite 6890 yang dicari-cari? Mungkin,” kata Fian. 

Fian menjelaskan, di dunia siber ada istilah everybody can be anybody. 

Oleh karena itu, polisi masih mendalami keterkaitannya. 

“Kami perlu pendalaman lebih dalam lagi terkait dengan bukti-bukti yang kami temukan, baik itu data-datanya, jejak digitalnya, sehingga itu bisa kita formulasikan. Saya belum bisa menjawab 90 persen, tetapi kalau anda tanya sekarang, saya bisa jawab, mungkin,” ujar dia.

3. Aktivitas di Dark Web 

WFT diketahui aktif di dark web sejak 2020. Wakil Direktur Reserse Siber AKBP Fian Yunus menjelaskan, sejumlah akun anonim di dark web menjual data pribadi hasil peretasan dan serangan ransomware. 

“Perangkat bukti digital yang kita temukan masih tersimpan dalam perangkat-perangkat tersebut dalam bentuk jejak digital,” ujar Fian. 

Fian mengungkapkan WFT kerap berganti nama akun untuk menyamarkan aksinya dan sulit dilacak polisi.

"Jadi tujuan pelaku melakukan perubahan nama-perubahan nama ini adalah untuk menyamarkan dirinya, untuk menyamarkan dirinya dengan membuat menggunakan berbagai macam, tentunya email atau nomor telepon atau apapun itu sehingga yang bersangkutan sangat susah untuk dilacak oleh aparat penegak hukum," ujar dia.

Penangkapan terhadap WFT dilakukan berdasarkan laporan polisi nomor LP/B/2541/IV/2025/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 17 April 2025. Laporan ini dilayangkan oleh bank swasta di Indonesia.

4. Motif Pemerasan
Kasubdit IV Ditressiber Polda Metro Jaya AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon mengatakan, pelaku mulanya mengunggah tampilan database bank swasta tersebut.

Pelaku juga mengirimkan pesan ke akun resmi bank tersebut dan mengklaim telah meretas 4,9 juta akun database nasabah.

"Niat daripada pelaku adalah sebenarnya untuk melakukan pemerasan terhadap bank swasta tersebut," ungkap Herman.

Namun, pihak bank swasta yang menjadi target pemerasan tidak memenuhi permintaan pelaku. 

"Jadi motifnya adalah pemerasan. Tapi karena tidak dituruti atau tidak direspon oleh pihak bank, maka pihak bank berupaya melapor ke pihak kepolisian," ujar Herman.

Pelaku juga memiliki akun di dark forum dengan beberapa nama berbeda, mulai dari Bjorka, SkyWave, Shint Hunter, hingga Oposite 6890. 

“Tujuan pelaku melakukan perubahan nama-nama ini adalah untuk menyamarkan dirinya dengan menggunakan berbagai macam email atau nomor telepon sehingga yang bersangkutan sangat susah untuk dilacak,” jelas Herman. 

Saat ini WFT telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.

5. Dijual Puluhan Juta
Berdasarkan pengakuan pelaku, ia mengusai sejumlah data, termasuk data perbankan, data perusahaan kesehatan, serta data perusahaan swasta di Indonesia. 

Pelaku mengklaim juga telah memperjualbelikan data tersebut melalui berbagai akun media sosial, yakni Facebook, TikTok, hingga Instagram dengan nama serupa.

“Dari hasil penjualan tersebut, pelaku menerima pembayaran melalui akun-akun kripto yang dimiliki oleh pelaku dan secara rutin pelaku ini juga selalu mengganti,” kata Kasubdit IV Ditressiber Polda Metro Jaya AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon.

“Jadi, setelah akun tersebut di-suspend, maka dia akan selalu mengganti dengan akun-akun yang baru dan menggunakan email yang baru,” tambahnya. 

Data sejumlah perusahaan yang dikuasai WFT bernilai puluhan juta rupiah saat dijual di dark web. Nilai tersebut ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pelaku dan pembeli.

6. Jeratan Pidana
Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 46 juncto Pasal 30, dan/atau Pasal 48 juncto Pasal 32, dan/atau Pasal 51 Ayat (1) juncto Pasal 35 UU ITE sebagaimana diubah terakhir UU No.1 Tahun 2024 dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun dan denda Rp 12 miliar.

(Bangkapos.com/Tribun Jakarta/Tribun Toraja)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved