Menkeu Purbaya Siap Pangkas Anggaran Makan Bergizi Gratis, Luhut : Tidak Perlu Sudah Membaik

Menkeu Purbaya menegaskan akan memangkas anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) jika hingga akhir Oktober 2025 serapannya tak optimal

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
Kolase Tribunnews.com/Taufik Ismail
MAKAN BERGIZI GRATIS -- (kiri) Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa / (kanan) Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan 

BANGKAPOS.COM--Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan sikap tegas pemerintah terkait efektivitas penyerapan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Ia memastikan akan memangkas alokasi anggaran MBG apabila hingga akhir Oktober 2025 tidak menunjukkan progres signifikan dalam realisasi belanja.

Purbaya menyampaikan hal ini di sela kegiatan peringatan Hari Keuangan Nasional di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (5/10/2025).

“Kan kita lihat sampai akhir Oktober. Kalau memang tidak terserap, ya tetap akan kita potong,” ujar Purbaya dengan nada serius di hadapan awak media.

Pernyataan tegas tersebut menjadi respons atas desakan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, yang meminta agar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak menarik atau memangkas anggaran program MBG yang menurutnya kini mulai menunjukkan perbaikan dalam realisasi.

Pandangan Berbeda antara Purbaya dan Luhut

Meski sama-sama duduk dalam lingkaran kebijakan ekonomi strategis, baik Purbaya maupun Luhut memiliki pandangan berbeda dalam menilai efektivitas program MBG.

Menurut Menkeu Purbaya, langkah pemotongan anggaran bukan sekadar kebijakan kaku, tetapi bentuk disiplin fiskal agar dana publik tidak mengendap tanpa manfaat nyata.

Ia menegaskan, pemerintah tetap berkomitmen untuk menjalankan program prioritas, namun harus memastikan efektivitas dan ketepatan sasaran setiap rupiah yang digelontorkan.

“Kita tetap mendukung program MBG karena ini program strategis nasional, tapi kita juga harus realistis. Kalau sampai akhir Oktober masih banyak dana yang tidak terserap, itu artinya ada inefisiensi,” jelas Purbaya.

Purbaya menambahkan, evaluasi penyerapan anggaran akan dilakukan secara menyeluruh, termasuk terhadap lembaga pelaksana, yakni Badan Gizi Nasional (BGN).

Hasil evaluasi akan menjadi dasar keputusan akhir Kemenkeu pada awal November 2025.

Sementara itu, Luhut Binsar Pandjaitan, yang kini juga menjabat sebagai Ketua DEN sekaligus Koordinator Pengendalian Kebijakan Pembangunan Ekonomi Nasional, menilai situasi di lapangan tidak seburuk yang diperkirakan.

Ia menyebut bahwa berdasarkan hasil tinjauannya, serapan anggaran MBG mengalami peningkatan signifikan dalam dua bulan terakhir.

“Tadi kami pastikan juga bahwa penyerapan anggarannya sekarang terlihat jauh membaik. Jadi Menkeu tidak perlu mengambil dana yang belum terserap,” kata Luhut, usai rapat bersama Kepala BGN, Dadan Hindayana, di Kantor DEN, Jakarta, Jumat (3/10/2025).
 
Program Strategis di Bawah Sorotan Publik

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu inisiatif unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang mulai dijalankan pada pertengahan 2024.

Program ini bertujuan memberikan asupan gizi yang memadai kepada anak-anak sekolah dasar dan menengah di seluruh Indonesia, terutama di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan.

Dengan total anggaran mencapai Rp 75 triliun pada tahun anggaran 2025, MBG diharapkan dapat menekan angka stunting nasional, memperkuat ketahanan pangan lokal, serta meningkatkan kesejahteraan petani dan pelaku usaha kecil di sektor pertanian dan perikanan.

Namun, dalam praktiknya, penyerapan anggaran MBG sempat terhambat oleh sejumlah faktor administratif dan logistik, seperti keterlambatan proses verifikasi penerima manfaat, keterbatasan infrastruktur distribusi, dan perbedaan data antara kementerian terkait.

“Kami akui memang di awal pelaksanaan ada kendala koordinasi. Tapi sejak Agustus, kami sudah melakukan perbaikan sistem pendataan, terutama melalui digitalisasi distribusi bahan pangan,” ujar Kepala BGN Dadan Hindayana saat dikonfirmasi terpisah.

Dadan menyebutkan, hingga akhir September 2025, tingkat serapan anggaran MBG telah mencapai 63 persen, meningkat dari posisi 42 persen pada akhir Agustus.

Ia optimistis target 90 persen serapan hingga akhir tahun dapat dicapai bila proses distribusi terus berjalan lancar.

Luhut dalam rapat bersama BGN menegaskan bahwa dana MBG tidak hanya sekadar belanja sosial, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi mikro.

Ia menilai, setiap rupiah yang disalurkan melalui program MBG memiliki multiplier effect terhadap perekonomian masyarakat.

“Dana MBG ini bukan sekadar angka di atas kertas. Setiap rupiah yang dibelanjakan untuk bahan pangan bergizi bisa menghidupkan rantai pasok dari petani, nelayan, hingga pedagang kecil,” ujar Luhut.

Ia mencontohkan, pembelian telur ayam dan sayuran lokal untuk kebutuhan MBG telah membantu meningkatkan omzet petani dan peternak di sejumlah daerah.

Bahkan, di beberapa kabupaten, program ini menciptakan lapangan kerja baru melalui koperasi penyedia bahan pangan sekolah.

Meski begitu, Luhut mengakui pentingnya disiplin anggaran yang menjadi kewenangan Kementerian Keuangan.

Ia meminta agar komunikasi lintas lembaga diperkuat agar tidak terjadi miskomunikasi yang dapat berdampak pada kelancaran program sosial nasional.

“Kita perlu saling mengingatkan, tapi jangan sampai menimbulkan kesan tarik menarik kepentingan. Tujuan kita sama: memperkuat ekonomi rakyat,” tegasnya.
 
BGN Klaim Penyaluran Sudah Merata

Kepala BGN Dadan Hindayana dalam kesempatan terpisah menjelaskan bahwa lembaganya telah melakukan sejumlah langkah perbaikan, termasuk memperluas kerja sama dengan pemerintah daerah dan platform digital untuk transparansi penyaluran.

Dadan menyebut, sejak September 2025, BGN menerapkan sistem E-MBG Tracker, platform digital yang memungkinkan setiap kepala sekolah dan petugas gizi daerah memantau status distribusi bahan pangan secara real-time.

“Sekarang kepala sekolah bisa tahu kapan bahan pangan dikirim, berapa banyak yang diterima, dan dari mana asalnya. Ini bentuk transparansi agar tidak ada kebocoran,” ungkap Dadan.

Ia menambahkan, 85 persen wilayah Indonesia sudah terjangkau distribusi bahan pangan MBG, dengan prioritas pada daerah-daerah rawan gizi seperti Nusa Tenggara Timur, Papua, dan sebagian Kalimantan.

Meski demikian, ia tak menampik masih ada sejumlah kendala di lapangan seperti keterlambatan pengiriman logistik di wilayah kepulauan serta tantangan dalam menjaga kualitas bahan pangan segar.

“Masalah-masalah seperti itu sedang kami tangani. Intinya, kami ingin memastikan setiap anak mendapat makanan bergizi sesuai standar WHO,” katanya.
 
Antara Target Gizi dan Tantangan Implementasi

Program Makan Bergizi Gratis sejak awal digadang sebagai fondasi percepatan perbaikan gizi nasional.

Pemerintah menargetkan pada 2026 angka stunting turun hingga 11 persen, lebih rendah dari target 14 persen pada 2024.

Namun, sejumlah pengamat gizi masyarakat mengingatkan bahwa efektivitas program tidak hanya ditentukan oleh penyerapan anggaran, tetapi juga kualitas menu, ketepatan sasaran, dan pengawasan lapangan.

Prof. Dr. Rini Widjayanti, ahli gizi dari IPB University, menilai bahwa pelaksanaan MBG harus berfokus pada pola makan seimbang dan keberlanjutan pasokan pangan lokal.

“Kalau dana besar tapi makanannya tidak memenuhi kebutuhan gizi mikro anak-anak, dampaknya kecil. MBG harus menjadi gerakan budaya makan sehat, bukan hanya proyek distribusi makanan,” katanya.

Rini juga menyarankan agar evaluasi dilakukan dengan pendekatan multi-level bukan hanya pada tingkat kementerian, tetapi hingga sekolah dan keluarga penerima manfaat.

Menanti Keputusan Akhir di Akhir Oktober

Dengan tenggat waktu hingga 31 Oktober 2025, publik kini menanti hasil evaluasi Kemenkeu terhadap serapan program MBG.

Bila serapan mencapai target minimal 80 persen, kemungkinan besar dana MBG tidak akan dipangkas.

Namun bila tidak, Menkeu Purbaya menegaskan siap melakukan realokasi anggaran untuk program lain yang lebih siap dijalankan, seperti subsidi pangan daerah atau bantuan langsung tunai (BLT) gizi.

“Kita tidak ingin uang rakyat menganggur. Kalau BGN sudah optimal, kita lanjutkan. Tapi kalau tidak, kita realokasikan untuk yang bisa cepat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ujar Purbaya menutup pernyataannya.
 
Perdebatan antara Menkeu Purbaya dan Ketua DEN Luhut menggambarkan dinamika kebijakan fiskal dan sosial di era pemerintahan Prabowo Subianto yang menekankan disiplin, efisiensi, dan keberpihakan pada rakyat kecil.

Program Makan Bergizi Gratis, meski masih dalam tahap penyempurnaan, tetap menjadi simbol komitmen pemerintah untuk menyehatkan generasi bangsa.

Dengan waktu kurang dari satu bulan sebelum evaluasi akhir, sorotan publik akan terus tertuju pada seberapa efektif BGN dan Kementerian Keuangan dapat menyinergikan langkah antara efisiensi fiskal dan keberlanjutan sosial.

(Bangkapos.com/Tribunnews.com/Tribuntrends.com)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved