Alasan Dedi Mulyadi Minta Donasi Rp 1.000 per Hari dari Warga Jabar, Begini Kata Menkeu Purbaya

Dalam kebijakan baru Gubernur Jawa Barat itu, warga Jawa Barat diimbau untuk donasi Rp 1.000 per hari.

Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: M Zulkodri
Kolase Kompas.com/Faqih Rohman Syafei | Tribunnews.com/Taufik Ismail
DEDI MULYADI -- (kiri) Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi / (kanan) Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa | Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kebijakan donasi Rp1.000 per hari bukanlah bentuk pungutan, melainkan upaya membantu masyarakat yang sedang kesulitan. 

Ia menjelaskan, program donasi tersebut diharapkan dapat berjalan seperti praktik gotong royong yang sudah hidup di masyarakat desa.

Menurut Dedi, di lingkungan tempat tinggalnya, kas RT/RW berperan membantu warga ketika menghadapi kebutuhan mendesak, seperti biaya ke rumah sakit.

“Di tempat saya itu setiap malam itu ronda itu mungut seribu rupiah, itu dikumpulin dan itu tidak menjadi problem bagi kehidupan masyarakat di sana, sehingga menjadi selesai,” ujarnya.

Dedi menyebut, konsep kebijakan ini diambil dari nilai kebersamaan yang sudah lama tumbuh di Jawa Barat.

Kebijakan tersebut juga merupakan pengembangan dari program program rereongan jimpitan atau rereongan sekepal beras yang pernah ia jalankan saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta.

Saat itu, Pemkab Purwakarta memiliki gerakan rereongan sekepal beras, di mana Dinas Pendidikan setiap bulan menyiapkan beberapa ton beras untuk dikirimkan ke kampung-kampung tertentu.

Program itu disebutnya berhasil, di mana Dinas Pendidikan di Kabupaten Purwakarta tiap bulan menyiapkan beberapa ton beras yang dikirimkan ke kampung tertentu.

“Ini berhasil,” katanya.

Lebih lanjut, Dedi menegaskan bahwa program donasi Rp1.000 per hari tidak termasuk pungutan sekolah.

Ia menjelaskan, di lingkungan pendidikan, para siswa hanya diarahkan untuk berpartisipasi secara sukarela melalui pengumpulan uang di bendahara kelas.

Dana yang terkumpul nantinya dapat digunakan untuk kepentingan sosial di lingkungan sekolah, misalnya menjenguk teman yang sakit atau membantu siswa yang kesulitan ekonomi.

“Kemudian jika teman sekelasnya misalnya nggak punya seragam kebetulan orang tuanya tidak mampu ya diberi. Seperti itu lah,” ucapnya.

Ketika ditanya apakah program tersebut bersifat wajib, Dedi menegaskan bahwa Gerakan Rereongan Poe Ibu sepenuhnya bersifat sukarela.

“Bagi mereka yang mau ngasih ya silahkan, yang tidak, ya tidak apa-apa,” tuturnya.

Sebelumnya, Dedi telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) atau gerakan bersama-sama sehari seribu.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved