Sosok Surya Darmadi Raja Sawit, Terdakwa Kasus Korupsi yang Hibah Aset Rp10 Triliun Kepada Danantara

Dikenal sebagai Raja Sawit Indonesia, Surya Darmadi kini hibahkan aset Rp10 triliun. Ini profil lengkap, perjalanan bisnis, dan kontroversi hukumnya

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
Tribunnews/Irwan Rismawan
HIBAHKAN ASET - Terdakwa kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan di Indragiri Hulu (Inhu), Riau dan tindak pidana pencucian uang dalam (TPPU) Surya Darmadi. 

BANGKAPOS.COM--Nama Surya Darmadi, bos besar PT Duta Palma Group sekaligus terpidana kasus korupsi mega proyek perkebunan di Riau, kembali menjadi sorotan publik.

Setelah sempat divonis 16 tahun penjara karena terbukti merugikan keuangan negara triliunan rupiah, kini pengusaha kelapa sawit itu dikabarkan akan menghibahkan aset senilai Rp10 triliun kepada Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, lembaga di bawah Kementerian Keuangan yang bertugas mengelola investasi nasional.

Langkah mengejutkan itu disampaikan secara resmi oleh tim kuasa hukumnya di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, pada Jumat (10 Oktober 2025).

Ketua Majelis Hakim, Purwanto S. Abdullah, memastikan bahwa dokumen hibah aset tersebut telah diterima dan dicatat sebagai bagian dari proses persidangan.

“Baik ya, jadi untuk surat yang sudah disampaikan terdakwa melalui penasihat hukum sudah kami terima,” ujar Purwanto di hadapan para pihak di ruang sidang Tipikor, sebagaimana dilansir dari Kompas.com.

Aset Rp10 Triliun: Kebun dan Pabrik Sawit di Kalimantan Barat

Usai persidangan, kuasa hukum Surya Darmadi, Handika Honggowongso, menjelaskan bahwa kliennya berinisiatif menyerahkan sebagian besar asetnya untuk mendukung pembangunan nasional.

Aset yang dihibahkan meliputi perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan CPO (Crude Palm Oil) yang tersebar di wilayah Kalimantan Barat.

“Aset kebun plus pabrik kelapa sawit. Total nilainya bersih itu sekitar Rp10 triliun. Tujuannya agar bisa dimanfaatkan negara untuk kepentingan masyarakat,” kata Handika kepada wartawan di kompleks Pengadilan Tipikor.

Langkah hibah ini disebut-sebut sebagai bentuk itikad baik dari pengusaha berusia 74 tahun itu yang ingin memperbaiki citranya di mata publik, sekaligus berkontribusi bagi perekonomian nasional setelah terseret kasus korupsi besar.

Namun demikian, Handika menegaskan bahwa Surya Darmadi juga meminta agar pemerintah meninjau kembali aspek hukum yang membelit aset-asetnya, terutama yang berada di Riau, melalui mekanisme Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK), bukan lewat jalur pidana korupsi (Tipikor).

Kuasa Hukum: “Kasus Ini Harusnya Masalah Administratif, Bukan Korupsi”

Dalam penjelasannya, Handika menyebut akar masalah hukum yang menjerat Surya Darmadi sebenarnya bersifat administratif, karena terkait izin lahan dan dokumen pelepasan kawasan hutan.

“Sebenarnya ini sanksi administratif. Bayar denda, bayar dana reboisasi, bukan ranah pidana. Tapi kenapa Grup Duta Palma justru diproses pakai Undang-Undang Tipikor?” ucap Handika.

Ia pun menilai bahwa ada ketimpangan dalam penegakan hukum, sebab kasus serupa di sektor perkebunan lain diselesaikan dengan pendekatan administratif melalui UU Cipta Kerja, bukan dengan tuntutan korupsi.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved