Studi Banding Wakil Rakyat
Entah bagaimana komunikasi yang terjadi antara Komisi I DPRD Kabupaten Bontang, Kalimantan Timur, ...
Penulis: vovo | Editor: Dedy Purwadi
Beberapa waktu lalu Pemkot Pangkalpinang juga mendapat kunjungan dari Komisi I DPRD Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang bermaksud mempelajari tata kelola parkir di ibukota Provinsi Babel ini. Padahal, masyarakat awam secara kasat mata saja dapat menilai manajemen parkir di Kota Pangkalpinang belumlah dapat dikatakan sempurna sehingga pantas dijadikan contoh bagi daerah-daerah lain.
Studi banding semacam ini akhirnya membuahkan pertanyaan. Seberapa mendalam persiapan yang dilakukan wakil rakyat dalam kegiatan studi banding. Apa dasar pertimbangan pemilihan sebuah daerah dan tujuan studi banding dilakukan? Pertanyaan ini penting kita ajukan lantaran anggota DPRD di Bangka Belitung pun tak lepas dari kebiasaan melakukan studi banding.
Terakhir, kita mendapat kabar komisi-komisi di DPRD Babel melakukan perjalanan studi banding ke Nangroe Aceh Darussalam, Nusa Tenggara Barat, Jakarta, Sumatera Utara, Bali, hingga Jawa Timur.
Pelaksanaan studi banding anggota parlemen di Tanah Air kerap mengundang sorotan masyarakat. Ingat saja kontroversi studi banding anggota DPR RI ke luar negeri yang menuai kecaman luas dari masyarakat. Banyak warga menilai miring, menganggap studi banding hanya sebagai kedok jalan-jalan gratis para wakil rakyat dengan uang negara.
Publik merasa adanya kesia-siaan penggunaan uang negara yang bersumber dari pajak rakyat untuk membiayai anggota parlemen berjalan-jalan lintas daerah, bahkan negara, dengan hasil yang tidak jelas manfaat dan kegunaannya bagi masyarakat.
Tangkisan argumentasi tentu saja dilontarkan anggota parlemen. Alasan paling klasik tentu saja adalah keinginan anggota dewan perwakilan rakyat mempelajari langsung pokok permasalahan yang hendak mereka bahas ke daerah yang dinilai layak sebagai tujuan studi banding. Kesimpulan dari studi banding itu lalu disampaikan ke mitra mereka di eksekutif sebagai bahan menyusun berbagai peraturan.
Kita tahu bahwa wakil rakyat memerlukan informasi pembanding dari berbagai wilayah. Akan tetapi, kepentingan itu tidak harus selalu diartikan dengan studi banding yang menelan biaya mahal. Kita bisa membayangkan biaya yang dibutuhkan untuk memberangkatkan satu rombongan anggota parlemen dalam studi banding lintas daerah tentunya sangat besar. Tiket transportasi, uang saku, akomodasi dan macam-macam biaya lain begitu banyak harus digelontorkan. Padahal, dunia komunikasi dan teknologi informasi telah berkembang begitu pesat hingga memudahkan setiap orang mengakses perkembangan paling aktual dari berbagai tempat yang berjauhan secara geografis.
Dengan kemudahan semacam ini, persoalan memperoleh data yang dibutuhkan untuk bahan-bahan studi banding anggota parlemen semestinya bukan hal yang sulit. Akses komunikasi melalui telepon seluler, internet, hingga teleconference secara real time sudah tersedia. Tinggal niatan untuk mempergunakannya.
Studi banding wakil rakyat semestinya dilakukan secara selektif, sadar terhadap anggaran negara sangat terbatas dan perlu diprioritaskan sebesar-besarnya pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pertanggungjawaban studi banding wakil rakyat juga bukan semata memenuhi persyaratan formal administratif, tapi lebih daripada itu harus mengedepankan aspek moral serta kemanfaatannya untuk bangsa dan negara.**