Kisah Hamka dan Pramoedya Bersimpang Jalan, Tak Diduga Islam yang Menyatukan Keduanya

Panasnya api perseteruan tak selamanya abadi. Kadangkala keyakinan yang sama mampu mendamaikannya.

Editor: Alza Munzi
kompas.com
Hamka dan Pram 

Gurunya saat itu memang dekat dengan tokoh Lekra seperti Pram.

"Guru sastra Indonesiaku, begitu pula dengan guru Civic-ku (Kewarganegaraan), keduanya dengan gaya mengejek selalu menanyakan kesehatan ayah, dan tak lupa berkirim salam kepada Ayah, kupingku selalu panas mendengarnya," aku Irfan dalam bukunya.

Seiring berjalannya waktu, para pegiat Lekra pun harus menghadapi kenyataan pahit.

Peristiwa G 30 S PKI, mengharuskan mereka masuk ke dalam daftar pencarian orang untuk ditangkap.

Kedekatan mereka dengan tokoh-tokoh PKI dianggap sebagai bentuk kegiatan subversif terhadap negara.

Pram termasuk pihak yang ditangkap dan dipenjara di Pulau Buru.

Beberapa tahun kemudian, Pram pun bebas.

Namun, Hamka tak pernah mengusik persoalan masa lalunya dengan Pram.

"Ayah sama sekali tak pernah terusik dan beraktivitas seperti biasanya saja," papar Irfan.

Pada suatu kesempatan, Hamka kedatangan sepasang tamu.

Seorang perempuan Jawa dengan nama Astuti dan seorang lelaki keturunan Tionghoa bernama Daniel Setiawan.

"Saat Astuti memperkenalkan siapa dirinya, Ayah agak terkejut, ternyata Astuti adalah putri sulung dari Pram," lanjut Irfan.

Astuti pun mengutarakan maksud kedatangannya kepada Hamka.

Dia memohon kepada Hamka agar membimbing calon suami yang dibawanya serta untuk masuk Islam.

Astuti mengatakan, sang ayah tak setuju jika memiliki menantu yang berbeda iman.

Halaman
123
Sumber: Intisari
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved