Herman Willem Daendels si Tangan Besi yang Diutus Napoleon Bereskan Sejumlah Daerah Indonesia
Herman Willem Daendels berstatus utusan khusus Louis Napoleon Bonaparte dari Prancis, yang menjadi "Raja Belanda"
Jangan lupa, Daendels juga begitu tega dan semena-mena "membereskan" pertikaian bersenjata dengan pimpinan Kesultanan Cirebon, menangkap Sultan Banten, menurunkan paksa Sultan Mataram dari Yogyakarta, bahkan mempermalukan Susuhunan Surakarta.
Mungkin, sikap militeristik Daendels inilah (pemerintahannya berakhir pada 1811), yang bikin banyak pembesar Jawa pelan-pelan menerima kedatangan tentara Inggris.
Teruskan Jln. Raya Pos
Demi strategi militer dan kelancaran komunikasi antarkota dan daerah, Daendels memerintahkan semua pejabat asli Jawa untuk menata ulang jalur jalan raya tanah bebatuan di wilayahnya, atau membuat jalur jalan baru yang saat itu belum memakai aspal, apalagi semen betonan.
Pekerjaan yang dikabarkan pustaka klasik sebagai karya selama setahunan, dengan pencapaian sekitar 1.000-an km (Anyer - Panarukan) itu tak hanya hebat, tapi juga menewaskan ribuan orang Jawa sepanjang pembuatannya.
Jalan raya de grote postweg atau Jln. Raya Pos ini dibuat demi kelancaran arus tapak kuda, kaki kerbau, sapi penghela roda kereta, cikar pedati, dan angkutan benda pos mulai surat hingga jasa pengiriman lainnya.
Namun pembuatan jalan ini sebenarnya bukan orisinil ide Daendels.
Jauh hari sebelumnya, aktivitas pengiriman benda "pos darat" sudah ada di masa pemerintahan Gubjen Gustaaf Willem Baron van Imhoff (1746).
Lebih dari 50 tahun sejak Daendels meneruskan pembangunan jalan pos darat Anyer- Panarukan, Baron van Imhoff yang pendiri Istana Buitenzorg (Bogor), sudah menyelenggarakan jasa pengiriman pos, baik via angkatan kapal layar laut dari Belanda vice-versa, kiriman pos laut antarpulau di Hindia Belanda, maupun kiriman pos darat antar-beberapa kota besar di Jawa.
VOC pun punya karyawan dinas pos dengan sebutan postmeester yang dibantu dua orang kerani atau klerk yang disumpah.
Maklum, dinas pos "taoen doea" itu khusus mengangkut dan mengirimkan dokumen penting negara, termasuk uang kontan gaji karyawan.
Sebuah dokumen menuturkan peristiwa 15 Maret 1789, tentang adanya hadiah 500 ringgit atau rijksdalder, thaler atau dollar, bagi siapa saja yang mampu menangkap pembunuh karyawan pos di Cirebon.
Seiring jatuhnya Kompeni pada 1799, bersamaan dengan pencabutan "hak oktroinya" sebagai pengusaha di Hindia Timur Belanda, sejak zaman Daendels dan seterusnya, pelayanan dan pemilikan kantor pos berada di tangan pemerintah.
Termasuk hak dan kewajiban pemerintah kolonial Belanda memeriksa dan menyensor surat dan segala isi kiriman lainnya.
Sayangnya, semenjak Daendels menyempurnakan jalur antarkota dan membangun jembatan yang khusus dilalui kendaraan angkutan, berlaku juga pajak "jalan tol" yang diberikan konsesinya ke pengusaha swasta.