Opini
Ungkapan Kepunan Wujud Kearifan Lokal dan Solidaritas
Inilah sebuah kearifan lokal yang menjadi bagian dari pedoman bagi sebagian masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung.
Artinya, tidak menganggap remeh setiap kerelaan orang lain terhadap kita memberikan sesuatu.
Meskipun, tawaran itu datang saat kondisi sedang tidak/belum membutuhkan pemberian orang lain.
Inilah sebuah kearifan lokal yang menjadi bagian dari pedoman bagi sebagian masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung.
Konteks kearifan lokal tersebut juga sekaitan dengan kultur yang berlatar khas Melayu dan Tionghoa, serta etnis/suku yang datang dari luar Babel.
Terkait ancaman radikalisme, terorisme serta penyakit ideologi yang menghinggapi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Kepulauan Babel relatif kurang populis bagi masyarakatnya.
Selama ini pula bagi masyarakat Babel menjadi sulit untuk menerima paham yang bertentangan dengan falsafah hidup serta pedoman hidup bernegara itu.
Prinsip bagi masyarakat setempat masih memilih sikap untuk "Dak kawah nyusah" atau tidak mau susah/repot jika dihadapkan dengan urusan remeh temeh.
Lagi pula, untuk paham-paham yang bertentangan dengan semangat empat pilar yaitu; Pancasila dan UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.
Pada kondisional itu, wujud kearifan lokal, yang bersumber dari tradisi masyarakat yang turun temurun menjadi rujukan dalam mempedomani falsafah hidup bernegara.
Sebaliknya, masyarakat Bangka dan Belitung cenderung untuk lebih menerima paham yang memuat nilai-nilai solidaritas.
Terbukti, acara "Nganggung" berupa ritual maupun seremoni bersifat massal, tetapi penyelenggaraannya ditanggulangi bersama-sama. Di antaranya, konsumsi disiapkan masing-masing kepala keluarga lalu disantap bersama-sama dengan saling mencicipi satu sama lainnya sajian yang diantar ke tempat acaranya.
Karenanya, ancaman gerakan radikalisme, ancaman aksi terorisme serta segenap upaya untuk memecah belah persatuan dan kesatuan NKRI di daerah lainnya akhirnya sulit tumbuh di Babel.
Kekuatan solidaritas masyarakat serta kearifan lokal lainnya, yakni semboyan; Tonghin Fangin Jitjong (Melayu dan Tionghoa adalah sama).
Alhasil, perbedaan suku, agama, rasa, agama dan antar golongan (SARA) bukan sebuah hal yang sensitif di daerah kepulauan ini.
Akulturasi paling harmonis antara etnis mayoritas terbesar di Kepulauan Babel telah terbukti di provinsi berjulukan "Negeri Serumpun Sebalai".
Kini Provinsi Kepulauan Babel melekat ikon; Negeri Laskar Pelangi.
Sebagaimana pemandangan dari fenomena alam bernama; Pelangi, yang terdiri dari warnanya berbeda, tetapi indah dipandang mata. (*)