Hotman Paris Hutapea yang Dapat Panggilan Gus Lora dari KH Said Aqil Siradj, Apa Artinya?

Hotman Paris Hutapea yang Dapat Panggilan Gus Lora dari KH Said Aqil Siradj, Apa Artinya?

Editor: Teddy Malaka
instagram/ @hotmanparisofficial
Hotman Paris Posting Foto Berpeci Hitam 

BANGKAPOS.COM -- Pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea memposting kebersamaannya dengan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Said Aqil Siradj. Ia begitu senang ketika Said Aqil memanggilnya dengan sebutan Gus Lora.

Hotman Paris Hutapea mulai sangat dekat dan kerap berhubungan dengan pihak pesantren.

Setelah sempat mengisi materi ceramah hukum dan motifasi di Pesantren Tebu Ireng Jombang, kini si pengacara kondang kerap diundang di acara ceramah.

Bahkan rencananya Hotman Paris melalui program Hotman Paris Showan ke Pesantren yang digelar oleh Institut Agama Islam Lirboyo Kediri.

Kesenangan Hotman Paris Hutapea bertambah, apalagi ketika KH Said Aqil Siradj memanggilnya dengan sebutan Gus Lora.

Hal itu terjadi saat Prof. Dr.KH Said Aqiel Sirad Ketua Umum PB NU dihadapan Bu Nyai se Nusantara di Surabaya pada 14 juli 2019.

"Diberi gelar Lora: Gus Lora Hotman Paris di surabaya oleh ketua PB NU (Prof Dr Kh . Said Aqiel Sirad)di surabaya tgl 14 juli 2019!," tulis Hotman Paris Hutapea.

Dalam tradisi Islam di Jawa, ada beberapa sebutan pada para pemuka agama.

Bahkan sebutan tersebut seperti melekat dan menjadi sebuah gelar kehormatan.

Salah satunya adalah sebutan “Gus” yang identik dengan Nahdlatul Ulama (NU).

Melansir dinassalam.com, secara bahasa, menurut Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI) gus dan lora adalah panggilan atau julukan pada anak laki-laki.

Di kalangan masyarakat Jawa, gus adalah kependekan dari kata bagus atau den bagus yang merupakan panggilan sayang dari orang tua kepada anaknya.

Panggilan tersebut juga merupakan doa agar sang anak kelak tumbuh menjadi anak yang baik.

Dalam lingkungan pondok pesantren (ponpes) yang berafiliasi dengan NU, para santri memanggil anak kiainya dengan panggilan gus yang mempunyai arti abang atau  mas.

Sebutan itu juga menunjukan adanya strata sosial dalam lingkungan pesantren.

Namun demikian, sebutan gus disematkan bukan semata-mata hanya karena anak kiai.

Sebutan tersebut juga sebagai pengakuan kompetensi untuk meneruskan perjuangan sang ayah dalam memberikan pendidikan agama Islam kepada masyarakat.

Secara kultural para gus akan menggantikan sang ayah sebagai pengasuh pesantren. (bangkapos.com/teddymalaka/dinassalam.com)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved