RUU KUHP Jadi Kontroversi, Apa Saja Isinya? Download File RUU KUHP di SINI

Video Menkumham Yasonna Laoly Merasa Malu Saat Dengarkan Aspirasi Mahasiswa, Baca Dulu Sebelum Debat

Penulis: Teddy Malaka CC | Editor: Teddy Malaka
Capture Youtube Sekretariat Presiden
Jokowi Bahas Sejumlah RUU Termasuk RKUHP di Istana bersama Pimpinan DPR dan Ketua Fraksi Parpol 

RUU KUHP Jadi Kontroversi, Apa Saja Isinya? Download File RUU KUHP di SINI

BANGKAPOS.COM -- Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) menuai kontroversi. Apa saja yang menjadi isinya?

Melalui laman resmi Kemenkumham, Yasonna H. Laoly memberikan keterangan keterangan pers terkait dengan beberapa pasal didalam Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) yang menjadi polemik di masyarakat.

"Penjelasan ini dimaksudkan untuk mengurangi prasangka dan salah paham di masyarakat. RUU KUHP ini dibuat untuk memberikan yang terbaik kepada masyarakat dan dalam pembuatan RUU ini semua stakeholder yang terkait kita undang dan ajak bicara” ujar Yasonna. Keterlibatan para ahli bidang hukum, lembaga non pemerintah juga kita libatkan untuk sama-sama merumuskan dan menyempurnakan RUU ini tegas Menkumham di Graha Pengayoman Jumat (20/09)

Dari beberapa pasal RUU KUHP Menkumham menjelaskan beberapa pasal yaitu pasal 219 (Penghinaan Presiden dan Wapres), Pasal 278 (Pembiaaran unggas) Pasal 414 (Mempertujunkan alat kontrasepsi), pasal 417 (perzinahan), Pasal 418 (Kohabitasi), Pasal 432 (penggelandangan), Pasal 470 (aborsi), dan Pasal 604 (Tindak Pidana Korupsi).

Khusus pasal 219 (Penghinaan Presiden dan Wapres) Yasonna menjelaskan bahwa pasal tersebut tidak akan membatasi hak berekspresi masyarakat, karena yang bisa dipidanakan adalah mereka yang menyerang pribadi presiden atau wakil presiden bukan mereka yang mengkritisi kebijakannya.

"Yang pada dasarnya merupakan penghinaan yang menyerang nama baik atau harga diri presiden atau wakil presiden di muka umum dan delik pada pasal tersebut merupakan delik aduan” kata Yasonna
Pasal tersebut, kata Yasonna, juga turut berlaku pada penghinaan wakil negara sahabat. "Wakil negara sahabat disamakan dengan pengaturan penyerangan harkat dan martabat bagi presiden dan wapres," jelas Yasonna.

Mendampingi Menkumham memberi keterangan pers adalah Staf Ahli Menteri Bidang Politik dan Keamanan yang juga anggota tim penyusun RUU KUHP Y.Ambeg Paramarta, Prof. Muladi yang juga anggota tim penyusunan RUU KHUP, dan beberapa anggota tim penyusun RUU KUHP.

DOWNLOAD RUU KUHP DI SINI >>>>>>>>>> 

Video Menkumham Yasonna Laoly Merasa Malu Saat Dengarkan Aspirasi Mahasiswa, Baca Dulu Sebelum Debat

Menteri Hukum dan Ham, Yasonna Laoly, akhirnya diberi kesempatan memberi penjelasan terkait kontroversi RUU KUHP. Di acara Indonesia Lawyers Club, Yasonna mempertanyakan apa yang menjadi tuntutan mahasiswa.

Yasonna Laoly mempertanyakan kesiapan mahasiswa yang hadir di acara itu. Ia menyarankan mahasiswa sebelum berdebat harusnya membaca terlebih dahulu.

"Ini saya malu, sebagai dosen apa yang saudara (mahasiswa) sampaikan. Maulah, nggak baca, kasih komentar, didengar orang di ILC, saya sampai tutup mata tadi. Kalau wanita yang diperkosa dihukum karena,,,, di sini (RUU KUHP) nggak ada," kata Yasonna.

Ia menyarankan mahasiswa untuk membaca terlebih dahulu sebelum memperdebatkan RUU KUHP.

"Adek-adek lain kali kalau mau berdebat, baca baik-baik, siapkan diri baik-baik, baru komentar. Kalau tidak, nanti mempermalukan diri sendiri," kata Yasonna.

Ia mengatakan persoalan kontroversi RUU KUHP ini disebabkan info tak benar yang viral.

"Karena apa, karena dibuatkan ke publik sesuatu yang tidak benar lalu viral," kata Yasonna.

Pada ILC kemarin malam, Menteri Yasonna Laoly hadir bersama sejumlah anggota DPR RI yakni Asrul Sani, Juniver Girsang, Tim perumus KUHP, Prof Harkristuti Harkrisnowo dan perwakilan BEM.

Presiden Jokowi akhirnya mengeluarkan sikap pasca banyaknya desakan kepadanya hari-hari ini. Aksi demonstrasi terkait Undang-undang KPK dan RUU KUHP membuat orang nomor satu di Indonesia itu memberikan perintah.

Massa mahasiswa yang sejak Senin (23/9/2019) siang, melakukan aksi unjuk rasa di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, berangsur membubarkan diri. Lalu lintas di Jalan Gatot Subroto arah Slipi kembali dibuka.

Hingga pukul 22.45 WIB, jalanan bisa kembali dilewati kendaraan. Sebelumnya, ribuan mahasiswa dari berbagai kampus menggelar aksi unjuk rasa. Mereka memenuhi jalanan depan Kompleks Parlemen Senayan.

Bahkan, sekelompok orang sampai masuk ke jalan tol dalam kota.

Saat itu, Kepolisian mengalihkan kendaraan yang akan menuju Slipi.

Massa menolak hasil revisi Undang-undang KPK dan sejumlah pembahasan RUU seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Rencananya, kelompok massa lebih besar akan kembali menggelar unjuk rasa di depan Kompleks Parlemen Senayan pada Selasa besok.

Aksi demonstrasi tak hanya terjadi di Jakarta tetapi di sejumlah kota besar seperti Yogyakarta, Palembang dan Makassar.

Apa saja yang jadi titah presiden Joko Widodo terkait aksi penolakan yang terjadi di sejumlah kota besar di Indonesia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menunda menunda pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU).

“RUU Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU KUHP itu (saya minta) ditunda pengesahannya untuk bisa mendapatkan masukan-masukan, mendapatkan substansi-substansi yang lebih baik,” kata Presiden Jokowi usai menerima pimpinan DPR, ketua fraksi DPR, dan ketua komisi DPR di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23//2019) malam.

Untuk itu, Presiden menyampaikan harapannya agar pembahasan sejumlah RUU tersebut dapat dilakukan oleh DPR periode mendatang sehingga dapat menjaring sebanyak-banyaknya aspirasi masyarakat.

“Saya sampaikan agar sebaiknya masuk nanti ke DPR RI berikutnya,” ucap Presiden.

Terkait aksi penolakan sejumlah RUU seperti RUU Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan inisiatif DPR RI, Presiden Jokowi menyarankan agar menyampaikannya kepada DPR RI.

“Masukan-masukan yang baik dari masyarakat harus didengar oleh DPR. Sampaikan, bawa draf materinya, bawa materinya, bawa substansinya yang harus dimasukkan ke DPR,” tutur Presiden Jokowi.

Dalam pertemuan dengan pimpinan DPR RI itu, Presiden Jokowi didampingi oleh Menkopolhukam Wiranto, Menkumham Yasonna Laoly, Mensesneg Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

-----------------------------

Melansir setkab.go.id, Pimpinan DPR RI Bambang Soesatyo mempertimbangkan permintaan pemerintah untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) di Sidang Paripurna yang telah dijadwalkan pada Selasa (24/9/2019).

“Penundaan dilakukan selain mendengarkan permintaan pemerintah juga sebagai bukti bahwa DPR mendengar dan memperhatikan kehendak masyarakat yang menghendaki RUU KUHP ditunda pengesahannya,” kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat membuka sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (21/9).

Bamsoet, panggilan akrab Bambang Soesatyo meyakini semua fraksi di DPR RI akan mempunyai sikap yang sama jika sudah berbicara kepentingan rakyat.

“Saya sendiri sudah berbicara dengan beberapa pimpinan fraksi di DPR untuk membahas penundaan itu pada Senin (23/9) mendatang dalam rapat Badan Musyawarah atau Bamus,” jelas Bamsoet.

Seperti diketahui pengambilan keputusan tingkat I terhadap RUU KUHP itu sudah dilakukan kemarin di DPR bersama-sama pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM.

Tinggal ketok palu di paripurna untuk pengesahan yang rencananya akan digelar pada Selasa 24 September.

Menurut Ketua DPR RI, itu jika pada rapat Bamus tanggal 23 September mendatang para pimpinan fraksi setuju menunda, maka selanjutnya akan dilanjutkan dengan pembahasan kembali pasal-pasal yang dianggap masyarakat masih kontroversial.

“Sebagai pimpinan DPR, kemarin kami sudah menerima masukan dari perwakilan adik-adik mahasiswa yang berdemo di depan DPR terkait penyempurnaan RUU KUHP.

Masih ada beberapa pasal yang dinilai kontroversial,” kata Bamsoet seraya menambahkan, ini akan dibahas lagi dan hasilnya akan disosialisasikan ke masyarakat.

Beberapa pasal yang dianggap kontroversial antara lain pasal yang mengatur soal kumpul kebo, kebebasan pers, dan penghinaan terhadap kepala negara.

Ditegaskan Ketua DPR RI, itu memang tidak mudah berjuang untuk memiliki buku induk atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana sendiri menggantikan KUHP kolonial peninggalan Belanda.

“Saya bisa merasakan tekanannya yang luar biasa. Dalam pembahasan RUU KUHP ini terus terang DPR RI juga mendapat tekanan yang kuat terkait masalah LGBT.

Setidaknya ada 14 perwakilan negara-negara Eropa termasuk negara besar tetangga kita,” ungkap Bamsoet.

Sebelumnya, mencermati aspirasi yang berkembang di masyarakat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk meminta agar pembahasan RUU KUHP itu ditunda.

“Saya telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM selaku wakil pemerintah untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR RI yaitu, agar pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini,” kata Presiden.

Menkumham Diberi Perintah

Presiden berharap DPR juga mempunyai sikap yang sama sehingga pembahasan RUU KUHP bisa dilakukan oleh DPR RI periode berikutnya.

“Saya juga memerintahkan Menteri Hukum dan HAM untuk kembali menjaring masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan untuk menyempurnakan RUU KUHP yang ada,” sambung Presiden Jokowi.

Menurut Presiden, dari subtansi-subtansi yang dicermatinya, setidaknya ada 14 pasal dari RUU KUHP itu yang memerlukan pendalaman lebih lanjut.

“Nanti ini yang akan kami komunikasikan, baik dengan DPR maupun dengan kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan materi-materi yang ada,” jelas Presiden Jokowi. (*)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved