Janji Jokowi Ditagih, Terkait Pemberantasan Korupsi, Didesak Segera Terbitkan Perppu KPK

Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus meminta agar Presiden Jokowi bisa segera menerbitkan Perppu terhadap UU

Editor: Evan Saputra
Kompas.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Presiden Jokowi. Beredar sejumlah nama pengusaha yang akan menjadi calon menteri Kabinet Kerja di bawah pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. 

Janji Jokowi Ditagih, Terkait Pemberantasan Korupsi, Didesak Segera Terbitkan Perppu KPK

BANGKAPOS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus diingatkan soal keberpihakannya dalam pemberantasan korupsi.

Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus meminta agar Presiden Jokowi bisa segera menerbitkan Perppu terhadap UU KPK hasil revisi yang disahkan DPR.

Hal tersebut dinilai untuk membuktikan janji Presiden Jokowi dalam pemberantasan korupsi.

"Presiden harus membuktikan janji yang sempat diucapkan dan dituangkan dalam Nawa Cita dan saat berkampanye beberapa waktu lalu," kata anggota koalisi Kurnia Ramadhana dalam Konferensi Pers di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Minggu (6/10/2019), seperti dikutip dari Kompas.com.

"Presiden Joko Widodo kala itu berjanji jika kelak terpilih menjadi Presiden akan memperkuat KPK dan menegaskan keberpihakan pada isu antikorupsi," ujarnya.

Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Presiden Jokowi terkesan akan membiarkan kejahatan korupsi semakin berkembang apabila tidak menerbitkan perppu tersebut.

Sementara itu, menurutnya syarat perppu sudah terpenuhi.

Perppu ini dinilai mampu mengatasi sejumlah permasalahan hukum pasca pengesahan UU KPK hasil revisi.

Tiga Syarat Perppu

Dikutip dari Kompas.com, syarat penerbitan Perppu UU KPK hasil revisi dianggap telah terpenuhi sesuai syarat obyektif yang diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Noomor 138/PPU-VII/2009.

Terdapat tiga syarat yaitu pertama, ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.

Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum.

Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa, karena akan memakan waktu cukup lama.

Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan segera.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved