Sang Anak Hilang Saat Demo UU Cipta Kerja Ricuh, Kapur Temukan Kenyataan Pahit di Kantor Polisi

Seorang ayah bernama Kapur, menceritakan pengalaman saat mencari anaknya, Bintang Keadilan, yang hilang sewaktu demo UU Cipta Kerja.

Editor: Dedy Qurniawan
YouTube Najwa Shihab
Seorang pria bernama Kapur menceritakan perjuangannya mencari sang putra, Bintang Keadilan yang menghilang saat mengikuti demo menolak Omnibus Law. 

BANGKAPOS.COM - Seorang ayah bernama Kapur, menceritakan pengalaman saat mencari anaknya, Bintang Keadilan, yang hilang sewaktu demo UU Cipta Kerja. Kisahnya tayang di acara Mata Najwa, kanal YouTube Najwa Shihab, Kamis (5/11/2020). 

Kapur membuat pengakuan mengejutkan.

Anaknya, Bintang Keadilan, merupakan seorang mahasiswa di salah universitas negeri di Surabaya.

Dia ditangkap aparat saat aksi tolak Omnibus Law.

Di acara Mata Najwa, Kapur mengaku dipersulit aparat ketika ingin mencari keberadaan anaknya.

Mulanya Kapur mengatakan pada 8 Oktober 2020, Bintang Keadilan berpamitan kepadanya ingin mengikuti demo menolak Omnibus Law.

"Pada tanggal 8 Kamis pagi itu, anak saya memang izin ke kami, untuk ikut demo menolak Omnibus Law," ucap Kapur dikutip TribunJakarta.com dari YouTube Najwa Shihab, pada Kamis (5/11/2020).

"Saya mengizikan dan memberikan pesan jangan anarkis," imbuhnya.

Namun hingga pukul 21.00 WIB, Bintang Keadilan tak menunjukkan batang hidungnya.

Baca juga: Nurlelah Panik 3 Hari Sang Anak Hilang, Ditemukan Menangis di Rumah Kosong, Mau Dijual via Open BO

Ponsel sang putra bahkan tak dapat ia hubungi.

Kapur kemudian berusaha mencari keberadaan Bintang Keadilan di Polrestabes.

Ia mengaku mendapatkan informasi sejumlah mahasiswa diamankan di sana.

"Lalu saya dengar ada kericuhan pada demo itu," kata Kapur.

"Akhirnya jam 9 malam, saya kroscek ke Polres, saya telpon Bintang tidak ada yang angkat,"

"Saya krocek ke Polrestabes karena saya dapet informasi bahwa yang ditangkep ada di sana," imbuhnya.

Setibanya di Polrestabes, Kapur mengatakan sejumlah orangtua juga mencari keberadaan anak mereka seperti dirinya.

Kala itu bukannya memberikan jawaban, aparat malah memilih bungkam.

Keesokan harinya Kapur tak menyerah, ia kembali mendatagi Polrestabes.

"Di Polrestabes ternyata sudah banyak orangtua yang juga mencari anaknya tapi ditolak," kata Kapur.

"Paginya saya dijanjikan bertemu dengan anak, tapi ternyata saya dipersulit," imbuhnya.

Saat itu Kapur kembali harus menelan pil pahit, pihak aparat enggan memberikan data sejumlah mahasiswa yang diamankan saat demonstrasi.

Setelah terlibat perdebatan dengan aparat, Kapur mengaku akhirnya diberikan izin untuk masuk ke ruang penyidikan.

Baca juga: Tiga Minggu Pencarian 3 Anak Hilang Misterius di Langkat, Kapolsek Jatuh Sakit, Ini Kendala Utamanya

Kenyataan pahit di Kantor Polisi

Betapa terkejutnya Kapur, saat melihat sejumlah mahasiswa ditelanjangi dan dikumpulkan dalam sebuah ruangan gelap.

"Saya bahkan mencari data anak saya, itu juga tidak diberi data," ucap Kapur.

"Akhirnya setelah saya debat, saya diizinkan untuk masuk ke ruang penyidikan,"

"Ternyata anak-anak sudah dikumpulkan di dalam ruangan yang gelap, ditelanjangi," imbuhnya.

Di ruangan tersebut, Kapur sempat bertanya kepada mereka apakah melihat keberadaan sang putra.

Namun hasilnya nihil, Kapur akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pencariannya ke Polda Jatim.

"Saya keluar saya langsung ke Polda, ternyata di Polda juga banyak orangtua yang mencari anaknya," kata Kapur.

Berusaha mencari Bintang Keadilan sejak pagi, Kapur akhirnya mendapatkan angin segar menjelang magrib.

"Menjelang magrib, anak saya telepon, Bintang ada di penyidikan," ucap Kapur.

Di ruang penyidikan, Kapur melihat kondisi sang putra sudah sangat memprihatikan.

"Setelah itu saya masuk kepala anak saya sudah bocor, enggak pakai sandal, bajunya dicopot," kata Kapur menahan tangis.

Kepada Najwa Shihab, Kapur mengaku akan membawa perlakuan tak manusiawi yang diterima Bintang Keadilan ke jalur hukum.

"Saya sudah menyerahkan kasus ini ke Lembaga Bantuan Hukum," ujar Kapur.

Belum ada kabar tanggapan dari polisi mengenai hal ini.

Baca juga: 3 Anak Hilang Misterius di Langkat, Sempat Terekam Kamera di Area Kebun Sawit Sebelum Raib

Saran Yusril untuk perbaikan UU Cipta Kerja

Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, kesalahan pengetikan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja terjadi akibat proses pembentukannya yang tergesa-gesa, sehingga mengabaikan asas kecermatan.

Namun, menurut Yusril, UU tersebut sudah terlanjur ditandatangani Presiden Jokowi dan diundangkan dalam Lembaran Negara.

"Naskah itu sah sebagai sebuah undang-undang yang berlaku dan mengikat semua pihak," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Rabu (4/11/2020).

Lantas, bagaimana cara memperbaiki kesalahan pengetikan tersebut?

Yusril mengatakan, kesalahan pengetikan tersebut tidak membawa pengaruh pada norma yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Oleh karenanya, menurut Yusril, pemerintah dan DPR dapat melakukan rapat guna memperbaiki kesalahan pengetikan tersebut.

"Presiden (bisa diwakili Menko Polhukam, Menkumham, atau Mensesneg) dan Pimpinan DPR dapat mengadakan rapat memperbaiki salah ketik seperti itu," ujarnya.

Yusril mengatakan, setelah naskah UU Cipta Kerja diperbaiki, pemerintah harus mengumumkan kembali dalam Lembaran Negara untuk dijadikan rujukan resmi.

"Presiden tidak perlu menandatangani ulang naskah undang-undang yang sudah diperbaiki salah ketiknya itu," ucapnya.

Lebih lanjut, Yusril mengatakan, adanya salah ketik dalam naskah UU yang telah disetujui presiden dan DPR dan dikirim ke Sekretariat Negara telah terjadi beberapa kali.

Namun, kesalahan ketik kali ini memang beda, karena kekeliruan itu baru diketahui setelah presiden menandatanganinya dan naskahnya telah diundangkan dalam Lembaran Negara.

Adapun berdasarkan penelusuran Kompas.com, Selasa (3/11/2020), ditemukan kesalahan ketik yang cukup fatal pada Pasal 6 di Bab Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha.

Pasal 6 menyebutkan, peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a meliputi (a) penerapan perizinan berusaha berbasis risiko; (b) penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha; (c) penyederhanaan perizinan berusaha sektor; dan (d) penyederhanaan persyaratan investasi.

Namun, rujukan ke Pasal 5 ayat (1) tidak jelas karena dalam UU Cipta Kerja Pasal 5 tidak memiliki ayat.

Pasal 5 hanya berbunyi, ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.

Kemudian, ada pula kesalahan ketik dalam Pasal 175 di Bab Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja.

Pasal 175 angka 6 mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan Nomor 30 Tahun 2014.

Pasal 53 itu terdiri atas 5 ayat yang mengatur soal syarat sah keputusan pemerintahan.

Ayat (1) berbunyi, batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Ayat (2), jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.

Ayat (3), dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan keputusan dan/atau tindakan sebagai keputusan atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan yang berwenang.

Ayat (4), apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.

Ayat (5), ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan keputusan dan/atau tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.

Semestinya, ketentuan dalam ayat (5) merujuk pada ayat (4).

Bukan pada ayat (3) sebagaimana yang ditulis dalam UU Cipta Kerja. (TribunJakarta.com/ Kompas.com)

Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Pengakuan Kapur di Mata Najwa, Anak Hilang Saat Demo Omnibus Law: di Ruang Gelap Anak Ditelanjangi

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved