Inilah 7 Catatan Untuk Komjen Listyo Sigit Prabowo, Kasus Laskar FPI Hingga Kekerasan di Papua
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK) memberikan sejumlah catatan untuk Komjen Listyo Sigit Prabowo.
Inilah 7 Catatan Untuk Komjen Listyo Sigit Prabowo, Kasus Laskar FPI Hingga Kekerasan di Papua
BANGKAPOS.COM - Presiden Joko Widodo menunjuk Komjen Listyo Sigit Prabowo menjadi calon tunggal Kapolri.
Namun, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK) memberikan sejumlah catatan untuk Komjen Listyo Sigit Prabowo.
Dilansir dari Antara, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu memberikan catatan pertama terkait mekanisme penegakan hukum seperti apa yang akan diterapkan Kapolri menyikapi kasus penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan oknum anggota Polri.
Catatan LPSK pada 2020, terdapat 13 permohonan perlindungan perkara penyiksaan, sementara di 2019 lebih tinggi dengan 24 permohonan.
"Artinya, terjadinya penurunan sebesar 54 persen perkara penyiksaan pada 2020 dibanding 2019. Namun bila merujuk jumlah terlindung, pada 2020 terdapat 37 terlindung LPSK dari peristiwa penyiksaan," kata Edwin, dikutip dari Antara, Minggu (17/1/2021).
Ia menyatakan peristiwa terakhir yang menarik perhatian dikenal dengan peristiwa KM 50 yang menewaskan enam Laskar FPI.
"Rekomendasi Komnas HAM meminta agar peristiwa itu diproses dalam mekanisme peradilan umum pidana. Sebaiknya Kapolri mencontoh KSAD yang dengan tegas memproses hukum oknum TNI di Peristiwa Intan Jaya," ujarnya.
Kedua, kata Edwin, bagaimana Kapolri menyikapi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang terus meningkat beberapa tahun terakhir.
Polda Metro Jaya di 2020 melansir telah menangani 443 kasus hoaks dan ujaran kebencian.
Sebanyak 1.448 akun media sosial telah dilakukan takedown, sedangkan 14 kasus dilakukan penyidikan hingga tuntas.
"Yang sering muncul menjadi pertanyaan publik atas perkara ini ialah sejauh mana Polri bertindak imparsial tanpa melihat afiliasi politik dari para pelakunya," kata Edwin.
Ketiga, bagaimana pendekatan restorative justice yang akan dikembangkan Polri soal kondisi penjara yang melebihi kapasitas, di mana jumlah napi yang masuk tak berbanding lurus dengan kapasitas lapas.
"Situasi ini sebaiknya disikapi Polri menggunakan pendekatan restorative justice sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana," ucap Edwin.
Keempat, bagaimana upaya Kapolri memerangi korupsi di korpsnya. Misalnya, contoh kasus surat palsu Djoko Tjandra yang tidak terlepas dari praktik suap dan telah menempatkan dua jenderal polisi sebagai terdakwa.