Virus Corona di Bangka Belitung
Fakta Ali yang Tak Tertular Usai Merawat Pasien Covid-19 Senada dengan Kisah Pendeta di Toboali
Kisah Ali Syahbana yang 14 hari mendampingi dan merawat pasien positif Covid-19 senada dengan kasus pendeta Daniel Antonius, di Toboali
“Saat pulang, kondisi Papa masih sehat bugar, hanya saat kami menengok ke rumah, papa mengeluh demam ringan,” kata Moses.
Karena hanya mengeluh demam, saat itu Daniel sempat dikerok. Menurut Moses, ibunya juga tampak tak sehat dengan menurunnya nafsu makan.
“Papa saat itu mengeluh demam dan mama seperti tak nafsu makan. Tapi kami menganggapnya wajar karena kecapekan habis dari acara di Jakarta,” lanjut Moses.
Pada tanggal 20 Maret 2020, keluarga memutuskan untuk membawa Daniel ke Pusyandik Toboali karena kondisinya yang terus menurun.
Kepada petugas Posyandik, Moses menjelaskan riwayat perjalanan ayahnya sehingga pihak Pusyandik memutuskan merawat Daniel di ruang khusus.
Empat hari dirawat, kondisi Daniel berangsur membaik dan akhirnya diizinkan rawat jalan pada 23 Maret 2020.
Hari kedua di rumah, kondisi Daniel kembali memburuk. Oleh dokter yang pernah merawatnya di Pusyandik, keluarga disarankan untuk melakukan rongent paru. Saat itu saran dari Pusyandik adalah dibawa ke RS Siloam
“Kami tidak pernah berpikir yang papa alami adalah covid-19. Kami hanya mengikuti saran untuk rongent paru di Siloam dan kami bawa pada 26 Maret pagi,” kata Moses.
Moses menjelaskan, sata itu yang membawa ke Siloam adalah dia, dan dua kakak iparnya masing-masing adalah Heri Tendean dan Roland. Kondisi Daniel sudah lemah namun masih bisa dibawa menggunakan mobil milik keluarga.
“Pukul 07.00 pagi kira-kira kami sudah sampai di RS Siloam dan langsung masuk ek IGD. Karena saya yang berstatus sebagai anak, saya juga yang menandatangani persetujuan untuk dilakukan CT-scan,” kata Moses.
Setelah hasil CT-Scan keluar, dokter yang menangani Daniel dengan nada serius mengatakan bahwa 90% diagnosa dari Daniel Antonisu adalah paparan virus corona.
Moses ingat betul saat diberitahu dokter bahwa kondisi paru-paru ayahnya sudha nyaris penuh dengan cairan.
“Saat itu juga kami diminta untuk melakukan isolasi mandiri. Kami juga langsung memberitahu seluruh keluarga melalui WAG keluarga agar mulai saat itu semuanya melakukan isolasi mandiri,” imbuh Moses.
Tahu situasinya tidak ideal dan berisiko terkena corona, Moses dan kedua kakak iparnya memutuskan untuk pulang ke Toboali.
Apalagi ayahnya juga dirawat di ruang khusus tanpa boleh ditunggu keluarga. Namun pada pukul 23.00 ia memperoleh kabar bahwa ayahnya kritis dan akhirnya meninggal dunia pada pukul 05.00 pagi. (*)