Breaking News

Virus Corona di Bangka Belitung

Fakta Ali yang Tak Tertular Usai Merawat Pasien Covid-19 Senada dengan Kisah Pendeta di Toboali

Kisah Ali Syahbana yang 14 hari mendampingi dan merawat pasien positif Covid-19 senada dengan kasus pendeta Daniel Antonius, di Toboali

BangkaPos
ANOMALI TOBOLAI: Halaman Depan Bangkapos yang memuat fakta bahwa kasus kematian pertama yang dikaitkan dengan Covid-19 di babel tidak ditemukan jejak penularan 

BANGKAPOS.COM , PANGKALPINANG - Fakta bahwa seorang yang berdekatan dan bahkan merawat pasien Covid-19 bukan pertama kali terungkap di Bangka Belitung.

Kisah Ali Syahbana yang 14 hari mendampingi dan merawat istrinya yang positif terpapar Covid-19 dan tidak pernah tertular juga ditemukan di awal-awal Covid-19 masuk ke Bangka Belitung.

Ali yang mendampingi dan merawat istrinya ini tiga kali melakukan tes antigen.

Pertama tes antigen dilakukan setelah istrinya positif. Tes kedua dilakukan di pertengahan saat ia menemani istrinya di rumah sakit.

Baca juga: Tak Satupun yang Tertular Covid-19 Meski 15 Anggota Keluarga Dekat dengan Solwati

Baca juga: DAFTAR Ketersediaan Ruang Isolasi Terpadu Covid-19 di Provinsi Bangka Belitung per 3 September 2021

Terkahir, Ali juga kembali melakukan tes antigen saat harus keluar rumah sakit lantaran harus mengantarkan jenazah istrinya ke peristirahatan terakhir.

Dari ketiga tes antigen yang dilakukan, Ali tak sekalipun dinyatakan positif terpapar Covid-19.

Berinteraksi dengan orang terpapar Covid-19 namun tidak tertular ini bukan kali ini saja.

Sekitar bulan Juni 2020, Bangka Pos mencoba melakukan penelusuran terkait dengan kasus covid-19 di Bangka Belitung, tepatnya pada kasus kematian pertama di Bangka Belitung.

Kasus kematian pertama yang terkait dengan Covid-19 terjadi pada Daniel Antonius (72), seorang pendeta di Toboali, Bangka Selatan.

Baca juga: 7 Kasus Ditemukan Jejak Penularan, Diagnosa dan Alat Tes Covid-19 Perlu Jadi Kajian Serius

Baca juga: Dari 152 Kasus Terdata, Tujuh Kasus Ditemukan Jejak Penularan

Dari kasus Daniel ini, Gugus Percepatan Penanganan Covid-19 Babel melakukan tracking terhadap 38 orang yang diketahui berinteraksi langsung dengan Daniel. Mereka semuanya dilakukan pengecekan kesehatan sesuai dengan protokol penanganan covid-19.

“Dari kasus tersebut, kita telah melakukan tracking terhadap 38 orang yang pernah kontak dengan pasien. Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan, satu orang yaitu istrinya sempat terpapar covid-19,” kata Mikron Antariksa, Ketua Sekretarit Puskodalops Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Babel, Sabtu (6/6/2020).

Mikron memastikan, dari kasus Pendeta Daniel ini semuanya sudah clear.

Semua pihak yang pernah kontak dengan yang bersangkutan, juga sudah dinyatakan bebas dari paparan virus.

“Hanya istri beliau yang sempat dinyatakan positif sehingga harus menjalani karantina selama 22 hari di Balai Karantina. Namun sudah sejak lama dinyatakan sembuh dan sudah kembali ke rumahnya di Toboali. Jadi terkait dengan kasus ini semuanya sudah clear,” imbuh Mikron.

Kasus pendeta Daniel ini menjadi anomali ketika dibandingkan dengan pemberitaan selama ini, dimana virus ini dianggap mudah menular.

Membuktikan informasi tersebut, Bangka Pos melakukan penelusuran langsung dan menemui sejumlah pihak yang terkait dengan kasus Pendeta Daniel.

Diantar oleh Moses Antonius (39) anak dari Pendeta Daniel, Bangka Pos diajak menuju ke rumah Pendeta Daniel yang tak lain adalah ayah kandung dari Moses, Minggu (7/6).

Berada persis di samping gereja GPdI Toboali, Jalan Sudirman Dalam, Bangka Pos dipersilakan masuk ke sebuah rumah dua lantai.

“Di rumah inilah papa (pendeta Daniel) tinggal bersama ibu dan kakak pertama kami. Rumah ini dihuni oleh enam orang,” kata Moses sambil mempersilakan Bangka Pos masuk.

Di ruang tamu, Ribkha Salim (72) ibunda Moses yang duduk di sofa panjang berwarna putih tampak melemparkan senyum menyambut kedatangan Bangka Pos. “Mari silakan duduk,” kata Ribkha Salim.

Ribkha Salim adalah istri dari Pendeta Daniel Antonius yang pada akhirnya menjadi satu-satunya orang yang berstatus terpapar virus corona bersama dengan suaminya, Pendeta Daniel.

Ribkha Salim sempat dikarantina selama 22 hari di Balai Karantina Provinsi. Selama masa karantina tersebut, Ribkah Salim harus menjalani empat kali sweb. Dua kali sweb dinyatakn positif dan dua kali sweb terakhir hasilnya negatif.

Setelah dua hasil sweb negatif inilah, ia kemudian dinyatakan sembuh, meski untuk pulang dari wisma Karantina ia harus menunggu beberapa hariu kemudian lantaran alasan pemulihan kesehatan.

“Tapi sejak dibawa ke Karantina, hingga saya boleh pulang, saya tidak mengalami sakit apapun. Saya sehat-sehat saja,” kat Ribkah.

Moses membenarkan bahwa dari kasus ayahnya, ibunya merupakan satu-satunya orang yang akhirnya divonis terpapar virus covid-19.

Moses menduga, ibunya bukan terpapar virus dari ayahnya saat di Tobolai, tetapi sama-sama terpapar saat bersama dengan ayahnya mengikuti adara reuni di Jakarta.

Dugaan ini disampaikan Moses lantaran seluruh keluarga besar pernah berinteraksi erat dengan Daniel Antonius di rumah dan tidak ada satupun yang terpapar virus.

“Sempat Bang Heri Tendean (menantu) reaktif saat dilakukan rapid tes dan ikut diisolasi. Namun tidak sekalipun hasil sweb dinyatakan positif,” imbuh Moses.

Tidak tertular

Sebelum Daniel Antonius meninggal, keluarga tak pernah tahu jika Daniel terpapar virus corona.

Untuk itu, seluruh keluarga berinteraksi dengan wajar yang bisa dibilang cukup erat.

Pada saat Daniel mengeluh demam ringan, enam cucu Daniel dan keluarga besarnya juga berkumpul di ranjang tempat Daniel beristirahat.

Foto saat Daniel dikerumuni cucu-cucunya saat dirawat di rumah ini sebelumnya juga sempat beredar di sosial media beberapa haris setelah Daniel meninggal dunia dan dinyatakan positif terpapar corona.

Bangka Pos kemudian meminta izin pihak keluarga untuk menggunakan foto tersebut untuk dipasang di koran.

Terkait dengan interaksi erat di keluarga Daniel Antonius ini, Trivera Ivon Antonius (42), anak pertama Daniel Antonius bahkan mengaku tanpa sengaja sempat menyeruput minuman milik Daniel. Itu terjadi saat Daniel mengeluh demam dan kemudian minta minum air hangat.

“Papa minta air hangat. Saat saya berikan dengan gelas dan pipet, ia menyeruputnya namun kemudian melepaskannya. Papa waktu itu bilang jika airnya terlalu panas. Karena saya tahu memang tidak panas, saya tunjukkan ke Papa bahwa saya menyeruputnya sambil mengatakan memang tidak panas,” kata Ivon didampingi Heri Tendean (44), suaminya.

Moses menambahkan, layaknya merawat orangtua yang sakit, ia membenarkan bahwa ketika Daniel sakit, keluarga besar itu sering berkumpul.

“Ya wajarlah kami berkumpul di tempat papa dirawat di rumah bersama anak-anak dan juga cucu. Kami berkumpul semua dan memang saat itu kami mengira papa sakit demam biasa dan anak cucunya memberikan penghiburan,” imbuh Moses.

Saat Daniel dirawat di Pusyandik Toboali antara 20 Maret sampai 23 April, Moses dan dua kakak iparnya juga yang selalu merawat Daniel tanpa perlengkapan khusus.

“Kami mengganti pakaian termasuk celana dalam papa bergantian, mengelap dan sebagainya dengan tangan telanjang,” imbuh Moses.

“Winda, istri saya bahkan juga mengelap liur ayah saya dan meskipun menggunakan tissue, ia mengakui juga mengenai tangannya. Puji Tuhan semuanya tidaka ada yang terpapar virus,” imbuh Moses.

Kronologi
Moses kemudian menceritakan kronologi sejak kedua orangtunya pergi ke Jakarta untuk menghadiri sebuah acara reuni sekolah pendeta hingga akhirnya meninggal dunia pada 27 Maret 2020 di RS Siloam dengan dioagnosa terpapar covid-19.

Menurut Moses, Daniel dan Ribkah berangkat ke Jakarta pada 8 Maret 2019 untuk mengikuti sebuah acara reuni sekolah pendeta. Acara tersebut dilaksanakan pada 10-13 Maret 2020.

“Sebelum menghadiri acara, papa dan mama singgah dan menginap di rumahs alah satu temannya di Jakarta sampai dengan hadir di acara,” kata Moses.

Setelah mengikuti acara tersebut, Daniel dan istrinya tak langsung kembali ke Bangka, keduanya singgah di rumah salah satu anaknya yang ada di Jakarta selama sekitar 5 hari. Keduanya baru pulang ke Bangka pada Rabu (18/3).

“Saat pulang, kondisi Papa masih sehat bugar, hanya saat kami menengok ke rumah, papa mengeluh demam ringan,” kata Moses.

Karena hanya mengeluh demam, saat itu Daniel sempat dikerok. Menurut Moses, ibunya juga tampak tak sehat dengan menurunnya nafsu makan.

“Papa saat itu mengeluh demam dan mama seperti tak nafsu makan. Tapi kami menganggapnya wajar karena kecapekan habis dari acara di Jakarta,” lanjut Moses.

Pada tanggal 20 Maret 2020, keluarga memutuskan untuk membawa Daniel ke Pusyandik Toboali karena kondisinya yang terus menurun.

Kepada petugas Posyandik, Moses menjelaskan riwayat perjalanan ayahnya sehingga pihak Pusyandik memutuskan merawat Daniel di ruang khusus.

Empat hari dirawat, kondisi Daniel berangsur membaik dan akhirnya diizinkan rawat jalan pada 23 Maret 2020.

Hari kedua di rumah, kondisi Daniel kembali memburuk. Oleh dokter yang pernah merawatnya di Pusyandik, keluarga disarankan untuk melakukan rongent paru. Saat itu saran dari Pusyandik adalah dibawa ke RS Siloam

“Kami tidak pernah berpikir yang papa alami adalah covid-19. Kami hanya mengikuti saran untuk rongent paru di Siloam dan kami bawa pada 26 Maret pagi,” kata Moses.

Moses menjelaskan, sata itu yang membawa ke Siloam adalah dia, dan dua kakak iparnya masing-masing adalah Heri Tendean dan Roland. Kondisi Daniel sudah lemah namun masih bisa dibawa menggunakan mobil milik keluarga.

“Pukul 07.00 pagi kira-kira kami sudah sampai di RS Siloam dan langsung masuk ek IGD. Karena saya yang berstatus sebagai anak, saya juga yang menandatangani persetujuan untuk dilakukan CT-scan,” kata Moses.

Setelah hasil CT-Scan keluar, dokter yang menangani Daniel dengan nada serius mengatakan bahwa 90% diagnosa dari Daniel Antonisu adalah paparan virus corona.

Moses ingat betul saat diberitahu dokter bahwa kondisi paru-paru ayahnya sudha nyaris penuh dengan cairan.

“Saat itu juga kami diminta untuk melakukan isolasi mandiri. Kami juga langsung memberitahu seluruh keluarga melalui WAG keluarga agar mulai saat itu semuanya melakukan isolasi mandiri,” imbuh Moses.

Tahu situasinya tidak ideal dan berisiko terkena corona, Moses dan kedua kakak iparnya memutuskan untuk pulang ke Toboali.

Apalagi ayahnya juga dirawat di ruang khusus tanpa boleh ditunggu keluarga. Namun pada pukul 23.00 ia memperoleh kabar bahwa ayahnya kritis dan akhirnya meninggal dunia pada pukul 05.00 pagi. (*)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved