Opini

Tantangan Pariwisata dan Geopark Belitong

Salah satu prestasi menyangkut pariwisata Bangka Belitung adalah diumumkannya Pulau Belitung sebagai Unesco Global Geopark.

Editor: fitriadi
Bangkapos.com
Yan Megawandi 

Terjadinya migrasi besar-besaran ke Bangka dan Belitung sejak lebih tiga abad lalu adalah karena timah. Perang Bangka yang kemudian melahirkan pahlawan Depati Amir juga karena ada kepentingan timah. Terbentuknya provinsi juga hasil dari strategi perjuangan yang antara lain disumbangkan pula oleh uang dari hasil timah.

Hampir semua pemilihan kepala daerah biasanya pula melibatkan para cukong timah di belakangnya. Demikian pula kerusakan lingkungan yang cukup masif terjadi baik di darat dan di laut juga hasil penambangan timah yang tidak dikelola secara bijak.

Ada banyak sekali hal yang terhubung dengan cerita timah di Bangka Belitung. Ada yang positif dan sebaliknya. Yang kemudian menjadi lembaran sejarah warna warni negeri Serumpun Sebalai. Bumi Laskar Pelangi.

Sejak tahun 1980an memang telah mulai banyak timbul kesadaran akan perlunya mengubah pendekatan pembangunan di Bangka Belitung. Hal itu didorong pula oleh krisis timah yang terjadi di akhir tahun 80an yang kemudian memaksa PT Timah merubah dirinya secara luar biasa.

PT Timah dipaksa untuk kembali ke core bisnisnya sebagai penambang. Walaupun pada kenyataannya juga lalu terkadang terkesan hanya menjadi semacam broker alias calo bisnis timah dari masyarakat.

Di awal era tahun 2000 an booming penambangan timah Kembali terjadi. Adanya otonomi yang membawa angin perburuan bijih timah di masa ini. Akibatnya kerusakan yang semakin menjadi-jadi yang kemudian berlangsung. Sungai, laut dan perairan tercemar. Hutan keranggas yang tak banyak lagi hamparannya di dunia dan menjadi ciri khas hutan di Bangka dan Belitung menghilang dengan kecepatan luar biasa.

Demikian pula hutan bakau yang konon menjadi benteng dalam menghadapi abrasi dan ekosistem yang menjadi sumber kekayaan perlindungan yang banyak flora fauna dirusak dengan semena-mena. Terumbu karang merana. Sejumlah satwa lalu kehilangan rumahnya.

Sudah banyak satwa yang dulu dengan mudah dijumpai, namun kini entah kemana mereka berlindung. Mereka terancam punah. Konflik satwa dan manusia semakin tinggi. Banjir besar melanda. Kerugian tak terhitung nilainya.

Namun semua permasalahan lingkungan tadi seolah hanya catatan kelam yang dengan mudah terlupakan. Digilas kepentingan ekonomi dan politik yang silih berganti diulang-ulang. Atas nama kesejahteraan.

Semula banyak orang berharap bahwa dalam kesusahan yang dihadapi akan membawa hikmah yang harusnya semakin menumbuhkan kesadaran akan keberlanjutan pada kehidupan.

Bukan hanya sekedar kelanjutan bisnis semata. Misalnya dengan memberikan nilai tambah yang semakin bermutu dalam pengolahan bijih timah di daerah penghasilnya. Tapi harapan tersebut nampaknya masih jauh. Kepentingan lima tahunanlah yang lebih menarik untuk diraih.

Lihat lah misalnya apa saja teknologi tambang dan pasca tambang yang semakin bermartabat yang berkembang? Bagaimana kah penanganan limbah dan lingkungan yang ditangani? Apakah pengendalian terhadap kegiatan ekstraksi alam makin menjadi lebih baik?

Metamorfosa Belitong

Apakah benar bahwa nilai mineral yang justru lebih tinggi mutunya justru tidak mendapat perhatian memadai dan masih dianggap remah remah hanya karena kurangnya penguasaan teknologi dan kapital? Atau memang karena kita tak faham bagaimana menangani nya? Atau memang karena kita yang kemaruk dan tak pernah merasa puas atas semua nikmat yang telah diterima.

Terlepas dari semuanya masyarakat Belitong telah terlebih dahulu tercerahkan dengan masuknya pariwisata. Nampaknya Pariwisata membuat wawasan jadi lebih luas sikap menjadi lebih bijak dan kesabaran juga jadi lebih baik.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved