Militer dan Kepolisian
Kisah Suud Rusli, Mantan Anggota Pasukan Elit yang Jadi Pembunuh Bayaran dan Licin Bak Belut
Kini Suud yang sudah bercerai dengan isterinya itu menghabiskan waktunya di Lapas sebagai instruktur kedisiplinan
Setahun mendekam dalam jeruji besi, Suud bersama rekannya mantan Letda (Mar) Syam Sanusi berhasil melarikan diri pada 5 Mei 2005 dengan cara memotong jeruji besi.
Situs TNI Angkatan Laut menyebutkan, pelarian Suud tidak lama, kurang dari satu bulan.
Tepatnya pada 31 Mei 2005, dia ditangkap di Malang, Jawa timur, dengan dua timah panas di kakinya.
Baca juga: Mantan KSAU Ungkap Kelemahan dan Keunggulan Jet Tempur Rafale, Inilah Negara yang Mengoperasikannya
Belum juga jera, lima bulan kemudian, tepatnya 6 Nopember 2005, Suud Rusli berhasil kabur lagi.
Dia ditangkap kembali pada tanggal 23 November 2005.
Saat penangkapan kedua kalinya, Tim Polri melakukan penyergapan di Kampung Susukan, Desa Gunungsari, Kecamatan Pegaden, Kabupaten Subang sekitar pukul 07.00 WIB.
Licin seperti belut, Suud berhasil lolos dari sergapan sore itu.
Baru pada pagi harinya tim gabungan dari Puspom TNI dan Polri melaksanakan penyisiran di sekitar lokasi penyergapan dan pada pukul 07.00 WIB tim tersebut berhasil menangkap Suud Rusli ketika tengah berada di sebuah gubuk yang berada di tengah persawahan sedang tertidur pulas bersama pacarnya, Ida.
Setelah ditangkap, Suud dibawa dengan menggunakan kendaraan Lidkrim Puspom TNI menuju Rumah Tahanan Militer Cimanggis, Jakarta.
Aparat tampaknya tak mau kecolongan lagi. Saat ditangkap, tangan Suud dirantai ke belakang dan wajah ditutupi kain.
"Agar tidak lari lagi Suud dirantai dan diborgol lebih besar lagi," kata Komandan Pusat Polisi Militer TNI AL Mayor Jenderal Marinir Sunarko G.A di Jakarta, Rabu 23 November 2005 silam.
Suud juga dikawal dobel oleh anggota Pomad (Polisi Militer TNI Angkatan Darat) dan Pomal (Polisi Militer TNI Angkatan Laut).
Suud kini mendekam di Lapas Kelas 1 Surabaya. Pada 2015, dia mengajukan grasi namun ditolak Presiden Jokowi.
Dia juga mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-undang nomor 5 tahun 2010 tentang Grasi.
Namun lagi-lagi kandas di tengah jalan.