Militer dan Kepolisian
Kisah Suud Rusli, Mantan Anggota Pasukan Elit yang Jadi Pembunuh Bayaran dan Licin Bak Belut
Kini Suud yang sudah bercerai dengan isterinya itu menghabiskan waktunya di Lapas sebagai instruktur kedisiplinan
BANGKAPOS.COM-Masih ingat dengan nama Suud Rusli.
Dia adalah mantan pembunuh bayaran yang berhasil dua kali kabur dari tahanan.
Untuk menangkap lelaki gempal ini, pihak kepolisian harus dibantu oleh TNI Angkatan Laut.
Maklum, Suud adalah mantan prajurit Batalyon Intai Amfibi (Yon Taifib) berpangkat kopral dua.
Batalyon Taifib adalah satuan elite berisi prajurit-prajurit pilihan yang terkenal dengan daya tahan dan kehebatannya dalam bertempur.
Bataliyon ini merupakan satuan (khusus) dalam Korps Marinir TNI AL.
Baca juga: Inilah Keuntungan Indonesia Beli Dassault Rafale, Setara dengan Empat Pesawat Tempur Canggih Ini
Bisa dibayangkan bagaimana kemampuannya.
Dilansir dari kompas.tv, kejahatan yang sudah dilakukan Suud adalah membunuh bos PT Aneka Sakti Bhuana (Asaba) Boedyharto Angsono pada 19 Juli 2003 silam.
Boedyharto dieksekusi saat sedang bersama pengawal pribadinya Serda Edy Siyep yang merupakan anggota Kopassus.
Boedyharto dan Serda Edy dibunuh di depan lapangan basket Gelanggang Olahraga (GOR) Sasana Krida Pluit, Jakarta Utara, sekira pukul 05.30 WIB oleh empat oknum anggota Marinir, termasuk Suud Rusli.
Rusli mendapatkan order membunuh Boedyharto dari Gunawan Santoso, yang tak lain mantan menantu Boedyharto sendiri.
Upah yang diberikan Gunawan kepada sang pembunuh bayaran tidaklah seberapa, Rp4 juta saja.
Baca juga: Kemampuan Militer Indonesia Bikin Dunia Terkejut, Kini Siap Ekspor Kapal Perang Rudal Cepat Ini
Namun diakui Gunawan, hubungan mereka sudah lama dan kenal dekat sehingga harga tersebut bisa dibilang "harga pertemanan".
Gunawan dan Suud divonis mati pada 2004 lalu.
Tetapi kisah Suud tidak berhenti sampai di sana.
Setahun mendekam dalam jeruji besi, Suud bersama rekannya mantan Letda (Mar) Syam Sanusi berhasil melarikan diri pada 5 Mei 2005 dengan cara memotong jeruji besi.
Situs TNI Angkatan Laut menyebutkan, pelarian Suud tidak lama, kurang dari satu bulan.
Tepatnya pada 31 Mei 2005, dia ditangkap di Malang, Jawa timur, dengan dua timah panas di kakinya.
Baca juga: Mantan KSAU Ungkap Kelemahan dan Keunggulan Jet Tempur Rafale, Inilah Negara yang Mengoperasikannya
Belum juga jera, lima bulan kemudian, tepatnya 6 Nopember 2005, Suud Rusli berhasil kabur lagi.
Dia ditangkap kembali pada tanggal 23 November 2005.
Saat penangkapan kedua kalinya, Tim Polri melakukan penyergapan di Kampung Susukan, Desa Gunungsari, Kecamatan Pegaden, Kabupaten Subang sekitar pukul 07.00 WIB.
Licin seperti belut, Suud berhasil lolos dari sergapan sore itu.
Baru pada pagi harinya tim gabungan dari Puspom TNI dan Polri melaksanakan penyisiran di sekitar lokasi penyergapan dan pada pukul 07.00 WIB tim tersebut berhasil menangkap Suud Rusli ketika tengah berada di sebuah gubuk yang berada di tengah persawahan sedang tertidur pulas bersama pacarnya, Ida.
Setelah ditangkap, Suud dibawa dengan menggunakan kendaraan Lidkrim Puspom TNI menuju Rumah Tahanan Militer Cimanggis, Jakarta.
Aparat tampaknya tak mau kecolongan lagi. Saat ditangkap, tangan Suud dirantai ke belakang dan wajah ditutupi kain.
"Agar tidak lari lagi Suud dirantai dan diborgol lebih besar lagi," kata Komandan Pusat Polisi Militer TNI AL Mayor Jenderal Marinir Sunarko G.A di Jakarta, Rabu 23 November 2005 silam.
Suud juga dikawal dobel oleh anggota Pomad (Polisi Militer TNI Angkatan Darat) dan Pomal (Polisi Militer TNI Angkatan Laut).
Suud kini mendekam di Lapas Kelas 1 Surabaya. Pada 2015, dia mengajukan grasi namun ditolak Presiden Jokowi.
Dia juga mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-undang nomor 5 tahun 2010 tentang Grasi.
Namun lagi-lagi kandas di tengah jalan.
"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, 21 Juni 2016 silam.
Kini Suud yang sudah bercerai dengan isterinya itu menghabiskan waktunya di Lapas sebagai instruktur kedisiplinan.
Salah satunya, dia yang melatih teroris Umar Patek upacara bendera di sana.
Dia pun terus berupaya mengajukan keringanan hukuman kepada pemerintah.
Kepada Suryamalang.com, pada tahun 2020 silam, dia mengaku berusaha mengajukan peninjaua kembali (PK).
"Apapun bisa terjadi kepada semua manusia. Harapan saya adalah tetap mengabdi kepada bangsa dan tanah air walau hanya di balik jeruji besi," ujarnya.