Kisah Sukses Haji Haryanto, Pensiunan Tentara yang Jadi Raja Bus Penguasa Jawa dan Sumatera

Namanya Haji Haryanto. Mantan tentara berpangkat kopral ini bisa dibilang sebagai pengusaha bus terbesar di Kudus, bahkan mungkin di Indonesia.

(Tangkap layar Youtube TransID)
Haji Haryanto, pendiri dan pemilik PO Haryanto, Kudus. 

Sebagai pengemudi batalyon, sehari-hari bergulat dengan kendaraan bermotor. Ia pun belajar tentang teknik mesin di bengkel batalyon. Pengetahuannya tentang seluk-beluk kendaraan bermotor pun ia kuasai.

Memanfaatkan jam kosong di luar dinas, Haryanto mulai berpikir tentang mencari tambahan penghasilan.

Satu-satunya pekerjaan yang kuasai dengan baik adalah mengemudi. Maka, ia pun bekerja sambilan sebagai sopir angkot.

Dengan gaji prajurit ditambah penghasilan tambahan sebagai sopir angkot, tahun 1982 Haryanto memberanikan diri membangun rumah tangga.

Ia meminang wanita pujaan hati, Suheni (pasangan ini dikaruniai tiga putra dan tujuh cucu). Hj Suheni meninggal dunia 22 April 2014. Selang beberapa tahun kemudian Haryanto menikahi Nurhana, sinden dan penyanyi campursari kondang-red).

Kembali ke kisah Haryanto muda. Usai menikah, lazim jika kebutuhan keluarga jadi bertambah.

Dengan gaji tentara serta tambahan sebagai sopir angkot, tak jarang ia harus gali lubang utang, sekadar bisa membayar sewa kontrakan yang berukuran 3x4 meter.

Himpitan ekonomi, justru melecut tekad Haryanto untuk bekerja lebih gigih. Tuhan menyukai hambanya yang bekerja keras, nyata adanya.

“Saya mulai bisa menabung. Kadang sepuluh ribu per hari, kadang lebih, kadang kurang, tergantung rezeki yang saya dapat,” ujarnya.

Rintis Usaha Angkot

Tahun 1984, tabungannya mendekati satu juta rupiah. Bulat hati ia mencicil satu unit mobil angkutan kota (angkot) warna biru muda berikut izin trayeknya.

Trayek R-03-A melayani jalur Pasar Anyar – Serpong.

Ia bahkan masih ingat betul jalur yang biasa ia lalui, mulai dari Pasar Anyar - Stasiun Tangerang - Jl TMP Veteran - Jl Mohammad Yamin – Cikokol - Jl MH Thamrin - Kebon Nanas - Jl Serpong Raya Pakulonan - JL. Pahlawan Seribu - Jl.Kapten Soebianto Djodjohadikusumo - Cilenggang - Kramat Tajug - Asrama Polsek Serpong - Jl.Raya Serpong - Pasar Serpong dan berakhir di Stasiun Serpong.

“Tapi waktu itu jalannya belum sebagus sekarang,” katanya seraya menambahkan, “masih banyak kebun karet. Lubang jalan di sana-sini.”

Demi pundi-pundi rumah tangga, ia bahkan menambah jam kerja sebagai sopir. Suheni yang mengatur keuangan, termasuk tradisi menabung.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved