Tribunners
Karakter, Kecintaan Ilmu, dan Kemampuan Menghadapi Tantangan
Masa mendatang acap kali membawa banyak perubahan dari berbagai sektor. Perubahan inilah yang harus disiapkan oleh generasi muda
PARA siswa yang bersekolah pada hari ini, pada masanya nanti adalah masyarakat yang menempati posisi nyata dalam ruang-ruang publik di berbagai sektor kehidupan. Dengan demikian, membekali mereka pada hari ini, pada dasarnya adalah menyiapkan mereka agar bisa survive dalam kehidupannya kelak. Di mana pada waktu itu tantangan yang akan mereka dihadapi, pastinya juga akan berbeda dibandingkan dengan kita saat ini.
Masa mendatang acap kali membawa banyak perubahan dari berbagai sektor. Perubahan inilah yang harus disiapkan oleh generasi muda dalam menghadapi kehidupan di masa depan. Pasalnya, tanpa persiapan, perubahan di berbagai sektor tersebut tentunya akan membuat para generasi muda kelimpungan untuk beradaptasi dengan beragam perubahan tersebut. Perubahan inilah yang menjadi tantangan di masa depan.
Pembelajaran di masa pandemi selama kurang lebih dua tahun ini sedikit banyak telah mendorong perubahan-perubahan signifikan baik untuk saat ini, maupun untuk masa depan nanti. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengatakan bahwa pandemi telah mengakselerasi berbagai macam perubahan di sektor pendidikan. Beberapa agenda transformasi pendidikan yang disusun sebelum pandemi dipercepat karena pandemi.
Apa yang perlu dipersiapkan guru sekaligus juga untuk pembekalan para siswa ke depan? Anak-anak masa depan dibekali dengan tiga hal saja, yaitu karakter atau akhlak mulia, kecintaan ilmu, dan kemampuan untuk menghadapi tantangan.
Karakter atau akhlak mulia
Terkait dengan karakter atau akhlak, maka harus ada usaha bersama antara orang tua, sekolah, dan masyarakat. Karakter atau akhlak akan lebih tepat dibangun melalui keteladanan dan pembiasaan. Hal demikian itu akan lebih tepat dilakukan di rumah tangga oleh kedua orang tuanya. Di rumah, anak-anak dibiasakan dan diberi contoh tentang kegiatan ritual yang seharusnya dilakukan.
Selanjutnya, apa yang dilakukan di rumah tangga itu juga diperkuat di sekolah. Di sekolah, dibiasakan mendatangi panggilan azan untuk salat berjemaah, khususnya bagi siswa yang beragama Islam. Sebelum melakukan sesuatu, para siswa diajak berdoa atau membaca basmalah, dan demikian pula pada saat mengakhiri kegiatan, dibiasakan dengan membaca hamdalah.
Demikian pula kegiatan lain, misalnya pada setiap ketemu dengan sesama, dibiasakan mengucap salam. Dalam bergaul dan berkomunikasi, para siswa dibiasakan selalu menghargai orang lain, siapa pun orangnya. Sebagai masyarakat yang majemuk, maka sehari-hari para siswa diperkenalkan dan juga dibiasakan untuk menghargai atau menghormati perbedaan itu. Hormat kepada guru dan juga kepada para seniornya ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari.
Di sekolah dan juga di masyarakat, para siswa dibiasakan menjalani hidup bersama-sama secara harmoni. Mereka yang berlebih agar peduli kepada yang lemah, tanpa diskriminasi. Dengan demikian, akhlak atau karakter dibangun lewat kehidupan nyata sehari-hari.
Kecintaan ilmu
Terkait dengan upaya menanamkan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, maka para siswa diajak belajar di kelas bersama guru, di perpustakaan, dan laboratorium. Selain itu, para siswa sudah harus mulai dibiasakan untuk melakukan riset, walaupun pada tingkat sederhana. Menganggap bahwa para siswa masih lemah, belum memiliki kemampuan, dan atau belum waktunya diajak melakukan riset, adalah sikap keliru.
Dalam belajar, lewat sebuah proses mencari sendiri akan jauh lebih menantang dan bahkan sekaligus mendorong mereka untuk mencintai ilmu pengetahuan. Kepercayaan dan juga pengakuan yang diberikan oleh para guru atau kepala sekolah akan mendorong atau memotivasi siswa untuk berprestasi.
Pembelajaran dengan cara tersebut kiranya tidak sulit dilakukan. Para siswa sekarang sudah sangat berbeda dengan mereka yang hidup pada 10 tahun dan apalagi 20 tahun yang lalu. Sumber-sumber informasi sekarang ini sudah membanjir. Melalui komputer, tablet, atau ponsel pintar yang dimiliki, para siswa sudah sangat mahir dalam mencari data dan atau informasi.
Jika kita mau jujur, terkait penggunaan sumber-sumber informasi, para siswa bisa jadi lebih canggih dibanding para gurunya. Mereka bisa mencari kamus, ensiklopedia, dan bahkan buku-buku terbitan mutakhir. Bagi siswa yang aktif menggunakan internet lewat tablet, komputer, atau ponsel pintar, sekadar mendapatkan informasi dirasakan oleh mereka sangat mudah.
Oleh karena itu, ketika pemerintah sibuk menyusun kurikulum dan apalagi menyusun buku pegangan, maka bisa jadi, para siswa sendiri sudah membaca dari bahan atau sumber-sumber yang diperolehnya sendiri. Oleh karena itu, tatkala kita salah dalam memahami kemampuan siswa sekarang ini, maka pendidikan yang kita rancang hanya akan menjadi usang dan mereka tidak tertarik dengan ilmu. Apa yang kita lakukan menjadi sangat kontraproduktif.
Kemampuan menghadapi tantangan
Adapun terkait dengan masa depan, kita perlu menyadari bahwa sebagai dampak dari membanjirnya perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, maka dunia di masa depan sudah akan benar-benar berbeda dari sekarang. Perubahan makin cepat, multiarah, dan mungkin saja akan menjadi sangat sulit untuk diprediksi. Tantangan menjadi sangat variatif, kompleks, dan bentuk konkretnya sekarang belum bisa dibayangkan. Hal demikian itulah yang akan dihadapi oleh generasi mendatang.
Sebagai generasi yang mengantarkan mereka, kita tidak boleh pesimistis. Oleh karena tantangan itu akan sama sekali berbeda dengan sekarang, maka bekal yang diberikan seharusnya berupa kunci-kunci untuk menghadapi tantangan itu. Misalnya, mereka harus memiliki mental yang kuat, kemampuan berkomunikasi dengan siapa pun. Oleh karena itu, bahasa asing menjadi sangat penting. Kemampuan membaca keadaan, situasi atau lingkungan, dan ditambah lagi dengan kekuatan mencipta harus benar-benar ditanamkan.
Jika ketiga bekal penting tersebut bisa diberikan kepada para siswa, maka mereka tidak perlu dikhawatirkan lagi dalam menghadapi tantangan hidup di tengah-tengah perubahan yang semakin cepat, membanjirnya informasi, persoalan yang bersifat semakin kompleks, variatif, dan datang secara mendadak dan atau tiba-tiba.
Lebih dari itu, jika hal tersebut dipahami bersama, maka sekadar menyusun kurikulum dan bahan pelajaran di sekolah tidak akan sulit. Bahkan, sebenarnya pemerintah tidak perlu terlibat terlalu jauh dengan pekerjaan semacam itu. Tugas itu akan lebih tepat diserahkan saja kepada sekolah masing-masing.
Dengan strategi itu, sekolah akan bertanggung jawab, guru akan makin meningkat kualitasnya, kebinekaan akan terpelihara, dan yang lebih penting lagi adalah sekolah akan menjadi tertantang hingga pada saatnya akan meraih kualitas unggul. Pemerintah di berbagai tingkatannya sebatas hanya bertugas memfasilitasi dan meminta pertanggungjawaban atas kinerja kepala sekolah dan guru yang bersangkutan. Wallahu a'lam. (*)