Harga Sawit

Banyak Pabrik CPO Belum Beroperasi, Tangkinya Penuh, Harga TBS Sawit Jatuh, Petani Jadi Korban

Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani hingga saat ini masih anjlok.

Editor: fitriadi
Bangkapos.com/Adi Saputra
Wiwin, petani sawit Desa Jeriji, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melakukan perawatan di kebun kelapa sawit miliknya, Kamis (30/6/2022). Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani hingga saat ini masih anjlok. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA --
Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani hingga kini masih anjlok.

Saat ini harga TBS sawit berkisar Rp 1.000 per kilogram, bahkan ada yang lebih murah.

Merosotnya harga TBS sawit terjadi di 22 provinsi penghasil sawit Indonesia.

Sebelumnya, pemerintah yakin harga TBS sawit akan segera normal kembali.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam pernyataan terbarunya mengatakan, penyebab anjloknya harga TBS sawit di tingkat petani adalah karena pasokan atau stok TBS di pabrik kelapa sawit sudah terlalu banyak.

Hal ini, kata dia, membuat pengusaha sawit tidak bisa membeli TBS sawit petani.

"Nah sekarang masih terjadi problem tangki masih penuh sehingga pabriknya enggak bisa beli tangki penuh. Akhirnya jadi lambat kan, pabriknya belum operasi, tangkinya penuh, korban yah petani sawit, TBS murah," kata Zulhas saat ditemui Kompas.com di Kementerian Perdagangan, Senin (4/7/2022).

Zulhas, sapaanya, mengaku dirinya sudah mengimbau agar pelaku industri pabrik-pabrik minyak kelapa sawit mau membeli TBS dengan sekurang-kurangnya Rp 1.600 per kilogram.

"Iya (sudah) imbauan," kata Zulhas.

Oleh sebab itu, Zulhas mengatakan, pihaknya tengah mempercepat ekspor untuk pengusaha sawit. Percepatan itu dengan cara menaikkan jatah ekspor pengusaha yang tadinya 1:5 menjadi 1:7.

Artinya jika perusahaan sawit bisa memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri maka diperbolehkan untuk ekspor CPO. Sementara untuk jatah ekspor itu akan bertambah.

"Kita lakukan percepatan agar lancar lagi. Mudah-mudahan ini beberapa waktu ini lancar untuk mempercepat itu DMO 1:7. Jadi saya kira sudah semua kebijakan-kebijakan itu," kata Zulhas.

Sementara itu, mengutip data dari Apkasindo harga TBS di tingkat petani Provinsi Kalimantan Barat per tanggal 2 Juli 2022 Rp 1.050 per kilogram. Kemudian di Provinsi Riau dibanderol Rp 1.000 dan di Sumatera Utara turun menjadi Rp 950.

Anjloknya harga TBS sawit juga masih terjadi di Bangka Belitung, saat ini berkisar Rp 1.000 per kilogram.

Bupati Bangka Tengah Algafry Rahman bersama Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM (Disperindagkop UMKM) Bateng, Ali Imron dan jajaran lainnya mendatangi Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Selasa (5/7/2022).

Dalam kesempatan tersebut, orang nomor satu di Bangka Tengah itu bertanya secara langsung kepada Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuaga terkait penyebab merosotnya harga sawit dan diketahuilah sejumlah persoalan.

"Kami sudah sampaikan kondisi harga TBS sawit di Bangka Tengah dan Bangka Belitung secara umum saat ini. Ternyata merosotnya harga TBS sawit ini terjadi secara nasional," Algafry saat dihubungi Bangkapos.com, hari ini.

Lanjut dia, turunnya harga TBS sawit tersebut setidaknya disebabkan oleh dua hal, yakni persoalan logistik dan persoalan transportasi.

"Di tingkat nasional, pengiriman TBS sawit terkendala karena kurangnya armada atau transportasi untuk pengiriman atau ekspor ke luar negeri," jelas Algafry.

Merosotnya harga TBS sawit ditingkat petani bermula ada pembatasan ekspor CPO yang dilakukan oleh pemerintah pusat.

"Ketika terjadi pembatasan ekspor, maka persoalannya kembali pada angkutan (transportasi-red) untuk ekspornya yang kurang," kata Algafry.

Hal itulah yang kemudian membuat tempat penyimpanan produk olahan TBS sawit di pabrik-pabrik menjadi penuh, termasuk di Provinsi Bangka Belitung.

"Kami juga sudah koordinasikan dan meminta tolong kepada Kemendag agar segera dilakukan upaya dan langkah-langkah cepat untuk menangani persoalan ini sehingga ada kenaikan harga secara bertahap," terangnya.

Selain itu, untuk sementara dirinya meminta para petani sawit agar bersabar terlebih dahulu sembari pihaknya terus berupaya menyampaikan permasalahan tersebut ke pihak-pihak terkait lainnya.

Sebelumnya, kabar baik sempar menghampiri petani sawit mandiri di sejumlah daerah Indonesia.

Harga TBS sawit di tingkat petani akan kembali normal dalam rentang waktu 14 hari ke depan.

"Pemerintah yakin akan kembali normal satu sampai dua minggu ke depan," ujar Staf Khusus Bidang Hubungan Internasional dan Perjanjian Internasional Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Firman Hidayat dalam diskusi virtual, Selasa (28/6/2022), dilansir dari Tribunnews.com.

Firman mengatakan, rendahnya harga TBS sawit bukan dipengaruhi oleh ekspor. Menurutnya, ada sejumlah faktor eksternal di luar pemerintah.

"Jadi DMO (Domestic Market Obligation) atau DPO (Domestic Price Obligation) bukan masalah utama lambannya ekspor," ujar Firman.

Kemenko Marves juga membantah tudingan DMO dan DPO serta flush out (FO) jadi faktor lambatnya ekspor CPO dan anjloknya harga TBS sawit.

Menurut Plt Deputi Transportasi dan Infrastruktur Kemenkomarves Rachmat Kaimuddin DMO, DPO, flush out untuk memastikan minyak goreng aman dalam negeri.

"Jika itu dihapus bisa jadi semuanya akan diekspor dan terjadi kelangkaan," kata Rachmat.

Rachmat menambahkan, jika DMO dihapus maka akan berisiko harga minyak goreng kembali mahal.

DPR Tuntut Tanggung Jawab Pemerintah

Anggota DPR RI Achmad mempertanyakan keseriusan pemerintah membantu petani sawit yang saat ini menjerit dan menderita akibat jatuhnya harga TBS sawit di harga paling rendah.

Kondisi ini menurutnya diperburuk harga pupuk yang melambung tinggi.

Achmad menuntut pemerintah bertanggungjawab dan hadir menyelesaikan masalah ini agar nasib petani sawit tidak makin terpuruk pasca pandemi Covid-19.

"Pemerintah harus bertanggungjawab atas kondisi yang dialami para petani khususnya petani sawit di Indonesia. Pemerintah harus segera mengatasinya secara tuntas dan tidak hanya memberikan solusi yang akan menimbulkan masalah baru lagi," kata Achmad kepada wartawan, Senin (27/6/2022).

Politisi Demokrat itu menudin tidak ada upaya konkrit Pemerintah yang memperlihatkan keberpihakan kepada petani dengan membiarkan persoalan harga pupuk yang tidak sebanding lagi dengan hasil kebun petani.

Achmad menegaskan, jika kondisi ini terus dibiarkan dan pemerintah tidak mengambil kebijakan yang betul-betul memihak kepada petani, maka pemerintah sama saja mengabaikan nasib 17 juta petani sawit dan pekerjanya.

"Ini berakibat fatal nantinya terhadap petani sawit mandiri dan kebun masyarakat. Mereka akan terancam kehidupannya," kata Achmad.

Legislator asal Dapil Riau II ini mengingatkan, ketika harga TBS stabil dan cenderung naik, harga pupuk di tingkat petani juga terus merangkak naik. Namun hal itu tidak sebanding ketika harga TBS itu turun drastis, sementara harga pupuk terus naik.

"Waktu harga sawit naik, pupuk naik. Tatkala harga TBS turun, harga pupuk tetap tinggi. Ini kan hantaman bagi petani karena sudah tidak sebanding lagi antara hasil produksi sawit dengan biaya operasionalnya. Masyarakat akan meninggalkan kebun mereka karena tidak sesuai hasilnya lagi," bebernya.

(Kompas.com/Elsa Catriana/Bangkapos.com/Arya Bima Mahendra/(Tribunnews.com/Dennis Destryawan/Choirul Arifin)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved