Berita Pangkalpinang
Sungai Rangkui Tak Lagi Indah, Sampah dan Air Berlumpur Akibat Tambang Timah
Masih banyak hak konstitusional warga negara yang belum diterima seutuhnya, salah satunya hak atas lingkungan hidup.
Ia merasakan betul perbedaan yang signifikan sejak adanya tambang di kawasan tersebut, dimana kawasan itu menjadi langganan banjir akibat adanya pendangkalan sehingga sungai tak mampu menampung debit air yang tinggi.
"Kalau sebelum tambang dulu ada kita masih mengetahui bulan apa saja yang sekiranya banjir paling kalau musim hujan saja, tapi kalau sekarang sulit diprediksi , karena setiap air pasang saja pasti masuk ke rumah," ucapnya.
Bahkan dikatakannya dalam seminggu terakhir, rumah-rumah warga yang terletak di bibir sungai hampir setiap hari kebanjiran lantaran air yang meluap.
Banjir seolah menjadi tradisi yang seringkali menghampiri tak pandang waktu.
Apalagi saat musim penghujan tiba, bahkan kawasan tersebut banjir dengan ketinggian lutut orang dewasa, tak jarang juga para warga mengungsi akan hal tersebut.
Puncaknya pada saat banjir besar yang melanda Kota Pangkalpinang pada tahun 2016 lalu. Pemukiman di sekitar Sungai Rangkui tenggelam parah hingga ketinggian orang dewasa, bahkan ada pula yang hanyut oleh derasnya banjir kala itu.
Maka tak heran, istilah merdeka belum sepenuhnya dirasakan oleh dirinya beserta warga yang tinggal di kawasan pertambangan tersebut, sebab ada hak-hak yang dirampas dengan ancaman peristiwa alam yang terus menghantui.
Namun, Hani bersyukur sejak beberapa bulan terakhir aktifitas pertambangan di aliran Sungai Rangkui mulai berhenti sebab dikawal ketat oleh pihak kepolisian.
Oleh karena itu, dirinya berharap hal tersebut dapat bertahan hingga ke depan agar Sungai Rangkui yang telah tercemar tidak semakin tercemar mengingat potensi bencana alam bisa terjadi kapan saja.
"Semoga gak ada tambang lagi agar para nelayan bisa tenang juga cari ikan dan kawasan di sini setidaknya banjirnya berkuranglah," harapnya.
(Bangkapos.com/Akhmad Rifqi Ramadhani)