Bangka Pos Hari Ini
Kisah Unang Jadi Pemulung di Pangkalpinang, Nongkrong di Pinggir Jalan Sering Diberi Orang Uang
Sudah 16 tahun Unang Gusnadi (57) hidup dari hasil memulung di Kota Pangkalpinang.
Kebiasaan Memberi Picu Bertambahnya Pemulung
Keberadaan para pemulung mulai banyak dijumpai di Kota Pangkalpinang baik di jalanan, pasar, ataupun pusat perbelanjaan.
Beberapa dari pemulung ini dikenal dengan manusia gerobak membawa anak kecil dan berpenampilan lusuh.
Mereka sering terlihat berlalu lalang di perempatan lampu merah serta fasilitas umum lainnya.
Pengamat Sosial sekaligus Dosen Sosiologi Universitas Bangka Belitung (UBB) Putra Pratama Saputra mengungkapkan kehadiran pemulung di antaranya dipengaruhi faktor perkembangan sebuah kota.
“Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya dunia industri, beriringan dengan timbulnya masalahmasalah sosial perkotaan, melahirkan kesulitan bagi mereka dikarenakan harus menyesuaikan diri dengan kehidupan perkotaan,” kata Putra.
Baca juga: Cuaca Bangka Belitung Hari Ini Tidak Ekstrem tapi Berpotensi Hujan Ringan
Baca juga: Tak Perlu Modal Sewa Lapak, Bisnis Online Rumahan Raup Cuan
Ia menambahkan, karakter masyarakat Bangka Belitung yang mudah merasa simpati dan terkesan terlalu baik, sedikit banyak dimanfaatkan oleh pemulung.
Bahkan segelintir masyarakat memberikan uang dengan nominal yang cukup besar, yang jarang mereka dapatkan bila memulung di daerah lainnya,” kata Putra.
Namun, Putra menilai bahwa kebiasaan mudah memberi (given) dikhawatirkan semakin menambah jumlah
pemulung di Kota Pangkalpinang.
Perilaku demikian dapat menyebabkan ketergantungan dan tidak memberdayakan pemulung.
“Sebenarnya, tidak sedikit peran yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Pangkalpinang. Ditambah diaturnya imbauan yang tertuang dalam Perda Kota Pangkalpinang Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Penanganan Gelandangan, Pengemis, dan Anak Jalanan. Pendekatan yang dilakukan baik secara preventif, kuratif, maupun rehabilitatif,” jelasnya.
Pemerintah, lanjut Putra, mesti rutin menertibkan para pemulung di setiap sudut kota. Selain itu, memberikan pembinaan dan pelatihan untuk menumbuhkan kreativitas dan produktivitas yang lebih berguna.
“Disesuaikan dengan keahlian yang miliki. Potensi yang dimiliki pemulung dapat digali, sehingga menimbulkan kesadaran bahwa mereka mampu dan layak bersaing,” tandasnya.
Di sisi lain, kata Putra, jangan sampai setelah mendapatkan pembinaan dan pelatihan, mereka
masih berhasrat tetap turun ke jalan untuk memulung.
Apalagi jika mereka menganggap bahwa menjadi pemulung lebih banyak mendapatkan penghasilan dibandingkan melakukan pekerjaan lainnya yang lebih baik.