Berita Pangkalpinang
Begini Upaya Wali Kota Pangkalpinang Tekan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak
Wali Kota Pangkalpinang, Maulan Aklil menegaskan dirinya komitmen dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak maupun perempuan di Pangkalpinang
Penulis: Cepi Marlianto | Editor: nurhayati
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Wali Kota Pangkalpinang, Maulan Aklil menegaskan dirinya komitmen dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak maupun perempuan di Pangkalpinang.
Menurutnya, selaku kepala daerah ia tengah berupaya semaksimal mungkin meminimalisir bahkan membuat ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini zero atau nihil kasus kekerasan terhadap anak maupun perempuan. Baik melalui fisik, psikis maupun seksual.
“Saya sebagai wali kota Pangkalpinang berupaya semaksimal mungkin bagaimana kekerasan terhadap anak dan perempuan zero bahkan kalau bisa tidak terjadi,” tegas Maulan kepada Bangkapos.com, Senin (26/9/2022).
Baca juga: Ada Mantan Kapolda Babel, Kapolri Mutasi 11 Orang Jenderal, 17 Kombes dan 2 AKBP, Ini Daftar Namanya
Baca juga: Jamal Dinilai Pura-pura Stres, Polisi Tunggu Hasil Observasi Kejiwaan Pelaku Pembunuh Ibu Kandung
Molen sapaan akrab Maulan Aklil mengatakan, sejumlah upaya saat ini terus dilakukan Pemkot Pangkalpinang.
Mulai dari mensosialisasikan apa saja bentuk tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan hingga membentuk satuan tugas (Satgas) Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO.
Pihaknya juga turut menggandeng sampai tingkatan terendah distruktur pemerintahan, mulai dari Camat, lurah hingga RT/RW setempat.
Hal ini agar penangan kasus kekerasan dapat dilakukan secara komprehensif, dengan memperhatikan berbagai hal yang menjadi akar permasalahannya.
“Kita lebih menjelaskan kepada masyarakat apa itu kekerasan perempuan dan anak itu apa sebenarnya,” jelas Molen.
Tidak hanya itu, ia juga mengajak para pemangku kepentingan ikut bersinergi mencegah kekerasan terhadap anak.
Di mana peran anak sangat penting, dengan demikian sudah seharusnya anak-anak dijauhkan dari kekerasan, dalam bentuk apapun.
Perlu upaya bersama dalam proses pencegahan dan penanganan untuk meminimalkan segala bentuk kekerasan tersebut.
Beragam upaya pencegahan dan penanganan telah dilakukan oleh berbagai pihak, antara lain dikeluarkannya peraturan perundang-undangan oleh pemerintah, lembaga pemerhati anak dan kelompok yang mempunyai kepedulian terhadap anak, namun sampai saat ini kasus kekerasan terhadap anak masih terus terjadi.
Ini diakui Molen lantaran kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan biasanya dilakukan secara terselubung.
Maka dari itu untuk menindaklanjuti hal ini perlu kerjasama semua pihak untuk dapat intercept atau memotong ke dalam mengenai kasus kekerasan.
“Kita susah untuk bisa intercept ke dalam bagaimana melihat ke dalamnya secara langsung. Kalau kita tidak melibatkan mitra-mitra,” ujarnya.
Baca juga: Nasib 104 Calon P3K Guru Tahun 2021 Bangka Selatan Masih Menunggu Keputusan Pemerintah Pusat
Baca juga: Tahun 2022 BKPSDMD Bangka Selatan Buka Kuota 160 Orang P3K, Hanya Untuk Tiga Formasi Ini
Kendati demikian kata Molen, untuk mengurangi kasus kekerasan ini perlu diberikan pemahaman kepada semua pihak mulai dari lingkungan terkecil, yakni keluarga.
Terutama pentingnya menjaga keamanan kaum perempuan maupun anak-anak yang harus ditanamkan sejak dini.
Pemerintah pusat juga turut mendukung dengan adanya dana alokasi khusus (DAK) non fisik yang diberikan kepada Pemerintah Kota Pangkalpinang dari tahun 2022-2022 sebesar Rp600 juta.
Dana itu untuk upaya pencegahan terhadap kekerasan anak dan perempuan.
“Misalnya itu orang tua kita, anak kita bagaimana perasaannya. Nah hal-hal seperti ini ditanamkan dari sejak dini dan dari lingkungan terdekat kita,” pungkas Molen.
Tercatat 47 Kasus Selama 8 Bulan
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPPPAKB) Kota Pangkalpinang, dr Masagus M. Hakim mengungkapkan, periode Januari – Agustus 2022 sudah terjadi 47 kasus kekerasan yang menimpa anak dan perempuan di daerah ini.
Jumlah ini meningkat tujuh kasus selama dua bulan jika dibandingkan dengan periode Januari – Juni 2022. Dimana pada periode itu hanya 40 kasus.
Mulai dari kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami perempuan dan anak, penganiayaan (dialami perempuan dan anak), pelecehan seksual, serta pencabulan.
“Januari - Agustus 2022 sudah 47 kasus kekerasan baik kepada anak maupun perempuan di Pangkalpinang,” kata Hakim.
Hakim tak memungkiri, bertambahnya kasus tersebut lantaran seiring semakin sadarnya masyarakat untuk melaporkan kasus tersebut ke dinas terkait.
Di mana kesadaran itu didorong oleh banyak pemberitaan di media dan sosialisasi mengenai kekerasan pada anak dan perempuan.
Hingga akhirnya mereka berani mengadukan kasus apapun kekerasan yang terjadi pada anak dan perempuan. Dimana kekerasan dapat terjadi secara fisik maupun secara psikis, kekerasan seksual dan keterlantaran.
“Dari sosialisasi tadi kita memberikan pemahaman kepada terutama kepada anak untuk berani melaporkan kasus kekerasan yang dialami,” ungkapnya.
Di sisi lain, ada beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan baik kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Pertama yakni diera globalisasi dan digitalisasi seperti saat ini yang berdampak sangat tinggi. Kemudian faktor ekonomi dan pendidikan.
Karena ekonomi ini menyebabkan sejumlah orang nekat melakukan tindakan kekerasan. Kemudian faktor sosial seperti konflik rumah tangga, faktor budaya, dan media massa.
“Kita tetap memberikan pendampingan trauma healing dengan psikolog maupun psikiater. Ini agar psikis korban kembali lagi,” ucap dia.
Oleh karena itu menurutnya, dengan semakin banyaknya laporan kasus kekerasan seksual ini pihaknya tidak bisa menilai apakah kondisi saat ini lebih baik karena semua kasus kekerasan dapat terungkap, ataukah kondisi menjadi buruk karena ternyata banyak sekali kasus kekerasan.
“Sebab masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk menangani kasus kekerasan fisik, psikis maupun seksual yang dialami anak maupun perempuan,” kata Hakim.
(Bangkapos.com/Cepi Marlianto)