Buaya Bangka Mengganas dan Membunuh Pemancing di Sungai, Musim Kawin dan Habitat Rusak Jadi Pemicu

Buaya Bangka mengganas akhir-akhir ini. Warga yang beraktivitas di sungai menjadi korban serangan buaya tersebut.

Penulis: Teddy Malaka CC | Editor: Teddy Malaka
IST/Dokumentasi Warga Setempat
Warga Dusun Pangkalraya, Sungaiselan, Kabupaten Bangka Tengah, berhasil menangkap buaya pada Kamis (12/1/2023) dini hari lalu. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Buaya Bangka mengganas akhir-akhir ini. Warga yang beraktivitas di sungai menjadi korban serangan buaya tersebut.

Sepanjang Januari 2023 ini saja, sudah ada dua warga yang tewas diterkam predator ganas tersebut.

Kedua warga itu diserang buaya di waktu dan tempat yang berbeda saat sedang mencari ikan di sungai. Korban pertama, Muhammad Arpani (24) warga Desa Mendo, Kecamatan Mendo Barat,

Kabupaten Bangka. Arpani tewas diterkam buaya, Kamis (5/1/2023) malam di Sungai Mendo, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka dan jasadnya baru ditemukan pada Jumat (6/1/2023) pagi sekitar 10 jam setelah kejadian.

Hanya berselang 6 hari, kembali seorang warga tewas mengenaskan setelah diterkam reptil bertubuh besar itu. Saidar (40) warga Desa Kerantai, Kecamatan Sungaiselan, Bangka
Tengah diserang buaya saat memancing ikan di Sungai Celau, Kelurahan Sungaiselan, Kecamatan Sungaiselan, Bangka Tengah, Selasa (10/1/2023) malam.

Kondisi korban mengerikan. Kedua kaki korban tampak hancur, bahkan ada beberapa bagian yang hilang diduga karena dimangsa hewan berdarah dingin itu.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan mencatat, sepanjang 2021 hingga Januari 2022, ada sebanyak 12 kasus konflik buaya dan manusia
terjadi di Bangka Belitung.

Dari 12 kasus itu, mengakibatkan 5 warga meninggal dunia dan 4 lainnya menderita luka-luka.
Kepala Resor Konservasi Eksitu Wilayah XVII BKSDA Sumatera Selatan, Ahmad Fadhli, membenarkan konflik antara manusia dengan buaya akhir-akhir ini semakin sering terjadi.

“Pada bulan Januari 2023 ini saja, sudah terjadi dua kasus yang juga memakan korban jiwa yaitu di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah. Totalnya selama 2022 hingga Januari 2023
ada 12 kasus dengan 5 korban meninggal dunia,” kata Ahmad saat dihubungi Bangka Pos, Jumat (13/1/2023).

Lanjut Ahmad dari 12 kasus tersebut, BKSDA Sumsel berhasil mengevakuasi 4 ekor buaya dan 4 buaya didapati pihaknya sudah mati.

Ahmad menyebut, ada dua kemungkinan yang melatarbelakangi terjadinya konflik manusia dan buaya yang kerap terjadi akhirakhir ini.

“Belakangan ini buaya menjadi agresif ada dua kemungkinan yang memerlukan riset lebih lanjut.

Pertama karena rusaknya habitat efek dari tambang liar, faktor kedua saat ini masuk musim kawin buaya, sehingga main agresif,” bebernya.

Oleh karena itu, dia meminta masyarakat meningkatkan kewaspadaan saat melakukan aktivitas, di area muara sungai besar, terutama saat sore hingga malam hari. Sebab muara aliran sungai besar di Bangka, merupakan habitat buaya.

Kata Ahmad, sehubungan dengan semakin seringnya terjadi konflik manusia dengan buaya,
Tim BKSDA Sumsel telah melakukan evakuasi terhadap buaya dari lokasi yang rawan bersinggungan dengan manusia.

“Selain melakukan evakuasi terhadap satwa, tim juga melakukan upaya pencegahan melalui sosialisasi dan imbauan kepada masyarakat terkait satwa liar. Kita juga mengingatkan warga bahwa satwa liar tidak boleh ditangkap, dipelihara, diperniagakan dan dibunuh. Ke depannya tim terus melakukan komunikasi, tertama dengan pihak desa,” ungkapnya.

Tingkatkan Kewaspadaan

Terpisah Manager Pusat Penyelamatan Satwa Alobi Foundation Bangka Belitung, Endy R Yusuf mengaku sudah menerima laporan soal adanya buaya yang menyerang manusia di Mendo Barat, Bangka dan Sungaiselan, Bangka Tengah.

Menurut Endy, masyarakat bersama BKSDA Sumatera Selatan telah menangkap satu ekor buaya berukuran sekira 3 meter di Sungaiselan.

Buaya itu langsung diserahkan ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi Foundation Bangka Belitung di Air Jangkang, Bangka Belitung.

“Yang nangkap itu masyarakat, lalu diserahkan ke Alobi, namun setelah ditangkap pembuktian
tidak bisa dilakukan, buaya yang mana yang menyerang,” katanya.

Dia membeberkan pada bulan September hingga Januari memang kerap terjadi konflik buaya dan manusia karena masuk musim kawin sawat liar tersebut.

“Sekarang ini memang rangkaian siklus musim kawin dari buaya, siklus mencari pasangan untuk kawin, maka lebih agresif, cenderung meningkat akhir tahun dan Januari,” sebutnya.

Dia pun mengimbau agar masyarakat waspada untuk beraktivitas di sungai saat musim kawin.

“Jadi kita imbau agar masyarakat mengurangi aktivitas di habitat sungai dan jangan didekati,” tandasnya.

Musim Kawin Buaya

Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Fadillah Sabri ikut menyoroti konflik antara buaya dengan manusia  yang terjadi akhir-akhir ini.

Mengganasnya predator ini tak ditampik Fadillah, satu diantaranya karena daerah aliran sungai (DAS) yang rusak sehingga menganggu habitat hidupnya.

"Buaya itu memiliki daya insting yang tinggi soal percikan air, bahwasanya kerusakan itu membuat buaya itu menjadi lebih ganas karena habitatnya terganggu,"ujar Fadillah Sabri, Jumat (13/1/2023).a

Bahwa beberapa sungai-sungai di Bangka Belitung sudah rusak.

"Sungai-sungai itu rusak, tidak hulu, hilir dan muara. Di muara itu banyak buaya," lanjutnya.

Fadillah menyakini jika ekosistem dan lingkungan hidup terjaga maka konflik antar buaya dan manusia minim terjadi.

"Kalau semua lingkungan terjaga maka ada keseimbangan ekosistem dan rantai- rantai makanan terjaga, secara siklus seperti itu, kalau salah satu terganggu maka yang lain juga terganggu," katanya.

Pada akhirnya ia berpesan agar pemerintah daerah agar melakukan implementasi peraturan daerah terkait lingkungan hidup dan pengelolaan daerah aliran sungai.

"Yang jelas pemerintah harus lebih baik lagi mengelola lingkungan hidup. Sekarang coba lihat, Perda yang sudah ada itu diterapkan tidak? Perda tentang pengolahan DAS, itu harus jadi pedoman," katanya.

Dia mendesak program-program pemulihan daerah aliran sungai itu jangan hanya seremonial.

"Kalau program hanya sifatnya kamuflase atau seremonial, tidak ada upaya pemberdayaan masyarakat maka hasil akan nihil," katanya.

Sementara itu Manager Pusat Penyelamatan Satwa Alobi Foundation Bangka Belitung, Endy R Yusuf mengaku sudah menerima laporan soal adanya buaya yang menyerang manusia di Sungai Celau, Dusun Pangkalraya, Dusun Pangkalraya, Kelurahan Sungaiselan, Kecamatan Sungaiselan, Bangka Tengah.

Setelah itu, masyarakat bersama BKSDA Sumatera Selatan telah menangkap satu ekor buaya berukuran sekira 3 meter.

Buaya itu langsung diserahkan ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi Foundation Bangka Belitung di Air Jangkang, Bangka Belitung. 

"Jadi yang nangkap itu masyarakat lalu diserahkan ke Alobi, namun setelah ditangkap pembuktian itu tidak bisa, buaya yang mana yang menyerang. Setiap ada serangan pasti ada penangkapan buaya oleh warga," katanya.

Pada Bulan September hingga Januari memang kerap terjadi konflik buaya dan manusia karena masuk musim kawin.

"Sekarang ini memang rangkaian siklus musim kawin dari buaya, siklus mencari pasangan untuk kawin, maka lebih agresif, cenderung meningkat akhir tahun dan Januari," katanya.

Dia mengimbau agar masyarakat waspada untuk beraktivitas di sungai saat musim kawin.

"Jadi tetap imbauan agar masyarakat mengurangi aktivitas di habitat sungai dan jangan didekati," katanya.

Cara Menghadapi Buaya

Bagaimana cara melawan menghadapi serangan buaya jika amit-amit bintang buas tersebut menyerang kita.

Dari dua kisah yang akan disajikan berikut, mungkin cara menghadapinya adalah dengan mengetahui bahwa kelemahan buaya ada pada matanya.

Setidaknya kita bisa belajar dari pengalaman dari dua korban yang pernah selamat dari serangan buaya berikut ini:

1. Dadang Dilepaskan Setelah Mencongkel Mata Buaya

Dadang (54) seorang warga di Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung berduel dengan buaya sepanjang empat meter yang menerkamnya.

Ia berhasil dilepaskan setelah mencongkel mata sang reptil ganas tersebut.

Dadang selamat.

Meski demikian, kaki telapak kaki hingga setengah pahanya harus terluka.

2. Odik Tusuk Mata Buaya yang Menyerangnya, Cengkraman Pun Melemah

Kisah lainnya datang dari Odik Sudirman warga Desa Bumi Rapak SP 2, Keca matan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Ia selamat dari terkaman buaya muara di Sungai Kaubun, Jumat (24/5/2019) sore silam.

Padahal, gigi runcing buaya yang diperkirakan memiliki panjang 1,5 meter, mencengkeram kuat lengan kiri pria berusia 72 tahun tersebut.

Upaya kerasnya lepas dari cengkeraman buaya tersebut membuat dirinya masih bernafas hingga saat ini.

Istri Odik, Itik, menuturkan peristiwa terjadi saat ayah dari empat anak perempuan tersebut sedang memancing.

Saat itu kondisi sungai sedang banjir.

Tiba-tiba, terdengar suara,”blurp” di dekat Odik.

“Dengan suara di air, blurp. Bapaknya (Odik) pikir, ada ikan besar," ungkap Itik menirukan kata-kata Odik kepadanya.

Namun, tidak lama kemudian dari sungai tersebut langsung muncul buaya yang siap menerkam dengan mulut menganga.

"Buaya tersebut mengincar leher bapaknya. Tapi, ditangkis dengan tangan kiri. Jadi tangan kirinya yang diterkam,” katanya.

Odik, menurut Itik, sempat jatuh ke sungai dan bergulat dengan buaya.

Karena tangannya dicengkram cukup kuat buaya.

Ia tak bisa menarik tangan kiri karena sakit dan khawatir putus.

“Bapaknya ikutin aja pergerakan buaya itu di sungai. Sempat berguling di air juga," katanya.

Dalam posisi diterkam buaya, Odik masih sadar dan berupaya mencari mata buaya tersebut.

"Karena katanya kelemahan buaya ada pada matanya. Begitu dapat matanya, langsung ditusuk pakai tangan,” bebernya.

Usai menusuk mata buaya, cengkraman pun melemah.

Odik berhasil menarik tangannya.

Sementara buaya yang menerkamnya berangsur hilang di perairan.

Ia pun berteriak meminta tolong dan akhirnya diselamatkan warga setempat.

“Kami sangat bersyukur, bapak masih bisa selamat dari terkaman buaya,” timpal Siti, sang anak. (w4/s2) (w4/s2)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved