Tribunners
Jangan Ada Lagi Perundungan di Sekolah
Tahun 2023 ini ranah pendidikan memiliki PR yang sangat serius bagi kalangan akademisi dalam mencegah terjadinya kekerasan di lingkup sekolah
Oleh: Ridwan Mahendra, S.Pd. - Guru SMK Kesehatan Mandala Bhakti, Surakarta
TINGGINYA angka kekerasan di lingkup akademis yang tercatat oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang tahun 2022 lalu mencapai 226 kasus. Kasus yang sangat memilukan bagi ranah pendidikan Indonesia. Sekolah yang merupakan wadah bagi seorang pelajar untuk menggapai sebuah impian, harus kembali tercoreng oleh kasus yang sangat tidak terpuji.
Lingkup sekolah sejatinya sebagai tempat bagi kalangan generasi penerus untuk memperoleh wawasan apa yang belum dipahami menjadi paham, apa yang belum diketahui menjadi tahu, dan apa yang belum dimengerti menjadi mengerti. Bukan sebaliknya, sekolah bukan sebagai ajang untuk menumbuhkan ego bagi pendidik ataupun peserta didik dengan hal-hal yang sangat tidak terpuji dengan munculnya kasus demi kasus, tak terkecuali kasus bullying (perundungan).
Tahun 2023 ini ranah pendidikan memiliki PR yang sangat serius bagi kalangan akademisi dalam mencegah terjadinya kekerasan di lingkup sekolah. PR yang sangat besar bagi instansi sekolah dalam mengedepankan pendidikan karakter yang lebih baik dari kasus-kasus yang telah terjadi.
Karakter di lingkup sekolah bukan melulu soal nilai akademis saja, jauh lebih dari itu sekolah harus mengedepankan pendidikan karakter. Salah satu contoh sederhana dalam menanamkan karakter tersebut adalah dengan sikap unggah-ungguh sebagai manusia yang beradab untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan adalah tempat untuk mewujudkan proses kegiatan agar peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan dirinya, masyarakat, dan negara. Lantas mengapa kasus kekerasan di dunia pendidikan kita masih tinggi?
Melihat tingginya kasus kekerasan di lingkup sekolah, sebagai seorang pendidik yang merupakan ujung tombak dari suksesnya pendidikan di Tanah Air harus mampu mengedepankan tata krama terhadap siswa. Tata krama dimulai dari hal sekecil mungkin. Apabila di dalam kelas terdapat siswa yang kurang dalam hal kecerdasan, kita sebagai seorang pendidik harus mampu melatih siswa yang lain dalam hal kerja kelompok dan mengedepankan norma kesopanan tanpa adanya bullying di dalamnya.
Tak dapat dimungkiri setiap kasus demi kasus di ranah sekolah menjadi hal yang sangat cepat berkembang di lingkup masyarakat. Pesatnya perkembangan teknologi saat ini memiliki peran yang sangat cepat. Akses internet yang hampir tak terkendali menjadi manfaat dan bumerang tersendiri bagi pendidikan kita.
Hal positif (manfaat) yang dapat diperoleh dari internet di era globalisasi seperti saat ini menjadikan dunia akademis makin mudah dalam mencari informasi dan materi yang berkaitan dengan pembelajaran. Di sisi lain, makin mudahnya internet terakses dapat mengancam dunia akademis dengan timbulnya hal negatif, di antaranya kegaduhan dalam dunia pendidikan.
Sejenak manilik ke negara Finlandia. Finlandia merupakan salah satu negara yang mampu meredam kekerasan di ranah pendidikan dengan programnya yang bernama Kiva Anti-Bullying. Negara 1.000 Danau tersebut mampu meredam kekerasan yang berada di lingkup sekolah. Program yang mengedepankan cara berempati terhadap sesama, menumbuhkan percaya diri, dan mendukung para korban untuk bangkit dari masalah yang dialaminya.
Peran Pendidik
Peran pendidik sangat diperlukan dalam mencetak generasi muda menjadi manusia yang dicita-citakan oleh bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi dari dalam diri peserta didik agar menjadi generasi penerus yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, dan mengedepankan sikap toleransi terhadap sesama serta menjadi warga negara yang yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pendidikan karakter merupakan kunci yang terpenting dalam membentuk kepribadian siswa untuk menjadikan individu yang berkarakter. Karakter yang baik tentu harus didasari oleh tanggung jawab apa yang dilakukannya. Moral anak bangsa harus makin dipupuk untuk menghindari sikap-sikap yang tidak terpuji, tak terkecuali dengan aksi bullying di ranah sekolah.
Kasus bullying yang terjadi di sekolah merupakan persoalan serius. Menurut Victorian Department of Education and Early Childhood Development, korban perundungan akan memiliki masalah emosi, penurunan prestasi akademik, cenderung memiliki harga diri rendah, merasa tertekan, dan merasa tidak aman. Adapun bagi pelaku, mereka cenderung agresif dan terlibat dalam kenakalan remaja, bahkan kriminalitas.
Pendidik di ranah sekolah harus mampu memberi contoh terhadap siswa mengenai adab serta norma-norma yang mengedepankan norma kesopanan. Melihat tingginya kasus perundungan yang terjadi di lingkup sekolah, guru diharapkan mampu memberi contoh bahwa nilai akademis memang penting, tetapi jangan sampai dilupakan bahwa adab jauh lebih penting.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.