KPK Klaim Ada 5 Pejabat BPJT Akan Dicopot, Terkait Indikasi Korupsi Rp4,5 T Pengelolaan Jalan Tol

KPK Klaim akan ada 5 Pejabat Badan Pengatur Jalan Tol akan dicopot terkait indikasi korupsi Rp 4,5 Triliuan sejak 2016

Editor: M Zulkodri
Kompas.com
Ilustrasi Jalan Tol 

BANGKAPOS.COM--Sedikitnya ada lima pejabat Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR akan dicopot.

Hal ini dikatakan Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan saat dijupai di Kantor Bappenas, Kamis (9/3) seperti dikutip dari Kontan.co.id.

Rencana pencopotan tersebut, menyusul masalah tata kelola jalan tol, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri sudah mengendus adanya indikasi korupsi dari proyek jalan tol sejak 2016.

Dari temuan tersebut, potensi kerugian negara diperkirakan mencapat Rp4,5 Triliun.

"Ada lima orang BPJT yang ternyata Komisaris di Jalan tol, nah ini bagaimana? Pak Menteri sudah setuju nanti dicopot semua yang lima," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan saat dijumpai di Kantor Bappenas, Kamis (9/3).

Menurut Pahala, pejabat BPJT tidak dibenarkan merangkap jabatan sebagai Komisaris di badan usaha jalan tol (BUJT).

Ia menilai hal itu akan memicu adanya konflik kepentingan dan risiko korupsi.

 "BPJT itu kan dia mengawasi semua perusahaan yang mengoperasikan jalan tol, jadi takut konflik kepentingan," tambah Pahala.

Pahala juga menjelaskan, adanya potensi kerugian negara dari pembangunan jalan tol ini lantaran negara memberikan pinjaman dana kepada badan usaha untuk pembebasan tanah.

Menurutnya, hingga saat ini dana tersebut belum ada kejelasan kapan uang tersebut akan dikembalikan.

Padahal sesuai dengan kesepakatan, uang pinjaman itu akan dikembalikan saat jalan tol sudah beroperasi.

"Ternyata saat sudah jadi belum jelas kapan akan dikembalikan, dipanggil dong semua kan Rp 4,5 triliun itu gede," ungkap Pahala.

6 Masalah Penyelengaraan Jalan Tol

Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memotret enam permasalahan utama dari penyelenggaraan jalan tol, yang perlu segera ditangani bersama oleh seluruh pemangku kepentingan terkait.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Satuan Tugas Direktorat Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Juliawan Superani. 

Menurut Superani, permasalahan utama penyelenggaraan jalan tol tersebut mulai dari proses persiapan, pelelangan, pendanaan, konstruksi, operasi pemiliharaan, dan pengambilalihan konsesi.

Melansir infopublik.id, adapun permasalahan utamanya antara lain:

1. Tidak akuntabelnya perencanaan pembangunan

Perencanaan jalan tol masih diatur melalui SE Direktur Jenderal Bina Marga Nomor 16/SE/Db/2020 tentang Juknis Perencanaan Jalan Tol. 

Padahal, berdasarkan PP Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol, Pasal 10 ayat (1) menjelaskan kebijakan perencanaan jalan tol disusun dan ditetapkan oleh menteri setiap lima tahun sekali dan dapat ditinjau kembali.

“Akibatnya, substansi perencaan yang dilakukan belum mempertimbangkan pelbagai perspektif. Contohnya perencanaan yang ada belum memperbimbangkan adanya kompetisi antar ruas tol. Alhasil, pemerintah tidak mendapat manfaat maksimal atas alokasi dana pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol,” tuturnya.

2. KPK mendeteksi lemahnya akuntabilitas lelang pengusahaan jalan tol

Dokumen lelang yang hanya mengacu pada basic design tidak cukup memberikan gambaran atas kondisi teknis dari ruas tol yang akan dilelangkan. 

Akibatnya, pemenang lelang akan mengubah item yang dikompetisikan dalam dokumen lelang seperti tarif dan masa konsesi karena adanya penambahan nilai konstruksi pascapenyusunan Rencana Teknik Akhir (RTA).

Selain itu, masih ditemukan terpilihnya investor yang tidak bisa memenuhi kewajiban finansial, sehingga membebani investor lain dalam konsorsium yang mengakibatkan tertundanya pengusahaan jalan tol.

3. Adanya dominasi investor jalan tol yang merangkap sebagai kontraktor

Dari hasil kajian yang dilakukan ditemukan fakta bahwa BUMN Karya menjadi investor untuk ruas jalan tol non-penugasan pada 28 dari 42 ruas atau setara dengan 61,9 persen.

Keterlibatan dalam pengusahaan jalan tol menjadi strategi perusahaan karya untuk mendapatkan pekerjaan konstruksi (feeding construction).

“Akibatnya, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) berada di dua kepentingan berkaitan dengan memastikan efisiensi pelaksanaan pembangunan dan secara bersamaan mengoptimalkan peluang untuk memaksimalkan marjin melalui kegiatan jasa konstruksi. Pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi menjadi tidak akuntabel dengan menunjuk dirinya sendiri atau terafiliasi sehingga harganya meningkat,” ujarnya.

4. Lemahnya pengawasan pengusahaan jalan tol

KPK menilai, pengawasan pengusahaan jalan tol lemah karena belum adanya mitigasi permasalahan yang berulang terkait pemenuhan kewajiban BUJT dalam mengimplementasikan PPJT. 

Benturan kepentingan akibat rangkat jabatan, dan belum adanya integrasi data informasi pelaksanaan klausul PPJT turut berkontribusi menjadi penyebab lainnya.

Akibatnya, adendum selalu menjadi pilihan untuk menyelesaikan permasalahan yang cenderung berulang/serupa.

Selain itu pelaksanaan tugas pengawasan rentan tercederai, dan implementasi pelaksanaan kewajiban BUJT tidak terpantau secara maksimal.

5. Belum adanya pengaturan detail atas lanjutan kebijakan pengusahaan jalan tol

Mekanisme penyerahan pengelolaan jalan tol kepada BUMN ataupun pengalihan status menjadi jalan bebas hambatan non tol sebagaimana amanah UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Jalan belum diatur lebih lanjut. 

Akibatnya, belum jelasnya mekanisme proses lanjutan pascapelimpahan hak konsesi BUJT ke pemerintah.

6. Tidak semua BUJT membayarkan dana bergulir dan pengadaan tanah jalan ke pemerintah

Kondisi ini terjadi akibat lemahnya pengawasan dalam memastikan pelaksanaan kewajiban pembayaran BUJT.

Terdapat 12 BUJT yang belum mampu mengembalikan dana BLU sebesar Rp 4,2 triliun dan delapan di antaranya belum dapat menyelesaikan pembayaran pada 2024.

“Selain itu, belum ada informasi terkait pembayaran terhadap nilai tambah bunga dana bergulir sebesar Rp 394 miliar yang merupakan pendapatan negara. Akibatnya, terdapat potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,5 triliun,” tutupnya.

(*)

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "KPK: Ada 5 Pejabat BPJT yang Bakal Dicopot Terkait Kerugian Tata Kelola Jalan Tol", Klik untuk baca: https://newssetup.kontan.co.id/news/kpk-ada-5-pejabat-bpjt-yang-bakal-dicopot-terkait-kerugian-tata-kelola-jalan-tol.

Editor: Anna Suci Perwitasari |  Reporter: Lailatul Anisah

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved