Berita Pangkalpinang

Ada 20 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Terjadi di Babel, DP3ACSKB Soroti Pengaruh Medsos

Sepanjang tahun 2022 lalu, tercatat ada 200 kasus kekerasan anak dan perempuan dengan rincian 121 kasus kekerasan terhadap anak

|
Penulis: Cici Nasya Nita | Editor: khamelia
Dok/Bangkapos.com
ilustrasi kekerasan terhadap anak 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan Pencatatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Bangka Belitung, mencatat ada 20 kasus kekerasan perempuan dan anak hingga Maret 2023.

Dengan rincian 8 kasus kekerasan terhadap anak dan 12 kasus kekerasan terhadap perempuan.

Sementara sepanjang tahun 2022 lalu, tercatat ada 200 kasus kekerasan anak dan perempuan dengan rincian 121 kasus kekerasan terhadap anak dan 79 kasus kekerasan terhadap perempuan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan Pencatatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Bangka Belitung, Asyraf Suryadin  mengungkapkan menghindari kekerasan anak perlu pengawasan yang ketat oleh orangtua.

"Itu pengawasan orangtua harus kuat, termasuk tidak hanya di rumah, ketika anak berlaku di luar, biasaya di sekolah. Maka dua tempat itu di rumah dan sekolah perlu pengawasan yang kuat dan bijak sehingga kehadiran orangtua benar-benar dirasakan.
Selain dua tempat itu, tentu pengawasan di masyarakat," ujar Asyraf, Selasa (28/3/2023).

Sementara itu, Dia mengatakan untuk kasus kekerasan perempuan, perlu diwaspadai agar tidak ada peluang.

"Wanita perlu waspada dan menjaga diri, saya melihat media massa banyak perempuan kan yang memamerkan diri, mohon maaf ya, itu harus diperhatikan," katanya.

Untuk meminimalisir terjadi kekerasan terhadap perempuan, pihaknya melakukan berbagai upaya seperti sosialisasi.

"Kekerasan perempuan biasa dilakukan laki-laki, kami melakukan sosialisasi kepada lelaki bahwa hal itu tidak boleh terjadi, tidak hanya perempuan yang kami edukasikan, dalam berbagai kegiatan," katanya.

Selain itu, yang menjadi perhatian dari kasus kekerasan perempuan dan anak, adanya dorongan media massa yang menjadi pemicu.

"Selain itu penggunaan media massa berpengaruh, kajian-kajian itu kita amati, dengan beberapa lembaga, mereka begitu mudah mengetahui informasi di media massa, cara melakukan perbuatan asusila dan tidak baik, tidak melalui orangtua tetapi melalui media massa, ini perlu mendapat pengawasan dari orangtua," katanya.

Untuk memberikan efek jera kepada pelaku atau mencegah timbulnya pelaku kekerasan perempuan dan anak perlu diterapkan hukum yang berat.

"Pelaku kekerasan ini harus mendapatkan hukum yang setimpal, kalau UU anak beda lagi, kalau UU yang dewasa harus hukuman yang berat dan setimpal sesuai dengan UU yang ada. Kami sedang membuat konsep untuk mensosialisasikan melibatkan aparat penegak hukum," katanya.

Bangkapos.com/Cici Nasya Nita

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved